Ngainun
Naim
Setiap akhir Ramadhan, Bapak selalu
mengingatkanku untuk berziarah kubur. Aku menjadikan ziarah kubur ini sebagai
ritual rutin setiap tahun. Ditemani adikku yang bungsu, kami ziarah ke lima lokasi.
Empat lokasi merupakan di mana dikuburkan leluhur kami. Dan satu makam
merupakan makam ulama yang sangat kami hormati.
Lokasi pertama adalah makam
Desa Sambidoplang. Di makam ini ada makam kedua orang tua Bapak. Juga ada makam
Mbah Buyut Putri dan beberapa anggota keluarga kami. Jarak makam hanya sekitar
500 meter dari rumah. Biasanya aku menggandeng Bapak dengan sepeda motor.
Lokasi kedua adalah Makam Desa
Sambijajar. Di makam ini ada makam Mbahb Kakung angkat Ibuk. Juga makam
Mbah-mbah lainnya. Makam ini sudah penuh sesak. Belakangan makam Mbah Kakung
terjepit dan kemudian hilang tertumpuk makam-makam yang lebih baru. Meskipun demikian
kami tetap rutin berziarah ke sana.
Lokasi ketiga adalah Makam
Desa Bendiljati Wetan. Di sini dimakamkan Mbah Putri dari Ibuk. Lokasi makam
ada di pinggir sawah dan relatif baru. Jadi makam belum padat.
Rute selanjutnya adalah menuju
Makam Lakalung Ngunut. Makam yang ada di pinggir Sungai Brantas ini adalah
lokasi dikuburnya Mbah Kakung dari Ibuk, Pak Dhe dan keluarga lainnya dari
Ngunut. Sama seperti Sambijajar, makam ini juga sudah sangat padat.
Setelah itu kami mengakhiri
ziarah ke makam ulama yang merupakan pendiri Pondok Pesantren Hidayatul
Mubtadiin Ngunut, yaitu KHM Ali Shodiq Umman. Beliau merupakan ulama besar yang
sangat dihormati. Bapak selalu mengajak kami untuk berdoa, tabarrukan.
Apakah setelah itu kami
langsung pulang? Biasanya tidak. Satu hal yang saya harus tiru dari Bapak
adalah semangatnya silaturrahim. Beliau sangat suka mengunjungi para
sahabatnya, kenalannya, dan siapa saja yang beliau ingat. Tidak terhitung berapa
puluh kali saya mendampingi beliau menemui para koleganya.
Bapak bukan orang yang suka
berlama-lama jika berkunjung. Paling lama setengah jam. Aspek yang sering
beliau sampaikan adalah kepastian bagaimana kabar yang kita kunjungi. Padahal jika
di rumah beliau betah berjam-jam “jagongan” dengan para tamunya.
Tahun ini saya tidak bisa lagi
menjalankan tradisi ziarah ini. Pertama karena musim pandemi sehingga saya
hanya ziarah ke Makam Desa Sambidoplang saja. Kedua karena Bapak sendiri telah
berpulang. Bapak meninggalkan kami semua pada hari Senin 11 Mei 2020 jam 11.30.
Semoga beliau khusnul khotimah. Kami anak-anaknya akan berusaha meneladani sisi
kebajikan beliau semampu kami. Amin.
sangat inspiratif prof.... teladan yg baik....
BalasHapusAmin. Matur suwun.
HapusMenginsipirasi
BalasHapusMatur suwun.
HapusSmoga menjadi barokah aamiiin
BalasHapusAmin Ya Allah.
HapusSebuah teladan yang patut dicontoh oleh penerusnya pak. Sungguh sangat menginspirasi! Mengingatkan juga satu pada sosok bapak saya di kampung!
BalasHapusTerima kasih Mas
HapusMatursuwun pak, damel conto kedah ziaroh kubur kaleh silaturohmi kersane sambung...
BalasHapusAmin.
HapusSemoga beliau diampuni segala khilaf dan dosa serta mendapat tempat yang mulia di sisi-Nya
BalasHapusAmin.
HapusSangat menginspirasi bapak dan patut untuk dicontoh
BalasHapusTerima kasih
HapusAmin.. Amin..
BalasHapusAmin
HapusKagem ayahanda Bapak doktor dan bapak saya lahumul Fatihah
BalasHapusAmin.
HapusAamiin. Mari kita doakan ortu yg sdh meninggal
BalasHapusTerima kasih Omjay
HapusSekali lagi saya mengucapkan bela sungkawa atas wafatnya Abah panjenengan,Mugi dipun sepunten sedoyo kalepatanipun, dipun tampi sedoyo amal saenipun lan dipun panggenaken wonten swarganipun Alloh SWT
BalasHapusAmin. Terima kasih.
HapusAamiin.
BalasHapusMasyaallah sngt menginspirasi 🙏🙏
Amin.
HapusTerimakasih pelajaran hidup yg di tuliskan sangat menginspirasi
BalasHapusSama-sama
HapusSemoga barokah pak🙏
BalasHapusAmin.
HapusLahul fatihah....
BalasHapusAamiinnn
Hapus