Jumat, 13 Desember 2019

Makhluk Utama dan Aktualisasinya


Ngainun Naim
Foto bersama usai pengajian

Bertemu sesama orang Indonesia di Brunei Darussalam sungguh merupakan hal yang sangat membahagiakan. Kami bisa berdiskusi, berbincang, dan bercerita tentang tanah air. Ada kerinduan, persaudaraan, dan merasa menjadi bagian dari warga negara yang saling menguatkan.
Rabo sore, 11 Desember 2019, Dr. Ahmad Yani—anggota rombongan yang juga Ketua LP2M IAIN Cirebon—menyampaikan bahwa kita yang sedang berada di Brunei mendapatkan undangan dari “Forum Kerukunan Komunitas Cirebon (FORKOCI)” DPWK Brunei. Acaranya adalah silaturrahim dengan Pengurus MUI Pusat. Acara dilaksanakan pada pukul 08.00 PM. Lokasi acara di No. 3 Simpang 66 Jalan Kg Bengkurong Depan Sekolah Ugama.
Tentu saja, tawaran ini disambut baik oleh kawan-kawan. Selain Kamarusdiana yang harus istirahat karena sakit radangnya kambuh, kami bertujuh bersepakat untuk mengikuti acara. Dijemput oleh panitia, kami menuju lokasi.
Sampai di lokasi sudah ada pengurus MUI Pusat. Duduk dengan penuh wibawa adalah KH Abdusshomad Bukhori yang juga merupakan Ketua MUI Jawa Timur. Beliau hadir ke Brunei Darussalam bersama beberapa pengurus lainnya.
Malam itu kami laiknya ada di Indonesia. Ya, malam itu, KH Abdushomad Bukhori memberikan wejangan kepada kami dan warga Indonesia yang sedang berada di Brunei Darussalam. Topiknya adalah tentang manusia sebagai makhluk utama.
Menurut KH Abdusshomad Bukhori, salah satu indikator bahwa manusia merupakan makhluk yang terbaik adalah manusia itu memiliki fisik yang sempurna. Kesempurnaan fisik ini berimplikasi pada kewajiban ibadah bagi manusia. Karena itu, kesempurnaan fisik saja tidak cukup. Manusia harus ibadah sebagai manifestasi dari iman dan takwa.
Manusia juga memiliki dimensi jiwa dan rokhani. Dimensi ini membuat manusia memiliki akal, nafsu, rasio, perasaan, kemauan, budaya, dan seterusnya. Aspek-aspek dalam dimensi jiwa dan rokhani ini tidak dimiliki oleh makhluk lain. Kepemilikan terhadap aspek inilah yang membuat manusia menjadi pemimpin atau khalifah.
Menurut KH Abdusshomad, akal itu lebih tinggi daripada rasio. Orang yang berusaha merasionalkan ajaran agama, padahal rasionya tidak mampu melakukannya, berakibat pada pemahaman agama yang sekuler dan liberal. Memang, beliau mengakui bahwa rasio itu kunci kemajuan. Negara-negara yang maju merupakan negara yang mendayagunakan rasionya untuk kemajuan hidup. Namun rasio yang tidak diikuti dengan iman dan takwa justru membahayakan kehidupan.
Pentingnya akal dan landasan iman-takwa didasarkan pada kenyataan bahwa bumi sekarang ini semakin banyak kerusakan. Padahal, manusia sebagai khalifah seharusnya mengelola bumi ini dengan baik. Karena itulah seharusnya manusia memiliki skill yang baik. Pada titik inilah jiwa rohani yang dimiliki oleh manusia memiliki fungsi untuk membawa kemajuan manusia.
Kehidupan ini semakin hari semakin rumit. Ada begitu banyak tantangan yang harus kita hadapi. Bagaimana pun kondisinya, KH Abdusshomad mengajak kita sebagai umat Islam untuk tidak putus asa. Semua masalah pasti ada solusinya. Namun jangan lupa kepada Allah sebagai tempat bersandar.
Pada sisi yang lain KH Abdusshomad menjelaskan tentang nafsu. Menurut beliau, ilmu itu kalau dikendalikan oleh nafsu bisa berbahaya. Bicara tentang sedekah tetapi sebatas teori. Perilakunya justru pelit. Bicara tentang ibadah tetapi bukan karena Allah tetapi karena orientasi material. Karena itulah kita harus mengelola nafsu agar hal-hal baik yang kita lakukan tidak kehilangan nilai ibadah.
Acara berlangsung sampai hampir jam 10.00 malam. Ada suasana akrab di antara para jamaah. Ini pertemuan yang sungguh menggembirakan. Ada ilmu. Dapat banyak saudara. Semoga barakah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.