Selasa, 19 Desember 2023

Kelepon dan Pentol Kuah

 Ngainun Naim

https://cookpad.com/id/resep/15472560-kelepon-martapura

 

Mobil melambat lalu berhenti di perempatan karena lampu lalu lintas berwarna merah. Datuk Rasyid menurunkan kaca. Seorang pedagang mendekat.

 

"Sepuluh ribu tiga ya", kata Datuk Rasyid.

 

Tidak ada tawar-menawar. Datuk Rasyid memberikan uang, pedagang segera membungkus dagangannya dalam plastik lalu diserahkan.

 

Lampu menyala hijau. Mobil kembali melaju. Kali ini tujuannya ke makam Sheikh Arsyad Al-Banjari.

 

Datuk Rasyid bercerita kalau makanan yang baru dibeli merupakan makanan khas Sekumpul. Makanan itu dijajakan di pinggir jalan. Juga di tempat-tempat penjualan tertentu.

 

"Belum lengkap ke Banjar jika belum mencicipi kelepon", kata Datuk Rasyid.

 

Makanan kami bagi. Kawan-kawan mencicipinya. Demikian juga saya. Mirip dengan kelepon di Jawa. Hanya ukurannya lebih mini.

 

Kelepon ini memang khas. Semboyannya ”pecah di ilat”. Ketika digigit, kandungan gula merah akan pecah. Rasanya unik, manis, dan khas.

 


Belanja pentol kuah di sekitar Kubah Sekumpul

 

Sore menjelang shalat ashar dan usai ziarah ke Kubah Sekumpul, kawan-kawan membeli pentol. Posisi dagangan di pinggir jalan dekat gerbang mushola Guru Sekumpul. Penjualnya masih muda. Sekira dua puluh lima tahun.

 

Saya sendiri tidak tahu secara pasti. Maklum, saya tidak mendekat. Hanya mengamati dari jauh.

 

Diskusi menu

 

Ada cerita menarik dari teman-teman. Usut punya usut ternyata penjual pentol kuah itu dari Bangkalan. Ini menarik. Orang Tulungagung, beli pentol kuah pedas di Martapura, dan penjualnya orang Bangkalan Madura. Sebuah relasi yang unik.

 

Bayangkan, jauh-jauh ke Martapura sekadar beli pentol kuah. Ketemu penjual yang orang Madura. Namun ini menariknya lagi yaitu kalau di kampus Tulungagung, beli pentol bisa menurunkan marwah. Masak mau saingan sama mahasiswa?

 

BISN Banjarmasin. 16_12_2023





4 komentar:

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.