Ngainun
Naim
Saya
bukan
penikmat kuliner kelas ekstrem. Ya biasa-biasa saja. Jika ada makanan nikmat
yang menjadi ciri khas sebuah daerah, tentu saya nikmati dengan penuh rasa
syukur. Jika tidak ada, tentu tetap bersyukur atas anugerah Allah atas hidup
saya. Bisa datang ke sebuah daerah saja sudah merupakan nikmat yang luar biasa.
Begitu juga dengan
kehadiran saya bersama teman-teman ke negeri Brunei Darussalam. Sungguh ini
merupakan sebuah hal yang tidak terduga dalam hidup saya. Inilah negeri yang
dulu hampir saya kunjungi untuk menyambung hidup yang saat itu ada di titik
nadir.
Namun Allah menakdirkan
lain. Saat itu—sekitar tahun 1998—saya hampir mendaftar sebagai pekerja ke
negeri itu. Karena satu dan lain hal, saya mengurungkan niat. Kini, semuanya
sangat saya syukuri. Setiap jejak perjalanan hidup, selalu terbuka hikmah yang
sungguh luar biasa.
Selain melaksanakan
aktrivitas akademis, saya juga mengamati kuliner yang ada. Secara umum, kuliner
yang tersedia tidak jauh berbeda dengan rasa Indonesia. Apalagi para pekerja di
beberapa rumah makan yang saya dan teman-teman kunjungi juga banyak orang
Indonesia-nya. Jadi saling melengkapi.
Kuliner khas Brunei
Darussalam yang baru saya ketahui pada hari terakhir saya tinggal di Brunei
Darussalam bernama Ambiyat. Ceritanya, Dr. Ahmad Yani menyampaikan bahwa kami
akan dijamu oleh Ustad Muhammad Hanafi Rustam setelah menjalankan shalat jumat.
Tentu, ini merupakan kebahagiaan tak terkira. Kami semakin banyak saudara. Juga
semakin banyak undangan makan bersama.
Shalat jumat kami laksanakan
di Masjid Al-Asr Hasanah Bolkiah. Sebuah masjid yang sangat besar dan istimewa.
Rasanya sulit melukiskan bagaimana keistimewaan masjid ini.
Kami shalat jumat diantar
Bang Asyim, driver istimewa yang menemani kami selama di Brunei Darussalam. Beliau
banyak bercerita tentang Masjid ini. Juga banyak berkisah hal-ikhwal kehidupan
keagamaan di Brunei Darussalam.
“Nanti malam jam 09.00
saya akan antar ke Bandara ya”, kata Bang Asyim dengan ramah saat mengantarkan
kami pulang dari shalat jumat. Ya, jumat itu adalah hari terakhir. Kami akan
pulang ke Indonesia pada jumat malam. Kembali dengan pesawat Royal Brunei.
Tidak butuh waktu lama,
Ustadz Hanafi datang. Kami pun bersiap menuju rumah makan yang beliau tuju. Sebelum
berangkat, di lobi Hotel Al-Afiah, Ustadz Hanafi berbagi buku kepada kami
semua. Sungguh, ini sebuah keberuntungan. Tanpa disangka, kami mendapatkan
sumber ilmu secara gratis. Ini merupakan hikmah silaturrahim.
“Kita jalan kaki saja ya
karena letak rumah makannya dekat”, ajak Ustad Hanafi.
Beliau kemudian berjalan.
Bersama beliau ada Haji Ahmad, orang Indonesia asal Semarang. Kami pun berjalan
santai sambil berbincang tentang banyak hal.
Tidak jauh. Mungkin hanya
400 meter. Rumah Makan yang kami tuju bernama “Aminah Arif”. Menu utama yang
dipesan oleh Ustadz Hanafi adalah Ambiyat.
Bentuk Ambiyat itu mirip
Papeda, makanan khas Maluku. Terbuat dari tepung sagu. Bening, mirip lem.
Ustadz Hanafi memberikan
contoh bagaimana cara makan Ambiyat. Semacam tutorial. Dengan memggunakan supit
bambu lalu dimasukkan ke Ambiyat, diputar dan kemudian dimasukkan piring.
Terlihat mudah tetapi ternyata sulit saat dipraktikkan. Karena tidak sabar maka
sendok pun bicara. Ambil sendok, masukkan ambiyat lalu angkat dan masukkan
piring. Beres.
Minuman yang saya pesan,
kata Ustadz Hanafi, bernama Haliya. Ini sejenis minuman unik. Campuran antara
jahe, lemon, dan madu. Rasanya mantap.
Terlihat
kawan-kawan—tentu saya juga—begitu antusias menikmati ambiyat. Nyaris tidak ada
sisa. Rupanya kami mengamalkan hadis Nabi untuk mencintai kebersihan. Tidak
boleh ada yang tersisa. Sikat habis.
Kami duduk dalam suasana
perut kekenyangan. Terbayang kemudian kami harus kembali berjalan. Rasanya beda
dengan saat berangkat yang penuh semangat, saat pulang bak nyiur melambai.
Pelan karena kekenyangan.
Kenangan yang indah.
Terima kasih Ustadz Hanafi atas jamuan makan siangnya. Semoga Allah membalasnya
dengan kebajikan. Doakan kami bisa berkunjung kembali, silaturrahim kembali,
melakukan penelitian kembali, ke Brunei Darussalam. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.