Jumat, 26 Juli 2019

Ternate, Persahabatan, dan Perjalanan


Ngainun Naim


Saya sungguh beruntung memiliki kolega di IAIN Ternate. Saat saya di Ternate untuk kepentingan KKN Kebangsaan, mereka siap menyambut saya dan mengajak jalan-jalan ke beberapa tempat. Jika bukan karena silaturrahmi, tentu saja hal semacam ini sulit terjadi.
Sosok yang sangat berperan dalam kunjungan saya ke Ternate pada 18-20 Juli 2019 adalah Dr. Muhammad Zein, M.Pd. Beliau adalah Ketua Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) IAIN Ternate. Saya mengenal beliau saat workshop “Writing and Editing” di Hotel Jolin Makassar beberapa waktu lalu. 

Saat saya kirim WA bahwa tanggal 18-20 Juli 2019 saya ada agenda di Ternate, Pak Zein langsung bergerak. Beliau mengordinir kawan-kawan dosen IAIN Ternate untuk mengikuti workshop menulis. Saya sendiri tidak tahu persis bagaimana konsep acaranya. Di WA beliau bilang akan mengumpulkan sekitar 10 orang saja. Saya setuju saja. Berbagi soal menulis selalu membahagiakan.
Begitulah. Meskipun mendadak, workshop bisa terselenggara dengan baik. Saya tidak menduga jika pesertanya melonjak dari sisi jumlah. Juga konsep acaranya yang cukup formal karena diadakan di Lantai 2 Pascasarjana IAIN Ternate. Bayangan awal, acara hanya diskusi ringan sambil makan dan minum. Secara umum—kata Pak Zein—respon peserta cukup bagus. Mereka bersemangat untuk menulis.
Jumat sore tanggal 19 Juli 2019 pukul 19.00 WIT Pak Dr. Muhammad Zein mengirim pesan WA. Beliau bertanya apakah saya sudah sampai hotel. Saya jawab bahwa saya sudah sampai dari acara di Kota Tidore Kepulauan. Beliau menawarkan untuk makan malam bersama.
Pukul 20.00 WIT Pak Zein datang menjemput ke Hotel Emerald tempat saya menginap. Setelah berbincang sejenak, beliau mengajak saya keluar. “Kita makan malam dengan menu ikar bakar”, kata Pak Zein.
Mobil Pak Zen mulai bergerak meninggalkan hotel mengarah ke Ternate Landmark. Suasana sekitar Landmark cukup ramai oleh mahasiswa yang menggalang dana untuk korban gempa di Halmahera Selatan. Mobil melaju pelan sampai ke sebuah lokasi kuliner yang sangat ramai. Mobil dan sepeda motor yang parkir sangat banyak. Pak Zein kemudian mengarahkan mobilnya ke ruang kosong yang kebetulan masih tersedia.

Kami turun lalu memilih ikan segar. Saya tidak tahu ikan jenis apa yang dipilihkan oleh Pak Zein. Saya ikut saja. Sebagai orang yang tidak memiliki pengetahuan, ikut pilihan tuan rumah adalah cara yang terbaik dan teraman.
Ikan diberikan kepada tukang yang memegang pisau untuk membersihkan. Saya lihat tukang itu sangat lihai. Ia memainkan pisau besarnya penuh gaya. Cepat dan lainnya ahli kungfu.
Kami kemudian bergerak mencari tempat duduk. Hanya tersisa dua kursi. Pas untuk kami berdua. Kami pun duduk dan berbincang santai tentang banyak hal.
Ternyata cukup lama juga menunggu. Jumlah kursi yang puluhan dan semua terisi menjadi indikasi bahwa warung tenda itu memang sangat laris. Beberapa orang dosen yang kebetulan bertemu saat acara KKN Kebangsaan juga datang ke tempat ini. Saya sempat bertegur sapa dengan mereka.
Setengah jam kemudian ikan bakar datang. Kami berdua pun makan dengan lahap. Sungguh sangat nikmat. Ikannya yang memang nikmat plus kondisi yang sudah lapar. Sebuah perpaduan sempurna. Wajar jika bagian demi bagian ikan kami makan hingga tinggal tersisa tulang belulangnya saja.

Malam telah larut. Saya merasa cukup capek dan ngantuk setelah seharian menjalankan aktivitas. Pak Zein mengantar saya ke hotel dan berjanji menjemput saya esok paginya jam 10.00 WIT.
Sabtu 20 Juli 2019. Belum sampai jam 10.00 WIT pintu kamar saya sudah diketuk. Ternyata Pak Zein. Padahal saya belum selesai berkemas. Beliau menunggu sampai saya selesai lalu mengantar saya check out.
Agenda pertama setelah keluar hotel adalah ke Bandara Sultan Babullah untuk mengambil SPPD. Panitia menunggu di dekat pintu keberangkatan. Setelah urusan SPPD selesai, Pak Zein mengajak saya menyusuri Kota Ternate. Tujuan pertama adalah Batu Angus. Di tempat ini terdapat batu-batu bekas lahar yang sangat eksotik. Warnanya hitam kelam. Beberapa di antaranya menyerupai makhluk hidup.
Menurut Pak Zein, batu-batu yang ada di lokasi tersebut dulunya sangat banyak dan memenuhi hampir seluruh lokasi. Penduduk sekitar mengambilnya untuk kepentingan tertentu, seperti fondasi bangunan. Seiring waktu, pemerintah kemudian melarangnya. Kini, Batu Angus menjadi lokasi wisata yang cukup khas jika kita berkunjung ke Ternate.
Lokasi Batu Angus cukup luas. Saya tidak tahu secara pasti. Terdapat jalan yang cukup untuk satu mobil menuju bibir pantai. Tempat di mana kita bisa berfoto dengan latar pantai dan tulisan Batu Angus. Saat sampai di lokasi, saya bertemu tiga orang dosen dari UIN Raden Intan Lampung. Kami saling sapa, berfoto bersama, lalu berjalan mengelilingi beberapa bagian dari Batu Angus.
Setelah cukup, perjalanan kami lanjutkan. Tujuan selanjutnya adalah Danau Tolire. Jaraknya sekitar 5 KM dari Batu Angus. Perjalanan secara umum lancar.

Danau ini sungguh indah. Mirip lobang besar yang kelihatannya sangat dalam. Saya melihat danau ini dari tepian. Ada banyak cerita dan mitos terkait danau ini. Salah satunya adalah danau ini dihuni oleh seekor buaya putih.
Pak Zein menjelaskan bahwa ada pendapat yang menyatakan jika dulunya danau ini merupakan sebuah kampung. Seluruh penduduknya melakukan maksiat. Tuhan pun murka. Kampung itu ditenggelamkan dan jadilah Danau Tolire itu.
Usai menikmati danau dan berfoto, Pak Zein mengajak saya menikmati kelapa muda. Di bibir Telaga Tolire ada beberapa warung yang menyediakan kelapa muda dan makanan ringan. Saya menikmati kelapa muda yang disajikan. Rasanya nikmat sekali. Menghilangkan dahaga di siang hari yang cukup terik.
Jarum jam menunjukkan pukul 11.30. Kami beranjak pergi. Pak Zein mengarahkan mobilnya ke arah kiri. “Kita akan mengelilingi pulau ini”, kata beliau.
Perjalanan naik turun gunung di pinggir pantai sungguh mengasyikkan. Kampung demi kampung kami lewati. Beberapa tempat penting dijelaskan oleh Pak Zein. Seandainya waktu memungkinkan, sesungguhnya saya ingin ziarah ke makam Sultan Babullah. Tetapi kata Pak Zein waktunya tidak memungkinkan. Kuatir ketinggalan pesawat.
Pukul 12.30 kami sampai di Kesultanan Ternate. Pintu depan kesultanan terkunci. Pak Zein mengarahkan mobil ke belakang kesultanan dan masuk melalui pintu belakang. Sayang sekali, penjaga bilang bahwa hari itu istana tidak bisa dikunjungi tamu. Maka tidak ada pilihan lagi selain meninggalkan kesultanan untuk menuju Bandara Babullah Ternate.
Begitulah, perjalanan saya ke Ternate menjadi indah karena persahabatan. Sungguh, silaturrahmi membuat segala sesuatunya semakin mudah. Banyak teman banyak kemudahan. Semoga.
Ternate—Makassar, 20 Juli 2019

3 komentar:

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.