Oleh Ngainun Naim
Saya suka sekali
membaca status atau tulisan dari orang yang isinya menebarkan energi positif. Salah
seorang dari mereka yang aktif memberikan semangat melalui tulisan-tulisannya
adalah Pak Guru Johan Wahyudi. Pak guru berprestasi dari Sragen Jawa Tengah tersebut
selalu ’menggedor’ semangat saya. Penulis lebih dari 60 judul buku, puluhan
penelitian, dan ribuan artikel ini sering mengajak untuk melakukan berbagai hal
positif. Salah satunya adalah status Pak Johan beberapa waktu lalu yang
mengajak untuk terus berbagi, salah
satunya adalah berbagai melalui tulisan.
Berbagi hal-hal
baik berupa harta, tenaga, atau ilmu (lewat tulisan) Insyaallah akan memberikan
manfaat dan keberkahan kepada kita. Melalui berbagi, kita bisa memberikan
manfaat kepada orang lain. Tidak perlu berpikir berapa besar manfaat yang akan
diperoleh sebab yang terpenting adalah kemauan dan aktivitas untuk berbagi itu
sendiri.
Sesungguhnya berbagi
itu indah diucapkan tetapi sungguh tidak mudah dilakukan. Setidaknya itu yang
saya rasakan. Ada begitu banyak anjuran tentang berbagi tetapi tidak sedikit
yang berhenti menjadikannya sebatas sebagai pengetahuan saja. Indahnya berbagi
hanya sebatas slogan minim amalan.
Saya selalu
merasakan getaran psikologis hebat saat membaca kisah orang-orang yang hidupnya
tercerahkan karena rajin berbagi. Berbagi memang tidak harus dalam bentuk besar
dan monumental. Berbagi dengan hal-hal kecil dan sederhana pun bisa memberikan
manfaat besar, bahkan bisa jadi yang melakukannya pun tidak menyadari.
Sepanjang dilakukan dengan penuh keikhlasan tanpa pretensi tertentu, Insyaallah
akan datang banyak kebaikan yang diberikan oleh Allah.
Ada kisah
mengharukan yang dapat kita ambil sebagai hikmah tentang seorang penjual
gorengan ketela yang selalu menyisihkan bagian yang kecil (karena tidak sesuai
ukuran standar untuk dijual) kepada seorang anak yatim yang setiap sore lewat
di depan tempatnya berjualan. Begitu terus ia melakukannya tanpa pernah memiliki
pretensi apa pun. Ia melakukannya sebagai hal biasa layaknya melayani
pembelinya. Saat si anak yatim tidak lagi datang ia pun juga tidak
memedulikannya. Sampai suatu ketika, bertahun-tahun kemudian, datang seorang
pemuda necis dengan mobil mewah yang diparkir di dekatnya berjualan. Si pemuda
tidak membeli gorengan tetapi mengajaknya berbincang. Kebetulan sedang tidak
ada pembeli. Awalnya hanya membincang hal-hal umum, lalu mulai fokus mengajak
pada ingatan penjual gorengan terhadap kebiasaannya memberikan gorengan yang
tidak terjual kepada seorang anak yatim.
”Berkat kebaikan
hati Bapak saya bisa menjalani perubahan hidup yang luar biasa. Saya ingin
mengucapkan terima kasih tak terkira kepada Bapak atas semua kebaikan yang
telah Bapak berikan”, kata si pemuda necis tersebut.
Suasana berubah
menjadi mencekat. Haru. Si pemuda mulai memerah wajahnya. Perlahan bulir-bulir
air mengalir di pipinya yang tertutup kacamata.
Berbagi itu
sesungguhnya tidak akan mengurangi apa yang kita miliki. Justru sebaliknya, apa
yang kita bagi akan kembali kepada kita.
Paragraf di atas
sesungguhnya ideal, tetapi saya sendiri belum mampu menjalankan sepenuhnya.
Saya masih terus belajar menjadi orang yang bisa berbagi sesuai keyakinan dan
kemampuan saya.
Salah satu bentuk
berbagi yang saya usahakan untuk saya jaga adalah berbagi melalui tulisan. Saya
tidak tahu apakah tulisan saya ada manfaatnya atau tidak. Bagi saya, menulis
itu saya niatkan sebagai ibadah. Kalau ada yang membaca dan kemudian mendapatkan
manfaat dari tulisam-tulisan saya, tentu itu harus saya syukuri. Kebahagiaan
seorang penulis di antaranya terjadi saat karyanya diapresiasi dan
menginspirasi pembaca. Jika ini yang terjadi berarti sesuai dengan yang saya
harapkan.
Bagaimana kalau
tidak ada yang membaca? Tidak apa-apa. Itu resiko. Saya tidak akan
nelangsa, apalagi kemudian memutuskan untuk tidak memulis. Itu terlalu
naif. Saya akan biasa saja. Saya tidak akan putus asa. Saya minta doa
teman-teman sekalian agar selalu mendapatkan anugerah dan keberkahan Allah
untuk selalu bisa berbagi melalui menulis.
Berbagi melalui
tulisan semacam ini semoga menjadi perwujudan dari berbagi ilmu. Ilmu yang kita
miliki harus kita bagi. Buat apa memiliki ilmu jika hanya disimpan tanpa
memberi manfaat pada sesama?
Ada banyak media
yang bisa digunakan. Berbagi ilmu itu bukan monopoli guru atau dosen. Semua
orang bisa dan boleh melakukannya sesuai dengan kondisi masing-masing.
Informasi yang
kita peroleh hakikatnya juga ilmu. Jika itu memang bersifat umum, janganlah
kita monopoli. Monopoli dengan menyimpannya karena kuatir orang lain yang
memperoleh rejeki merupakan bentuk kekurangdewasaan. Justru seharusnya dibagi
secara luas agar terjadi kompetisi secara sehat.
Berkaitan dengan
ini, penting merenungkan petuah Gus Mus yang saya temukan di WA dan diunggah
oleh sahabat saya, Dr. Agus Zainul Fitri, M.Pd, dosen IAIN Tulungagung. Gus Mus
mengatakan, ”Jangan kerdilkan dirimu dengan takabur. Jangan sempitkan dadamu
dengan dengki. Dan jangan keruhkan pikiranmu dengan amarah”. Petuah ini
kelihatannya sederhana tetapi sesungguhnya sangat filosofis dam sarat makna.
Banyak orang tahu, paham, dan setuju dengan permyataan tersebut tetapi
perilakunya justru bertolak belakang.
Itulah hidup.
Dinamikanya--jika dicermati--sangat menarik. Justru dari hidup itulah kita
belajar tentang bagaimana memaknai, memperkaya, dan meningkatkan mutu hidup
kita. Salam.
Parakan
Trenggalek, 14 Agustus 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.