Sabtu, 02 Mei 2020

Manfaat Memiliki Sahabat


Ngainun Naim

Tulisan ini memang bukan tulisan ilmiah yang dibungkus teori rumit. Saya sesungguhnya menyukai juga jenis tulisan semacam itu. Profesi sebagai dosen mengharuskan saya membuat tulisan semacam itu untuk berbagai kepentingan akademis. Tetapi tulisan semacam itu biasanya saya buat dalam bentuk artikel jurnal, makalah seminar, atau buku. Sementara untuk catatan yang saya unggah di jejaring sosial (blog atau fb), jenis tulisan sederhana dan ringan yang saya buat.

Tema tentang sahabat kembali saya tulis karena saya merasakan betul besarnya manfaat bersahabat. Bersahabat membuat saya selalu merasa ada orang yang bisa menjadi tempat untuk bertemu, saling cerita, dan banyak manfaat yang lainnya. Kehadiran mereka membuat saya merasa menjadi bagian dari persaudaraan dalam maknanya yang luas.
Bersama Adam Heru Darminto


Suatu ketika, beberapa tahun lalu, seorang sahabat yang dulu satu kamar saat kuliah di IAIN Sunan Ampel Surabaya mengirim SMS dan juga telepon menanyakan jalan menuju Waduk Wonorejo Tulungagung. Sahabat tersebut adalah Ahmad Muthi’ Jailani. Saya pun memberikan petunjuk sejelas mungkin dan berharap dia bisa menuju lokasi dengan lancar. Alhamdulillah, malam harinya dia SMS kalau perjalanan lancar dan minta maaf tidak sempat mampir ke rumah saya. Bisa membantu sahabat, walaupun hanya tentang sebuah lokasi, membuat saya cukup bahagia. Hal ini bermakna bahwa saya masih ”dihitung” oleh sahabat tersebut.

Saat di Bali beberapa tahun lalu, saya bertemu Mas Ahmad Sholeh, teman kuliah di IAIN Sunan Ampel Surabaya. Beliau sekarang menjadi Kepala Kantor Kementerian Agama Bolaang Mongondow Timur, Sulawesi Utara. Selain itu saya juga bertemu dengan Mas Adam Heru Darminto. Dia seorang sarjana hukum dari sebuah universitas di Kediri. Kami dipertemukan dalam kerja di sebuah program pemberdayaan masyarakat pada awal tahun 2000. Perjalanan nasib membuat kami berpisah dan tidak bertemu dalam jangka waktu sekitar 10 tahun. Komunikasi sesungguhnya masih berjalan lancar, khususnya via FB. Dan saat di Bali, saya inbox dia. Alhamdulillah, kami pun bisa bertemu.
 
Bersama Ahmad Sholeh
Ada banyak hal yang kami perbincangkan dalam pertemuan tersebut. Tetapi hal penting yang saya ingat adalah bantuannya yang mengantarkan saya ke tempat oleh-oleh. Seandainya tidak ada Mas Adam Heru, mungkin saya kesulitan untuk mencari tempat mencari oleh-oleh.

Setelah pertemuan itu saya tidak lagi bisa berkomunikasi dengan Mas Adam Heru. Info yang saya peroleh, setelah Bali, beliau pindah ke Jakarta. Suatu ketika beliau terserang stroke. Akhirnya pulang kampung. Sekarang saya tidak lagi mendapatkan informasi tentang beliau. Semoga beliau sehat seperti sedia kala.

Tentu ada banyak lagi kisah persahabatan yang menarik. Prinsip saya sederhana saja, ”Seribu sahabat itu kurang, sementara satu musuh sudah terlalu banyak”. Salam

10 komentar:

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.