Rabu, 08 Januari 2020

Menikmati Kuliner Khas Brunei Darussalam


Ngainun Naim


Saya bukan penikmat kuliner kelas ekstrem. Ya biasa-biasa saja. Jika ada makanan nikmat yang menjadi ciri khas sebuah daerah, tentu saya nikmati dengan penuh rasa syukur. Jika tidak ada, tentu tetap bersyukur atas anugerah Allah atas hidup saya. Bisa datang ke sebuah daerah saja sudah merupakan nikmat yang luar biasa.
Begitu juga dengan kehadiran saya bersama teman-teman ke negeri Brunei Darussalam. Sungguh ini merupakan sebuah hal yang tidak terduga dalam hidup saya. Inilah negeri yang dulu hampir saya kunjungi untuk menyambung hidup yang saat itu ada di titik nadir.
Namun Allah menakdirkan lain. Saat itu—sekitar tahun 1998—saya hampir mendaftar sebagai pekerja ke negeri itu. Karena satu dan lain hal, saya mengurungkan niat. Kini, semuanya sangat saya syukuri. Setiap jejak perjalanan hidup, selalu terbuka hikmah yang sungguh luar biasa.
Selain melaksanakan aktrivitas akademis, saya juga mengamati kuliner yang ada. Secara umum, kuliner yang tersedia tidak jauh berbeda dengan rasa Indonesia. Apalagi para pekerja di beberapa rumah makan yang saya dan teman-teman kunjungi juga banyak orang Indonesia-nya. Jadi saling melengkapi.
Kuliner khas Brunei Darussalam yang baru saya ketahui pada hari terakhir saya tinggal di Brunei Darussalam bernama Ambiyat. Ceritanya, Dr. Ahmad Yani menyampaikan bahwa kami akan dijamu oleh Ustad Muhammad Hanafi Rustam setelah menjalankan shalat jumat. Tentu, ini merupakan kebahagiaan tak terkira. Kami semakin banyak saudara. Juga semakin banyak undangan makan bersama.

Shalat jumat kami laksanakan di Masjid Al-Asr Hasanah Bolkiah. Sebuah masjid yang sangat besar dan istimewa. Rasanya sulit melukiskan bagaimana keistimewaan masjid ini.
Kami shalat jumat diantar Bang Asyim, driver istimewa yang menemani kami selama di Brunei Darussalam. Beliau banyak bercerita tentang Masjid ini. Juga banyak berkisah hal-ikhwal kehidupan keagamaan di Brunei Darussalam.
“Nanti malam jam 09.00 saya akan antar ke Bandara ya”, kata Bang Asyim dengan ramah saat mengantarkan kami pulang dari shalat jumat. Ya, jumat itu adalah hari terakhir. Kami akan pulang ke Indonesia pada jumat malam. Kembali dengan pesawat Royal Brunei.
Tidak butuh waktu lama, Ustadz Hanafi datang. Kami pun bersiap menuju rumah makan yang beliau tuju. Sebelum berangkat, di lobi Hotel Al-Afiah, Ustadz Hanafi berbagi buku kepada kami semua. Sungguh, ini sebuah keberuntungan. Tanpa disangka, kami mendapatkan sumber ilmu secara gratis. Ini merupakan hikmah silaturrahim.
“Kita jalan kaki saja ya karena letak rumah makannya dekat”, ajak Ustad Hanafi.
Beliau kemudian berjalan. Bersama beliau ada Haji Ahmad, orang Indonesia asal Semarang. Kami pun berjalan santai sambil berbincang tentang banyak hal.
Tidak jauh. Mungkin hanya 400 meter. Rumah Makan yang kami tuju bernama “Aminah Arif”. Menu utama yang dipesan oleh Ustadz Hanafi adalah Ambiyat.
Bentuk Ambiyat itu mirip Papeda, makanan khas Maluku. Terbuat dari tepung sagu. Bening, mirip lem.
Ustadz Hanafi memberikan contoh bagaimana cara makan Ambiyat. Semacam tutorial. Dengan memggunakan supit bambu lalu dimasukkan ke Ambiyat, diputar dan kemudian dimasukkan piring. Terlihat mudah tetapi ternyata sulit saat dipraktikkan. Karena tidak sabar maka sendok pun bicara. Ambil sendok, masukkan ambiyat lalu angkat dan masukkan piring. Beres.
Minuman yang saya pesan, kata Ustadz Hanafi, bernama Haliya. Ini sejenis minuman unik. Campuran antara jahe, lemon, dan madu. Rasanya mantap.

Terlihat kawan-kawan—tentu saya juga—begitu antusias menikmati ambiyat. Nyaris tidak ada sisa. Rupanya kami mengamalkan hadis Nabi untuk mencintai kebersihan. Tidak boleh ada yang tersisa. Sikat habis.
Kami duduk dalam suasana perut kekenyangan. Terbayang kemudian kami harus kembali berjalan. Rasanya beda dengan saat berangkat yang penuh semangat, saat pulang bak nyiur melambai. Pelan karena kekenyangan.
Kenangan yang indah. Terima kasih Ustadz Hanafi atas jamuan makan siangnya. Semoga Allah membalasnya dengan kebajikan. Doakan kami bisa berkunjung kembali, silaturrahim kembali, melakukan penelitian kembali, ke Brunei Darussalam. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.