Kamis, 15 Agustus 2019

Empat Keunikan Shalat Jumat di Masjid Kesultanan Tidore


Ngainun Naim


Para Rektor, Ketua LP2M, dan Dosen Pembimbing Lapangan KKN Kebangsaan diterima dengan ramah di oleh Walikota Tidore Kepulauan, Capt. H. Ali Ibrahim, M.H. dan Ibu. Kami semua dipersilahkan masuk ke rumah dinas, bersalaman, lalu dipersilahkan menikmati makan siang yang sudah tersedia. Ada berbagai menu lezat yang siap untuk disantap.
Menjelang pukul 12.00 WIT, seluruh peserta laki-laki menuju 4 bus sudah disediakan oleh Pemkot Tidore Kepulauan untuk menuju Masjid Kesultanan Tidore. Jarak menuju masjid sesungguhnya hanya beberapa ratus meter saja dari Rumah Dinas Walikota, namun karena belum tahu, maka kita ikut saja naik bus. Ya, hari itu memang hari Jumat, 19 Juli 2019.

Saya sungguh berkesan dengan Masjid Kesultanan. Sangat menarik. Saya menemukan empat keunikan di sana.
Pertama, wudhu. Untuk wudhu, kami harus mengambil air dengan gayung di sebuah kolam yang airnya sangat jernih. Bagi saya, ini sungguh unik dan baru pertama kali saya lihat. Di tempat lain saya pernah menemukan hal yang hampir sama, tetapi bentuk kolamnya tidak melingkar, tetapi segi empat.
Usai wudhu saya masuk masjid. Arsitekturnya sungguh unik. Di samping ruang imam, ada tiga ruang. Posisinya sejajar dengan shaf pertama. Ruang tengah kosong tanpa kain penutup, sementara dua ruang lainnya dilengkapi dengan tirai. Di atasnya ada bendera kecil dengan tulisan shahadat.

Kedua, saya menjalankan shalat sunnah. Sesaat kemudian, adzan didengungkan. Kembali saya menemukan keunikan. Muadzinnya tidak hanya satu orang tetapi empat. Mereka melafalkan adzan bersama. Saya menduga empat muadzin itu melambangkan Khulafaur Rasyidin. Prof. Dr. Arrofi—Ketua LP2M UIN Susqa Pekanbaru Riau yang diskusi dengan saya usai shalat jumat—berpendapat bahwa empat muadzin itu melambangkan 4 imam madzhab. Saya tidak tahu mana yang benar. Mungkin juga pendapat kami benar semua, salah semua, atau benar salah satunya. Persoalannya, belum ada pihak yang bisa kami konfirmasi terkait hal tersebut.

Keunikan ketiga saya temukan saat khatib mulai membaca khotbah. Ternyata khatib masuk ke ruang bertirai di samping imam. Saat membaca khotbah, tirai tetap tertutup. Jadi saya tidak bisa melihat wajah khatib sampai khotbah selesai.
Keempat, semua jamaah wajib memakai kopiah. Namun karena tidak semua teman dari rombongan KKN Kebangsaan membawa kopiah maka akhirnya topi KKN Kebangsaan dipakai secara terbalik. Cukup kreatif. Topi pun berubah menjadi kopiah he he he.

Shalat jumat di Masjid Kesultanan Tidore pada 19 Juli 2019 itu sungguh berkesan. Setiap daerah memang memiliki keunikan. Beruntung saya memiliki kesempatan datang ke Tidore dan menjalankan shalat jumat di Masjid Kesultanan Tidore.

Sriwijaya Air dari Makassar menuju Surabaya, 20 Juli 2019.

24 komentar:

  1. Sepanjang umur saya dari empat itu ada tiga yg belum saya temui yaitu, 2,3,4. Semoga saya bisa berkunjung.

    BalasHapus
  2. Kekhasan yang tetap terjaga dengan baik Pak.

    BalasHapus
  3. Perlu disyukuri karena berkesempatan berkunjung ke sana...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul. Tulisan ini juga wujud rasa syukur bisa ke sana

      Hapus
  4. Alhamdulillah, telah pernah sholat di sini.

    BalasHapus
  5. wah berasa seperti ikut di sana juga pak hhh
    jadi pengen kesana juga

    BalasHapus
  6. Hmm, sangat mengingatkan saya ketika 1 bulan di sana Pak, pagi/siang/sore selalu lewat depan masjid itu ketika berangkat/pulang dari kantor Kelurahan Soasio.

    Saya klarifikasi untuk point keunikan yg kedua Pak, 4 muadzin itu menggambarkan khalifah 4 (berdasarkan wawancara dengan Jojau Tidore).

    Kemudian mengenai keunikan yg ketiga, rekan saya pernah bertanya pula kepada Jojau. Mengapa ketika khotbah berlangsung, tirai ditutup? Jojau mengungkapkan bahwasanya, hal tersebut mengandung filosofi dan hikmah, apabila kita sedang mendengarkan ceramah/khotbah/orang yg berbicara, janganlah memandang rupa/siapa yang berbicara, tetapi perhatikan apa yang disampaikan.

    Dan saya ingin menambahkan satu keunikan lagi mengenai masjid Sultan itu, khusus wanita hanya yg menopause saja yang boleh masuk ke dalamnya utk yg belum menopause tdk diperkenankan.
    Jadi, saya dan teman-teman perempuan yang lain dulu pernah singgah hanya di serambinya saja, dan belakang masjid (makam). Semoga segera bisa berkunjung lagi ke sana, aamiin.

    BalasHapus
  7. Sebuah pengalaman yang menarik pak

    BalasHapus
  8. Mantap..shalat di Mesjid Sultan di Tidore merupakan berkah tersendiri bagi yg dpt melaksanakannya di dlm mesjid itu..👍

    BalasHapus
  9. Senang sekali, bisa ke sana dan bisa menulis.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Pak KS. Catatan perjalanan yang mengesankan.

      Hapus
  10. Rasanya saya kehabisan kata-kata. Kuliah Prof malam ini akan menjadi tonggak penanda mulainya keaktifan saya untuk kembali menulis apa saja. Dan harus meluangkan waktu ya, Prof., bukan menunggu ada waktu luang>

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.