Selasa, 17 Juni 2025

Sosiologi Penglaju

Ngainun Naim

 

Senin subuh tanggal 16 Juni 2025 saya melakukan perjalanan ke Surabaya. Saya memilih Bus Patas Harapan Jaya dari Terminal Tulungagung.

 

Senin pagi bus penuh sesak. Meskipun patas, orang sampai rela berdiri. Bersyukur saya mendapatkan tempat duduk.

 

Naik bus untuk kepentingan kerja bukan sebatas mobilitas. Ada banyak hal unik dalam interaksi di antara sesama penglaju. Aktivitas mereka membawa banyak implikasi, seperti perubahan sosial.

Riset Rahardjo (1996) dengan judul Perubahan Sosial di Mintakat Penglaju: Dampak Penglajuan terhadap Perubahan Sosial di Bandulan menunjukkan bahwa aktivitas penglajuan membawa banyak perubahan dalam kehidupan. Perubahan ini mencakup lokasi asal, di atas kendaraan, dan juga di lokasi tujuan.

Para penglaju itu para pejuang. Mereka orang-orang hebat yang menjalani kehidupan dengan penuh perjuangan.

 

Jakarta, 17 Juni 2025

Jumat, 13 Juni 2025

Berpikir Sebelum Jari Bertindak


 Ngainun Naim

 

Bermedia sosial bukannya tanpa resiko. Ada manfaat, tapi ada juga mudharat. Ini aspek yang penting untuk diketahui dan dipahami secara baik.

Sudah cukup banyak orang yang merasakan manfaat media sosial. Namun tidak sedikit juga yang menjadi korban. Semua itu merupakan pelajaran hidup yang harus dijadikan titik pijak untuk lebih hati-hati.

Satu kunci penting yang perlu menjadi pegangan, yaitu berpikir dulu secara matang baru bertindak. Kadang jari kita lebih cepat mengajak untuk bertindak daripada berpikir. Ketika ada efek negatif, baru menyesal.

Kehadiran Artificial Intelligence (AI) menambah warna yang dinamis di dunia maya. Dalam konteks pendidikan, kehadirannya juga harus dimanfaatkan secara bijak. Jangan sampai manusia tunduk dan pasrah kepada AI.

Mengerjakan tugas dengan AI tanpa memberdayakan otak merupakan fenomena yang semakin jamak. Di sini ada bahayanya. Otak bisa stagnan, bahkan menimbulkan ketergantungan. AI tidak ditolak tetapi digunakan sebagai alat bantu dalam proses pendidikan.

Internet sekarang ini telah menjadi tulang punggung kehidupan masyarakat. Ia harus direspon secara adaptif, produktif, dan inovatif. Tentu, belajar dan terus mengembangkan diri harus dilakukan agar manusia tidak dikendalikan teknologi, tetapi teknologi yang seharusnya dikendalikan.

Tulungagung, 13 Juni 2025

Kamis, 12 Juni 2025

BTA



Ngainun Naim

Kantor Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia [PC PMII] Tulungagung terletak di sebelah timur perempatan BTA.

Ikhwal BTA ini cukup masyhur bagi masyarakat Tulungagung meskipun banyak juga yang tidak tahu substansi atau sejarahnya. Asal disebut nama perempatan BTA, pasti paham lokasinya.

Ini mirip dengan perempatan Bis Nggoling. Banyak yang bertanya atau bahkan mencari di mana lokasi bisnya.

BTA singkatan dari Batik Tulungagung.  Kisahnya sangat panjang. Dulu, di masa jayanya, sentra batik Tulungagung ada di sini. Di tempat ini juga tempat berkumpulnya para pengrajin.

Seiring perkembangan zaman, BTA mulai meredup. Kantornya sudah pindah tapi nama BTA tetap melegenda.

Nama BTA dan PMII cukup erat. Justru di sini banyak kisah unik terkait BTA.

Dulu, tahun 1997, ada beberapa pengurus PMII Yogyakarta yang diundang untuk mengisi acara di Tulungagung. Kepada mereka diberitahukan agar nantinya turun dari bus di perempatan BTA.

Rupanya terjadi perdebatan di antara mereka. BTA atau BCA.

Begitu sampai ke kantor PMII Tulungagung dijelaskan bahwa yang betul itu BTA. Di antara mereka lalu berkata, “BTA itu singkatannya Bank Tentral Asia ya”. Ekspresinya datar tanpa dosa. Kami yang mendengarnya tertawa.

Itu dulu. Kini BTA bukan hanya tentang batik. Persis di lokasi BTA lama kini berdiri warung makan. Namanya BTA: Bebek Teman Ayam. Begitu.

 

Tulungagung, 12 Juni 2025

Senin, 09 Juni 2025

Ternyata Ada yang Beli



Ngainun Naim

 

Saat melaksanakan umroh pada Januari 2025 lalu, saya bertekad akan menulis catatan perjalanan. Bagian demi bagian perjalanan saya abadikan. Momentum demi momentum saya catat.

Pelan dan pasti buku tersusun. Edit berkali-kali dan selalu saja ada yang kurang. Bahkan saat sudah selesai cetak, ternyata masih juga ada yang kurang tepat.

Saya kira memang seperti itu proses yang harus dijalani. Selalu ditemukan kekurangtepatan meskipun diedit berlapis.

Tujuan utama saya menulis buku yang saya beri judul Aku, Ibuk, dan Istriku: Catatan-Catatan Kebersamaan (Tulungagung: Akademia Pustaka, 2025) sebagai dokumentasi perjalanan. Sayang jika pengalaman yang sedemikian mahal dan berharga hilang begitu saja.

Memang ada banyak foto. Namun foto sering kali kurang menemukan konteks karena tanpa narasi. Ini tentu berbeda dengan saat foto dilengkapi dengan narasi.

Ketika catatan perjalanan menjadi buku, keluarga besar saya akan tahu bagaimana kisah demi kisah yang saya lalui Bersama Ibuk dan istri. Dari sisi ini, versi cerita bisa lebih komprehensif.

Sebagai dokumen, buku ini saya cetak terbatas. Namun saya juga menginformasikan di media sosial terkait buku ini.

Sungguh di luar dugaan. Buku ternyata ada juga yang memesannya. Jumlahnya lumayan.

Ini benar-benar di luar dugaan. Ternyata buku sederhana semacam ini ada juga yang mau memesan dan membacanya. Alhamdulillah.

 

Trenggalek, 6-6-2025

Minggu, 08 Juni 2025

Ziarah ke Makam Bapak



Ngainun Naim

 

Minggu pagi tanggal 8 Juni 2025 saya menjadwalkan mengunjungi Ibuk. Ini kunjungan rutin bersama keluarga.

 

Sesungguhnya saya ingin kunjungan itu dilakukan sore hari saat Idhul Adha, 6 Juni 2025. Namun rencana ini tidak mungkin dijalankan karena si kecil pada hari Sabtu tanggal 7 Juni harus masuk sekolah. Di sekolahnya ada kegiatan kurban.

 

Rencananya Sabtu sore ke rumah Ibuk. Tapi kembali gagal karena ada famili dekat yang meminta saya untuk ikut serta dalam kegiatan lamaran sekaligus mewakili keluarga.

 

Begitulah, Minggu pagi jadinya kami harus pastikan bisa berangkat. Saat sedang bersiap berangkat ada undangan doa bersama dari famili untuk Minggu malam. Tidak ada pilihan selain harus tetap berangkat ke Tulungagung. Memang dalam kondisi tertentu kita harus memilih.

 

Pukul 12.00 WIB sampai ke rumah Ibuk. Cuaca lumayan panas. Kami berbincang. Setelah itu istirahat.

 

Pukul 14.30 saya ke makam. Kangen dengan Bapak. Hampir sebulan saya tidak mengunjungi makam beliau. Kesibukan yang menjadi alasannya.

 

Kerinduan terhadap Bapak ini merupakan indikasi apa yang disebut Muhammad Iqbal (2018: 88) sebagai hadirnya ayah dalam kehidupan anak. Tidak semua anak memiliki kerinduan terhadap Bapaknya. Bahkan ada yang justru membencinya.

 

Saya merasakan betul bahwa Bapak adalah figur penting dalam kehidupan saya. Ajaran-ajarannya tetap hadir dalam hidup saya. Bapak adalah role model bagi saya. Meskipun tidak mampu meneladani semua kebajikannya, Bapak adalah fondasi keberadaan saya sampai hari ini.

 

Tulungagung, 8 Juni 2025

Sabtu, 07 Juni 2025

Bersua Setelah Berpisah Ratusan Purnama

Ngainun Naim

Namanya Nafik Widodo. Beliau teman satu kelas saat kuliah di IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Saat itu kelas disebut kosma. Saya dan beliau anggota Kosma B. Alhamdulillah, anggota kosma masih saling terhubung sampai sekarang. Kami memiliki Grup WA Kosma B.

Memang tidak semua masuk anggota. Ada yang tidak berkenan. Ada yang telah berpulang mendahului kami. Ada juga yang memang tidak aktif bermedia sosial.

Secara personal saya beberapa kali saling berkirim kabar dengan Nafik Widodo. Saling bertanya tentang satu dan lain hal. Pernah lewat telepon. Lebih sering lewat pesan WA.

Hari Senin, 2 Juni 2025, beliau kirim WA. Intinya menanyakan kapan saya ada waktu longgar. Beliau ingin bertemu.

Tentu kabar semacam ini sangat membahagiakan. Secara fisik—seingat saya—kami tidak bertemu sejak tahun 1995. Jadi sudah 30 tahun. Sudah ratusan purnama.

Foto demi foto yang sering muncul di grup memang bermanfaat, paling tidak sebagai obat kerinduan karena tidak lagi bersama sebagaimana zaman kuliah. Tapi itu akan berbeda rasanya dengan perjumpaan secara langsung.

Hari selasa tanggal 3 Juni 2025 ada Wisuda ke-43 UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Saya sampaikan ke beliau agar sekitar pukul 14.00 saja ke kampus. Saya ada waktu senggang yang lumayan untuk berbincang. Kondisi kampus pada jam itu sudah longgar.

Sesuai dengan kesepakatan, Selasa 3 Juni 2025, beliau berkunjung ke kantor bersama istri. Kami pun kemudian terlibat dalam aneka topik perbincangan. Topiknya random tetapi asyik.

Pertemuan ini membuat saya menjadi tahu bahwa istri Mas Nafik adalah alumni Program D2 STAIN Tulungagung angkatan pertama. Mas Nafik ternyata juga teman Prof. Dr. Zamroni, Wakil Rektor 2 UINSI Samarinda yang juga teman saya. Jadinya ada titik-titik penghubung dalam persahabatan kami.

Pertemuan dengan Mas Nafik dan istri memberikan refleksi tentang banyak hal. Saya menemukan kembali memori tentang bagaimana kami dulu menjalani kuliah. Mas Nafik adalah salah seorang kawan yang sangat aktif berpendapat dalam setiap matakuliah. Beliau kritis. Seingat saya beliau tidak pernah sekalipun tidak berpendapat.

Mengenang perjalanan kehidupan memberikan makna penting dalam diri. Manusia memang makhluk pencari makna (Martokoesoemo: 2008, 33). Makna ini bisa diperoleh melalui banyak jalan. Persahabatan adalah salah satu jalan mendapatkan makna.

Persabahatan dalam maknanya yang substantif adalah relasi antarpersonal. Relasi antara dua orang yang saling memproduksi sesuatu hal yang positif secara bersama-sama (Liwer: 2017, 393). Relasi saya dan Mas Nafik, semoga dalam kerangka ini. Persahabatan itu saling memberikan manfaat positif. Semoga.

 

Trenggalek, 7 Juni 2025

 

Bacaan

Alo Liweri, Relasi Antar-Personal, (Jakarta: Kencana, 2017).

Priatno H. Martokoesoemo, Law of Spiritual Attraction, (Bandung: Mizania, 2008).

Jumat, 06 Juni 2025

Mudah, Bukan Menganggap Mudah



 Ngainun Naim

 

Kebaikan itu harus dilakukan. Jika menemukan kebaikan, di mana saja, sebaiknya segera dikabarkan agar bisa menjadi energi berantai yang memunculkan kebaikan demi kebaikan berikutnya.

Inti pemikiran di atas saya peroleh setelah saya membaca tulisan seorang sahabat yang aktif di dunia literasi. Beliau bukan hanya sahabat tetapi juga guru saya menulis. Dulu, ketika awal belajar menulis, saya mendapatkan banyak pengetahuan dan semangat dari beliau.

Pendapat beliau perlu saya kutip karena menemukan relevansinya dengan pengalaman beberapa waktu lalu. Pengalaman tentang kebaikan yang perlu untuk dikabarkan.

Salah satu hal yang saya syukuri dalam hidup ini adalah seringkali mendapatkan pelajaran hidup dari orang-orang yang alim. Mereka mengajarkan tentang banyak hal, baik ilmu, perkataan, maupun perbuatan.

Satu pelajaran lagi saya peroleh dari seorang guru besar dari Universitas Negeri Surabaya. Hari Rabo, 4 Juni 2025, beliau menjadi penguji eksternal disertasi di UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Kebetulan saya menjadi anggota penguji.

Saat bersama beliau di meja penguji, saya merasa sedang belajar lagi. Pertanyaan, saran, dan perspektif yang beliau sampaikan bagi saya adalah ilmu. Saya mencatat poin demi poin penting yang bisa memperkuat keilmuan saya.

Selain ilmu, beliau juga berkisah tentang bagaimana beliau berlaku dalam hidup, khususnya dalam kaitannya dengan profesi sebagai dosen. Bagi beliau, untuk urusan dengan orang lain, jangan dipersulit. Mudah, namun jangan mempermudah.

Ini penting saya catat. Jangan mempermudah, dalam konteks beliau, melanggar alur dan prosedur asal tujuan tercapai. Ini tidak baik dilakukan.

Dalam urusan bimbingan, misalnya, beliau selalu menjawab WA mahasiswa dengan cepat. Dengan begitu mahasiswa tidak merasa digantung.

Jika ada mahasiswa mau bimbingan, misalnya, tidak harus di kampus. Bisa di rumah, atau bahkan beliau pernah melayani bimbingan dengan janjian di sebuah acara resepsi. Ini dilakukan karena jika mahasiswa harus ke rumah beliau, butuh biaya banyak. Juga butuh waktu yang tidak sedikit. Itu pun janjiannya tidak selalu sederhana.

Tentu, semua dilakukan dalam kerangka ibadah. Ketika urusan tidak dipersulit, Allah akan membalasnya dengan kemudahan demi kemudahan. Amin.

 

Trenggalek, 6 Juni 2025

Jumat, 25 April 2025

Menjadi Generasi Penggerak Perubahan



 Ngainun Naim

 

Hal ini berbeda benar dengan orang-orang yang cepat beradaptasi menerima hal-hal baru (growth mindset). Meski saat sekolah tidak seberapa pintar, kecerdasan mereka dapat dikembangkan dan dilatih karena mereka terbuka terhadap masukan-masukan dan kritik (Rhenald Kasali, Strawberry Generation (Bandung: Mizan, 2017), 4.

 

Perubahan merupakan realitas yang tidak bisa dihindari. Ia telah ada, hadir, dan menjadi bagian yang tidak terpisah dari kehidupan. Disadari atau tidak, kita hari ini telah ikut dalam arus perubahan yang semakin hari semakin dinamis dan intensif.

Jika kita cermati, perubahan tidak terjadi secara alami. Ada banyak faktor yang berkait-kelindan dan mempengaruhi jalannya perubahan. Salah satunya adalah globalisasi.

Banyak pihak yang kurang peduli dengan realitas yang tengah berlangsung. Hidup dijalani sebagaimana biasanya. Padahal, pelan tetapi pasti, arus perubahan tengah berlangsung.

Pengetahuan dan pemahaman tentang perubahan ini penting ditumbuhkan sebagai modal untuk menentukan sikap yang tepat. Perubahan sebagai aspek yang hadir dalam era globalisasi menghadirkan dua dimensi sekaligus: positif dan negatif. Ini penting untuk dipahami agar tidak larut dalam arus yang merusak.

Sikap yang penting dikembangkan adalah berlaku kritis terhadap realitas. Bagi kader PMII, ini hal yang harus terus diasah. Tentu bukan sebatas kritis. Dzikir, fikir, dan amal shaleh adalah trilogi yang harus terus dirawat secara konsisten.

Jangan sampai kritis tetapi tidak berdzikir. Juga jangan menjalankan amal shaleh tetapi mengabaikan dimensi fikir dan dzikir. Sama halnya juga rajin berdzikir namun mengabaikan fikir dan amal shaleh.

Para pendiri PMII merumuskan jargon, juga visi misi organisasi ini secara serius. Tugas kita adalah memahami, mengimplementasikan, dan melakukan kontekstualisasi sesuai dengan dinamika perkembangan zaman.

Aspek yang penting ditumbuhkembangkan pada kader PMII hari ini adalah mempersiapkan diri sebaik mungkin dalam menghadapi perubahan. Momentum Harlah PMII ke-65 pada tahun 2025 ini menemukan momentum untuk mempersiapkan diri secara baik.

Tema “Generasi Hebat Penggerak Perubahan” bukan sebatas tema namun harus diterjemahkan dan dikontekstualisasikan dalam tindakan. Perubahan tidak harus ditakuti. Juga jangan sampai kita larut dalam arus perubahan, khususnya pada dimensi yang negatif. Kita justru harus menjadi penggerak perubahan.

Menjadi penggerak itu akan sebatas teori jika tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman. Penggerak adalah mereka yang memiliki pengetahuan memadai, pengalaman matang, dan keberanian melangkah secara strategis (Daniel Nugroho, The Magic of Habit, Yogyakarta: Araska, 2021).

Sebagaimana ditegaskan oleh Ketua IKA PMII Tulungagung, Khoirudin Abbas, bahwa hal penting untuk menyongsong perubahan—apalagi menjadi penggerak perubahan—adalah memiliki kemampuan komunikasi dan kolaborasi. Sulit melakukan perubahan jika mindset-nya tidak terbuka terhadap aneka masukan. Apalagi jika menjadikan PMII sebagai batu pijakan untuk mencapai tujuan personal yang pragmatis.

Ini berarti kader PMII dalam menghadapi perubahan harus memiliki integritas. Tanpa integritas, seluruh bangunan kesuksesan akan runtuh. Hanya soal waktu. Jika tidak sekarang, nanti waktu yang akan membuktikan.

Oleh karena itu, dalam momentum Harlah PMII yang ke-65, ini merupakan menjadi titik pijak kemajuan organisasi. Memanfaatkan setiap kesempatan secara maksimal demi kemajuan diri dan organisasi.

 

Tulungagung, 25 April 2025

 

 

Kamis, 10 April 2025

Memberdayakan Potensi Akademik Kader

 Oleh: Ngainun Naim


 




Sebelas Pengurus Komisariat PMII UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung bertandang ke rumah. Ini merupakan bagian tidak terpisah dari agenda lebaran. Berkunjung dari satu rumah ke rumah lain dalam kerangka silaturrahmi.

Berdasarkan informasi, mereka sudah mengunjungi rumah beberapa senior. Tentu agenda semacam ini penting dalam menjaga komunikasi dan ketersambungan antar komunikasi.

Komunikasi merupakan kunci penting dalam aneka hal. Kompetensi komunikasi merupakan bagian sangat vital dalam dinamika sosial. Komunikasi tidak hanya penting dipelajari, namun yang lebih penting lagi adalah dipraktikkan (Deddy Mulyana: 2015).

Tanpa kedatangan mereka, sulit bagi para senior untuk mengetahui siapa saja kadernya. Juga tidak tahu tentang apa, mengapa, dan bagaimana dinamika mereka dalam berorganisasi.

Satu hal menggembirakan dari kegiatan PK PMII UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung selama bulan ramadan kemarin adalah mengaji kitab Arbain Nawawi yang dilanjutkan dengan berbuka puasa. Ada beberapa senior yang menjadi pembaca kitab, yaitu Prof. Dr. Akhyak, Prof. Dr. Sokip, Prof. Dr. Kojin, Prof. Dr. Agus Zaenul Fitri, dan Dr. Abdullah Syafik. Kegiatan ini sangat bermanfaat, khususnya dalam kerangka meningkatkan pengetahuan agama kader.

Dalam perbincangan santai di rumah saya sampaikan agar agenda mengaji dilanjutkan. Tidak harus setiap hari. Bisa seminggu sekali, yang penting istiqamah. Ini penting sebagai ikhtiar merawat tradisi mengaji yang sesungguhnya menjadi identitas PMII.

Mengaji kitab membuat kita tahu dasar agama yang jelas. Tidak sekadar rasional karena agama tidak semuanya bisa dipahami secara bebas. Perlu rujukan referensi yang mapan.

Saya juga menawarkan untuk membina sekelompok kader dalam kegiatan literasi, lebih khusus dalam menulis artikel jurnal. Saya ingin kader PMII ada yang menekuni dunia akademik secara serius. Dunia yang dalam realitas dan sejarahnya kurang banyak dimasuki oleh kader PMII. Padahal, sebagaimana dikatakan oleh Hifni (2016), potensi akademik kader PMII sangat besar. Tentu disayangkan jika potensi besar ini tidak diberdayakan secara baik.

Hal ini sejalan dengan tulisan M. Zainudin (2015) yang menjelaskan bahwa kader PMII itu tidak bisa lepas dari pergumulan akademik-keilmuan. Ini nilai lebih yang harus dipikirkan pertumbuhan dan perkembangannya. Jarang yang mau terjun ke wilayah ini.

Pada titik inilah saya ingin memberdayakan potensi akademik kader. Soal hasil, tentu tidak perlu diperdebatkan. Ini juga baru akan mulai.

 

Tulungagung, 9 April 2025


Bacaan Pendukung

Ahmad Hifni, Menjadi Kader PMII (Jakarta: Moderate Muslim Society, 2016).

M. Zainudin, dkk., Nalar Pergerakan (Malang: Naila Pustaka, 2015).

Deddy Mulayan, Pengantar Ilmu Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015).