Kamis, 14 Mei 2020

Bapak dan Tradisi Ziarah Kubur


Ngainun Naim
 
Aku dan Bapak
Setiap akhir Ramadhan, Bapak selalu mengingatkanku untuk berziarah kubur. Aku menjadikan ziarah kubur ini sebagai ritual rutin setiap tahun. Ditemani adikku yang bungsu, kami ziarah ke lima lokasi. Empat lokasi merupakan di mana dikuburkan leluhur kami. Dan satu makam merupakan makam ulama yang sangat kami hormati.
Lokasi pertama adalah makam Desa Sambidoplang. Di makam ini ada makam kedua orang tua Bapak. Juga ada makam Mbah Buyut Putri dan beberapa anggota keluarga kami. Jarak makam hanya sekitar 500 meter dari rumah. Biasanya aku menggandeng Bapak dengan sepeda motor.
Lokasi kedua adalah Makam Desa Sambijajar. Di makam ini ada makam Mbahb Kakung angkat Ibuk. Juga makam Mbah-mbah lainnya. Makam ini sudah penuh sesak. Belakangan makam Mbah Kakung terjepit dan kemudian hilang tertumpuk makam-makam yang lebih baru. Meskipun demikian kami tetap rutin berziarah ke sana.
Lokasi ketiga adalah Makam Desa Bendiljati Wetan. Di sini dimakamkan Mbah Putri dari Ibuk. Lokasi makam ada di pinggir sawah dan relatif baru. Jadi makam belum padat.
Rute selanjutnya adalah menuju Makam Lakalung Ngunut. Makam yang ada di pinggir Sungai Brantas ini adalah lokasi dikuburnya Mbah Kakung dari Ibuk, Pak Dhe dan keluarga lainnya dari Ngunut. Sama seperti Sambijajar, makam ini juga sudah sangat padat.
Setelah itu kami mengakhiri ziarah ke makam ulama yang merupakan pendiri Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Ngunut, yaitu KHM Ali Shodiq Umman. Beliau merupakan ulama besar yang sangat dihormati. Bapak selalu mengajak kami untuk berdoa, tabarrukan.
Apakah setelah itu kami langsung pulang? Biasanya tidak. Satu hal yang saya harus tiru dari Bapak adalah semangatnya silaturrahim. Beliau sangat suka mengunjungi para sahabatnya, kenalannya, dan siapa saja yang beliau ingat. Tidak terhitung berapa puluh kali saya mendampingi beliau menemui para koleganya.
Bapak bukan orang yang suka berlama-lama jika berkunjung. Paling lama setengah jam. Aspek yang sering beliau sampaikan adalah kepastian bagaimana kabar yang kita kunjungi. Padahal jika di rumah beliau betah berjam-jam “jagongan” dengan para tamunya.
Tahun ini saya tidak bisa lagi menjalankan tradisi ziarah ini. Pertama karena musim pandemi sehingga saya hanya ziarah ke Makam Desa Sambidoplang saja. Kedua karena Bapak sendiri telah berpulang. Bapak meninggalkan kami semua pada hari Senin 11 Mei 2020 jam 11.30. Semoga beliau khusnul khotimah. Kami anak-anaknya akan berusaha meneladani sisi kebajikan beliau semampu kami. Amin.

Sambidoplang, 14 Mei 2020

30 komentar:

  1. sangat inspiratif prof.... teladan yg baik....

    BalasHapus
  2. Sebuah teladan yang patut dicontoh oleh penerusnya pak. Sungguh sangat menginspirasi! Mengingatkan juga satu pada sosok bapak saya di kampung!

    BalasHapus
  3. Matursuwun pak, damel conto kedah ziaroh kubur kaleh silaturohmi kersane sambung...

    BalasHapus
  4. Semoga beliau diampuni segala khilaf dan dosa serta mendapat tempat yang mulia di sisi-Nya

    BalasHapus
  5. Sangat menginspirasi bapak dan patut untuk dicontoh

    BalasHapus
  6. Kagem ayahanda Bapak doktor dan bapak saya lahumul Fatihah

    BalasHapus
  7. Aamiin. Mari kita doakan ortu yg sdh meninggal

    BalasHapus
  8. Sekali lagi saya mengucapkan bela sungkawa atas wafatnya Abah panjenengan,Mugi dipun sepunten sedoyo kalepatanipun, dipun tampi sedoyo amal saenipun lan dipun panggenaken wonten swarganipun Alloh SWT

    BalasHapus
  9. Aamiin.

    Masyaallah sngt menginspirasi 🙏🙏

    BalasHapus
  10. Terimakasih pelajaran hidup yg di tuliskan sangat menginspirasi

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.