Oleh Ngainun Naim
Judul tulisan ini
terinspirasi dari sebuah bacaan yang sudah tidak terlacak lagi. Jujur harus
saya tulis kalau saya lupa dari buku apa saya membacanya. Lupa semuanyalah,
baik judul, penulis, atau penerbitnya. Entahlah, saya tidak ingat sama sekali. Apa
yang saya ingat hanyalah inti ceritanya saja. Karena itu, isi cerita di tulisan
ini pun murni hanya berdasarkan ingatan yang saya kembangkan sesuai kepentingan
alur cerita.
Saya terdorong
untuk membagi cerita ini ke teman-teman sekalian dalam bentuk tulisan karena
cerita ini tiba-tiba muncul dalam ingatan saat saya mengisi ceramah di Lembaga
Pemasyarakatan Tulungagung pada selasa sore, 12 Agustus 2014. Ceritanya, hari
selasa itu saya mendapatkan jadwal sebagai penceramah di Lembaga Pemasyarakatan
Tulungagung. Kampus tempat saya mengabdi, yaitu IAIN Tulungagung, telah
menjalin kerjasama dalam bentuk pembinaan bidang sosial keagamaan dan hukum.
Walaupun sudah beberapa tahun, tetapi baru kali ini saya bisa mengisinya. Dulu
juga sudah pernah ditawari, tetapi selalu saja ada penyebab untuk tidak bisa
mengisinya. Tahun ini saya bertekad untuk bisa mengisinya sekaligus mengambil
banyak pelajaran hidup di dalamnya. Alhamdulillah, keinginan tersebut bisa
terwujud.
Topik yang saya
sampaikan adalah ”Halal Bihalal”. Tentu saja, saya menyelipkan berbagai hikmah,
cerita, dan humor supaya ceramah saya tidak kering. Saya sadar sepenuhnya
ceramah saya tidak seperti para mubaligh yang enak dalam menuturkan pokok-pokok
pikirannya. Beberapa teman bilang bahwa kalau saya ceramah tak ubahnya mengisi
kuliah. Kering dan tidak mengalir. Tidak apa-apa karena memang bisanya seperti
itu.
Oh ya, berkaitan
dengan judul tulisan di atas, inti ceritanya adalah seorang ustadz yang
terlibat diskusi dengan seorang penjual sabun. Penjual sabun merupakan orang
sekuler, anti terhadap agama, dan selalu mencari sisi negatif agama. ”Agama itu
tidak ada gunanya Pak Ustadz. Sudah ribuan tahun agama hadir di dunia ini,
tetapi yang namanya kejahatan bukannya semakin berkurang tetapi justru semakin
berkembang. Pelaku kejahatan bukan hanya orang awam, tetapi juga orang
berpendidikan tinggi. Bahkan ada juga ahli agama yang melakukannya. Kalau
kondisinya seperti itu berarti agama tidak ada gunanya”, sergah penjual sabun
berapi-api. Ia terus membombardir ustadz dengan pernyataan yang memojokkan
agama.
Ustadz diam saja.
Ia tidak berkomentar sepatah kata pun. Ia mendengarkan dengan cermat dan
menghargai celotehan si penjual sabun dengan sabar. Tampaknya sang ustadz
memahami secara baik kondisi psikologi si penjual sabun.
Karena terus saja
berkicau akhirnya si penjual sabun kelelahan sendiri. ”Sudah mas?”, tanya
ustadz dengan santun. Terengah-engah penjual sabun menganggukkan kepala. Ustadz
tersenyum simpul. Dipandanginya teman yang duduk di depannya dengan penuh
kelembutan. Kebetulan saat mereka berbincang suasana sedang hujan. Di luar ada
beberapa anak bermain di tengah hujan. Tubuhnya basah kuyub dan berlumuran
lumpur. Mereka begitu riang tanpa peduli suasana sekitar.
Sang ustadz
kemudian berkata, ”Sabun itu tidak ada gunanya. Sudah ratusan tahun sejak
ditemukan sampai sekarang ternyata semakin banyak saja orang kotor, dekil, dan berlumuran
lumpur. Lihat anak-anak itu. Terus apa fungsinya sabun?”, tanya sang ustadz.
Si penjual sabun
segera menjawab, ”Anak-anak itu sengaja bermain hujan-hujanan dan lumpur
sehingga tubuhnya kotor. Coba kalau mereka mandi dan menggunakan sabun, pasti
bersih”, sergahnya.
Ustadz tersenyum
simpul. Pelan ia berkata, ”Anda betul. Anak-anak itu, dan juga orang-orang
kotor lainnya disebabkan mereka belum mandi dan menggunakan sabun. Sama dengan
ketidakpercayaan Anda terhadap agama. Orang yang tidak percaya dan tidak
mengamalkan ajaran agama secara baik itu seperti anak-anak di luar itu dan
seperti orang-orang yang kotor lainnya. Jika mereka mau mengamalkan agama
dengan benar, kotoran di jiwa mereka akan luntur. Mereka akan menjadi bersih
seperti orang yang baru mandi memakai sabun”.
Si penjual sabun terdiam. Mulutnya melongo. Tak disangka ia mendapatkan pukulan yang
sedemikian telak.
Berangkat mandi dulu pak... :)
BalasHapuswkwkwkwkwk
Hapussungguh menginspirasi.
BalasHapusAdek JAka@ jangan lupa pakai sabun.
BalasHapusAdjie Gestapa Sltn@ terima kasih.