Ngainun Naim
Foto bersama usai pengajian
Bertemu
sesama
orang Indonesia di Brunei Darussalam sungguh merupakan hal yang sangat membahagiakan.
Kami bisa berdiskusi, berbincang, dan bercerita tentang tanah air. Ada
kerinduan, persaudaraan, dan merasa menjadi bagian dari warga negara yang
saling menguatkan.
Rabo sore, 11 Desember
2019, Dr. Ahmad Yani—anggota rombongan yang juga Ketua LP2M IAIN Cirebon—menyampaikan
bahwa kita yang sedang berada di Brunei mendapatkan undangan dari “Forum
Kerukunan Komunitas Cirebon (FORKOCI)” DPWK Brunei. Acaranya adalah
silaturrahim dengan Pengurus MUI Pusat. Acara dilaksanakan pada pukul 08.00 PM.
Lokasi acara di No. 3 Simpang 66 Jalan Kg Bengkurong Depan Sekolah Ugama.
Tentu saja, tawaran ini
disambut baik oleh kawan-kawan. Selain Kamarusdiana yang harus istirahat karena
sakit radangnya kambuh, kami bertujuh bersepakat untuk mengikuti acara.
Dijemput oleh panitia, kami menuju lokasi.
Sampai di lokasi sudah ada
pengurus MUI Pusat. Duduk dengan penuh wibawa adalah KH Abdusshomad Bukhori
yang juga merupakan Ketua MUI Jawa Timur. Beliau hadir ke Brunei Darussalam
bersama beberapa pengurus lainnya.
Malam itu kami laiknya
ada di Indonesia. Ya, malam itu, KH Abdushomad Bukhori memberikan wejangan
kepada kami dan warga Indonesia yang sedang berada di Brunei Darussalam.
Topiknya adalah tentang manusia sebagai makhluk utama.
Menurut KH Abdusshomad
Bukhori, salah satu indikator bahwa manusia merupakan makhluk yang terbaik
adalah manusia itu memiliki fisik yang sempurna. Kesempurnaan fisik ini
berimplikasi pada kewajiban ibadah bagi manusia. Karena itu, kesempurnaan fisik
saja tidak cukup. Manusia harus ibadah sebagai manifestasi dari iman dan takwa.
Manusia juga memiliki dimensi
jiwa dan rokhani. Dimensi ini membuat manusia memiliki akal, nafsu, rasio,
perasaan, kemauan, budaya, dan seterusnya. Aspek-aspek dalam dimensi jiwa dan
rokhani ini tidak dimiliki oleh makhluk lain. Kepemilikan terhadap aspek inilah
yang membuat manusia menjadi pemimpin atau khalifah.
Menurut KH Abdusshomad,
akal itu lebih tinggi daripada rasio. Orang yang berusaha merasionalkan ajaran
agama, padahal rasionya tidak mampu melakukannya, berakibat pada pemahaman
agama yang sekuler dan liberal. Memang, beliau mengakui bahwa rasio itu kunci
kemajuan. Negara-negara yang maju merupakan negara yang mendayagunakan rasionya
untuk kemajuan hidup. Namun rasio yang tidak diikuti dengan iman dan takwa
justru membahayakan kehidupan.
Pentingnya akal dan
landasan iman-takwa didasarkan pada kenyataan bahwa bumi sekarang ini semakin
banyak kerusakan. Padahal, manusia sebagai khalifah
seharusnya mengelola bumi ini dengan baik. Karena itulah seharusnya manusia
memiliki skill yang baik. Pada titik
inilah jiwa rohani yang dimiliki oleh manusia memiliki fungsi untuk membawa
kemajuan manusia.
Kehidupan ini semakin
hari semakin rumit. Ada begitu banyak tantangan yang harus kita hadapi. Bagaimana
pun kondisinya, KH Abdusshomad mengajak kita sebagai umat Islam untuk tidak
putus asa. Semua masalah pasti ada solusinya. Namun jangan lupa kepada Allah
sebagai tempat bersandar.
Pada sisi yang lain KH
Abdusshomad menjelaskan tentang nafsu. Menurut beliau, ilmu itu kalau
dikendalikan oleh nafsu bisa berbahaya. Bicara tentang sedekah tetapi sebatas
teori. Perilakunya justru pelit. Bicara tentang ibadah tetapi bukan karena Allah
tetapi karena orientasi material. Karena itulah kita harus mengelola nafsu agar
hal-hal baik yang kita lakukan tidak kehilangan nilai ibadah.
Acara berlangsung sampai
hampir jam 10.00 malam. Ada suasana akrab di antara para jamaah. Ini pertemuan
yang sungguh menggembirakan. Ada ilmu. Dapat banyak saudara. Semoga barakah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.