Ngainun
Naim
Saya sungguh beruntung
memiliki kolega di IAIN Ternate. Saat saya di Ternate untuk kepentingan KKN
Kebangsaan, mereka siap menyambut saya dan mengajak jalan-jalan ke beberapa
tempat. Jika bukan karena silaturrahmi, tentu saja hal semacam ini sulit
terjadi.
Sosok yang sangat berperan
dalam kunjungan saya ke Ternate pada 18-20 Juli 2019 adalah Dr. Muhammad Zein,
M.Pd. Beliau adalah Ketua Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) IAIN Ternate. Saya
mengenal beliau saat workshop “Writing and Editing” di Hotel Jolin Makassar
beberapa waktu lalu.
Saat saya kirim WA bahwa
tanggal 18-20 Juli 2019 saya ada agenda di Ternate, Pak Zein langsung bergerak.
Beliau mengordinir kawan-kawan dosen IAIN Ternate untuk mengikuti workshop
menulis. Saya sendiri tidak tahu persis bagaimana konsep acaranya. Di WA beliau
bilang akan mengumpulkan sekitar 10 orang saja. Saya setuju saja. Berbagi soal
menulis selalu membahagiakan.
Begitulah. Meskipun mendadak,
workshop bisa terselenggara dengan baik. Saya tidak menduga jika pesertanya
melonjak dari sisi jumlah. Juga konsep acaranya yang cukup formal karena
diadakan di Lantai 2 Pascasarjana IAIN Ternate. Bayangan awal, acara hanya
diskusi ringan sambil makan dan minum. Secara umum—kata Pak Zein—respon peserta
cukup bagus. Mereka bersemangat untuk menulis.
Jumat sore tanggal 19 Juli
2019 pukul 19.00 WIT Pak Dr. Muhammad Zein mengirim pesan WA. Beliau bertanya apakah
saya sudah sampai hotel. Saya jawab bahwa saya sudah sampai dari acara di Kota
Tidore Kepulauan. Beliau menawarkan untuk makan malam bersama.
Pukul 20.00 WIT Pak Zein
datang menjemput ke Hotel Emerald tempat saya menginap. Setelah berbincang
sejenak, beliau mengajak saya keluar. “Kita makan malam dengan menu ikar
bakar”, kata Pak Zein.
Mobil Pak Zen mulai bergerak
meninggalkan hotel mengarah ke Ternate Landmark. Suasana sekitar Landmark cukup
ramai oleh mahasiswa yang menggalang dana untuk korban gempa di Halmahera
Selatan. Mobil melaju pelan sampai ke sebuah lokasi kuliner yang sangat ramai.
Mobil dan sepeda motor yang parkir sangat banyak. Pak Zein kemudian mengarahkan
mobilnya ke ruang kosong yang kebetulan masih tersedia.
Kami turun lalu memilih ikan
segar. Saya tidak tahu ikan jenis apa yang dipilihkan oleh Pak Zein. Saya ikut
saja. Sebagai orang yang tidak memiliki pengetahuan, ikut pilihan tuan rumah
adalah cara yang terbaik dan teraman.
Ikan diberikan kepada tukang
yang memegang pisau untuk membersihkan. Saya lihat tukang itu sangat lihai. Ia
memainkan pisau besarnya penuh gaya. Cepat dan lainnya ahli kungfu.
Kami kemudian bergerak mencari
tempat duduk. Hanya tersisa dua kursi. Pas untuk kami berdua. Kami pun duduk
dan berbincang santai tentang banyak hal.
Ternyata cukup lama juga
menunggu. Jumlah kursi yang puluhan dan semua terisi menjadi indikasi bahwa
warung tenda itu memang sangat laris. Beberapa orang dosen yang kebetulan
bertemu saat acara KKN Kebangsaan juga datang ke tempat ini. Saya sempat
bertegur sapa dengan mereka.
Setengah jam kemudian ikan
bakar datang. Kami berdua pun makan dengan lahap. Sungguh sangat nikmat.
Ikannya yang memang nikmat plus kondisi yang sudah lapar. Sebuah perpaduan
sempurna. Wajar jika bagian demi bagian ikan kami makan hingga tinggal tersisa
tulang belulangnya saja.
Malam telah larut. Saya merasa
cukup capek dan ngantuk setelah seharian menjalankan aktivitas. Pak Zein
mengantar saya ke hotel dan berjanji menjemput saya esok paginya jam 10.00 WIT.
Sabtu 20 Juli 2019. Belum
sampai jam 10.00 WIT pintu kamar saya sudah diketuk. Ternyata Pak Zein. Padahal
saya belum selesai berkemas. Beliau menunggu sampai saya selesai lalu mengantar
saya check out.
Agenda pertama setelah keluar
hotel adalah ke Bandara Sultan Babullah untuk mengambil SPPD. Panitia menunggu
di dekat pintu keberangkatan. Setelah urusan SPPD selesai, Pak Zein mengajak
saya menyusuri Kota Ternate. Tujuan pertama adalah Batu Angus. Di tempat ini
terdapat batu-batu bekas lahar yang sangat eksotik. Warnanya hitam kelam.
Beberapa di antaranya menyerupai makhluk hidup.
Menurut Pak Zein, batu-batu
yang ada di lokasi tersebut dulunya sangat banyak dan memenuhi hampir seluruh
lokasi. Penduduk sekitar mengambilnya untuk kepentingan tertentu, seperti
fondasi bangunan. Seiring waktu, pemerintah kemudian melarangnya. Kini, Batu
Angus menjadi lokasi wisata yang cukup khas jika kita berkunjung ke Ternate.
Lokasi Batu Angus cukup luas.
Saya tidak tahu secara pasti. Terdapat jalan yang cukup untuk satu mobil menuju
bibir pantai. Tempat di mana kita bisa berfoto dengan latar pantai dan tulisan
Batu Angus. Saat sampai di lokasi, saya bertemu tiga orang dosen dari UIN Raden
Intan Lampung. Kami saling sapa, berfoto bersama, lalu berjalan mengelilingi
beberapa bagian dari Batu Angus.
Setelah cukup, perjalanan kami
lanjutkan. Tujuan selanjutnya adalah Danau Tolire. Jaraknya sekitar 5 KM dari
Batu Angus. Perjalanan secara umum lancar.
Danau ini sungguh indah. Mirip
lobang besar yang kelihatannya sangat dalam. Saya melihat danau ini dari
tepian. Ada banyak cerita dan mitos terkait danau ini. Salah satunya adalah
danau ini dihuni oleh seekor buaya putih.
Pak Zein menjelaskan bahwa ada
pendapat yang menyatakan jika dulunya danau ini merupakan sebuah kampung.
Seluruh penduduknya melakukan maksiat. Tuhan pun murka. Kampung itu
ditenggelamkan dan jadilah Danau Tolire itu.
Usai menikmati danau dan
berfoto, Pak Zein mengajak saya menikmati kelapa muda. Di bibir Telaga Tolire
ada beberapa warung yang menyediakan kelapa muda dan makanan ringan. Saya
menikmati kelapa muda yang disajikan. Rasanya nikmat sekali. Menghilangkan
dahaga di siang hari yang cukup terik.
Jarum jam menunjukkan pukul
11.30. Kami beranjak pergi. Pak Zein mengarahkan mobilnya ke arah kiri. “Kita
akan mengelilingi pulau ini”, kata beliau.
Perjalanan naik turun gunung
di pinggir pantai sungguh mengasyikkan. Kampung demi kampung kami lewati. Beberapa
tempat penting dijelaskan oleh Pak Zein. Seandainya waktu memungkinkan,
sesungguhnya saya ingin ziarah ke makam Sultan Babullah. Tetapi kata Pak Zein
waktunya tidak memungkinkan. Kuatir ketinggalan pesawat.
Pukul 12.30 kami sampai di
Kesultanan Ternate. Pintu depan kesultanan terkunci. Pak Zein mengarahkan mobil
ke belakang kesultanan dan masuk melalui pintu belakang. Sayang sekali, penjaga
bilang bahwa hari itu istana tidak bisa dikunjungi tamu. Maka tidak ada pilihan
lagi selain meninggalkan kesultanan untuk menuju Bandara Babullah Ternate.
Begitulah, perjalanan saya ke
Ternate menjadi indah karena persahabatan. Sungguh, silaturrahmi membuat segala
sesuatunya semakin mudah. Banyak teman banyak kemudahan. Semoga.
Ternate—Makassar, 20 Juli 2019
Mantap skali..kenangan yg tak terlupakan pak Ngainun..😁😊😇👍
BalasHapusTerima kasih untuk semuanya ya Pak Zain
HapusSemangat terus
BalasHapus