Senin, 07 Oktober 2019

Kopdar, Persaudaraan dan Spirit Literasi


Oleh Ngainun Naim

Rencana sudah disusun tanpa spekulasi tetapi Allah yang mengeksekusi—Ngainun   Naim
 
Bu Sri Linawati, Saya, Pak Adrinal Tanjung, dan Pak Arfan Muamar
Tanggal 8 Juli 2019—sekitar tiga minggu sebelum acara Seminar dan Kopdar Sahabat Pena Kita (SPK) ketiga yang dilaksanakan di Kampus Konservasi Universitas Negeri Semarang—saya membentuk grup WA. Saya memberi nama grup itu Kopdar SPK Semarang. Anggotanya saya sendiri, Dr. Eni Setyowati, Pak Budi Harsono, Mbak Ekka Zahra Puspita, Mas Ahmad Fahruddin, Bu Tuti Haryati, dan Mas Ahmad Mustamsikin. Tujuannya untuk mempersiapkan hal-hal teknis terkait keberangkatan ke acara di Semarang. 
Sambutan WR IV Universitas Negeri Semarang

Sampai saat keberangkatan, ada dinamika yang unik. Maju-mundur antara berangkat dan tidak di antara anggota grup. Ahmad Mustamsikin tidak bisa berangkat. Pak Budi Harsono berangkat dulu naik kereta api karena badan kurang fit. Beliau berharap kondisi fisik sudah lebih baik karena memiliki waktu istirahat yang cukup. Akhirnya, saat berangkat 5 orang dalam satu kendaraan.
Beberapa hari sebelumnya, tepatnya hari selasa tanggal 23 Juli 2019 saya terbang ke Makassar dan melanjutkan perjalanan darat ke Parepare. Saya diundang untuk mengisi acara Academic Writing pada tanggal 24 Juli. Esoknya, 25 Juli saya kembali ke Surabaya.
Sesaat sebelum berangkat ke Makassar, sebuah undangan dari Jakarta datang. Saya pun meminta staf di kantor untuk mengurus administrasi keberangkatan ke Jakarta. Acara di Jakarta pada tanggal 25-26 Juli. Rencana awal saya akan datang ke Jakarta setelah terbang Makassar Surabaya. Setelah acara di Jakarta usai, pada jumat sore saya akan terbang ke Semarang. Lalu sabtu pagi bergabung ke acara SPK yang digelar di Unnes.
Rencana sudah rapi tapi Allah yang mengeksekusi. Sejak di Parepare badan saya kurang fit. Saya demam, perut kembung, dan rasa fisik betul-betul tidak nyaman. Melihat kondisi yang semacam itu, saya tidak bisa memaksakan diri ke Jakarta. Saya minta maaf ke panitia di Jakarta. Saya pulang ke Trenggalek dan berobat.
Alhamdulillah, kondisi badan sudah lumayan setelah istirahat dan mendapatkan obat dari dokter. Maka sabtu pagi kami berlima meluncur dari Tulungagung menuju Semarang via tol. Sungguh jalan tol sangat membantu mempercepat sampai tujuan. Jam 05.00 pagi berangkat dari Tulungagung, jam 10.00 sudah masuk ke pintu tol di Semarang. Padahal sudah istirahat 2 kali.
Jika jam 10.00 sudah sampai Semarang, kenapa baru sampai Unnes jam 12.00? Nah, itu uniknya. Perjalanan kali ini saya gantian sama Mas Fahru. Ketika dia nyopir saya istirahat. Sementara saat saya istirahat, dia yang nyopir. Pokoknya unik, dinamis, dan menarik. Ada guyon. Ada kesasar. Ada juga usaha bersama.
Berlima dalam satu mobil membuat kami akrab. Meskipun dari daerah yang hampir sama, ternyata kami belum semuanya saling mengenal. Saya baru bertemu dengan Ibu Tuti Haryati dan berbincang ya di dalam mobil itu. SPK membuat persaudaraan semakin erat. Keakraban semakin terasa saat kami berkumpul di lokasi seminar. Kopdar pada malam harinya di Ungaran membuat kami merasa sebagai keluarga besar. 
Santai di Eling Bening

Mas Agung Kuswantoro dan pimpinan Universitas Negeri Semarang adalah pihak yang harus saya apresiasi. Perhatian, fasilitas, dan dukungan sepenuhnya terhadap seminar SPK sungguh luar biasa. Tanpa itu semua, mustahil acara seheboh itu bisa terlaksana.
Bu Kanjeng Sri Sugiastuti dan Bu Budiyanti adalah panitia yang luar biasa. Saya sungguh salut. Beliau berdua penuh dedikasi membuat kopdar kali ini sungguh berarti. Tentu, pihak-pihak lainnya juga memiliki peranan penting demi suksesnya acara.
Seperti saya sampaikan saat seminar, spirit literasi adalah substansi bergabung dengan komunitas ini. Saya menemukan banyak ilmu di "keluarga" ini. Ilmu apa pun, khususnya literasi. Jika saya sedang tidak bersemangat menulis, saya baca catatan demi catatan di grup WA SPK. Biasanya setelah membaca tulisan demi tulisan, energi menulis saya perlahan tapi pasti bangkit kembali.
Hanya itu? Jelas tidak. Ada banyak lagi manfaat yang tidak bisa saya ceritakan. Saya berharap persaudaraan yang terbangun bisa abadi. Dunia akhirat.

Samarinda, 31 Juli 2019

5 komentar:

  1. Alhamdulillah, ada dalam persaudaraan dan persahabatan ini. Sungguh pegiat literasi yang luar biasa

    BalasHapus
  2. Semoga tetap dilimpahi kesehatan dan keselamatan sehingga terus bisa menggelorakan semangat literasi di seantero negeri.

    BalasHapus
  3. Amin. Terima kasih ya Allah atas doanya mas.

    BalasHapus
  4. Luar biasa dalam sakit dan lelah tetap ikut kegiatan literasi

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.