Oleh Ngainun Naim
Tidak pernah terbayangkan jika saya mendapatkan kesempatan
berkunjung ke Banda Aceh. Sungguh ini merupakan sebuah kesempatan sangat
berharga yang harus saya syukuri. Ada begitu banyak hikmah, ilmu dan pelajaran
hidup yang saya peroleh di bumi yang pernah disapu bersih tsunami ini.
Saya datang menghadiri acara pertemuan pengelola jurnal
terakreditasi atas undangan Diktis Kemenag. Acara berlangsung dari tanggal
26-28 April 2017 di Hotel Sultan. Lokasi hotel berjarak sekitar 500 meter dari Masjid
Agung Baiturrahman.
Kamis pagi tanggal 27 April bersama Mas Fauzan dari Jurnal Madania
IAIN Bengkulu, Abdul Qodir Jaelani dari Jurnal Adalah IAIN Raden Intan Lampung, dan
Ahmad Fauzan dari Jurnal Kalam IAIN Raden Intan kami jalan kaki ke Masjid
Baiturrahman. Jalan kaki sambil olahraga sangat menyenangkan. Di beberapa
tempat kami mengambil foto untuk mengabadikan kenangan.
Masjid Baiturrahman merupakan masjid yang sangat bersejarah. Masjid
yang sekarang sedang direnovasi tersebut menjadi saksi bisu bencana tsunami
yang menewaskan ratusan ribu orang tersebut. Bersama kawan-kawan, kami
mengelilingi masjid yang sangat megah tersebut. Kami juga masuk ke dalam masjid
dan mengamati setiap perniknya.
Setelah puas, kami kembali ke hotel. Acara akan segera dimulai.
Berjalan kaki, bersenda gurau dan saling bercerita tentang banyak hal mengakrabkan
kami yang sesungguhnya belum pernah bertemu, kecuali dengan Abdul Qodir
Jaelani.
Sore hari usai acara saya bersama Fauzan Bengkulu kembali
jalan-jalan. Kali ini hanya di sekitar hotel. Kebetulan ada toko oleh-oleh.
Saya memanfaatkan kesempatan untuk sekadar membeli makanan khas Aceh.
Acara penutupan berlangsung jam 11 malam. Setelah menyelesaikan
urusan administrasi, kami berempat kembali jalan-jalan. Sasarannya adalah
merasakan masakan khas Aceh, yaitu sate kambing. Meskipun tidak sempat merasakan
minum kopi di kedai yang melegenda, setidaknya saya pernah mencicipi kuliner
Aceh.
Malam itu saya teringat seorang kolega yang sangat produktif menulis sekaligus penggagas Acehnologi, Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad (KBA). Saya hubungi
dia via WA. Saya kabarkan bahwa saya ada di Aceh dan menginap di Hotel Sultan.
Pagi harinya dia merespon WA saya dan berjanji akan menemui saya.
Tepat pukul 08.45 dia datang. Setelah berbasa-basi dia menawarkan saya
jalan-jalan sekaligus siap mengantarkan ke bandara. Tentu saja ini merupakan
tawaran menarik yang saya terima dengan senang hati.
Setelah check out KBA mengajak saya keliling. Beliau mengajak saya
ke kampus Universitas Syiah Kuala, lalu ke UIN Ar-Raniry. Kami turun di
Fakultas Syariah untuk berfoto. Kampus UIN yang luas dan megah sedang punya
hajat acara PIONIR.
Destinasi selanjutnya adalah berziarah ke makam Syiah Kuala. Ulama
besar Aceh tersebut makamnya persis di bibir pantai. Saat bencana tsunami,
makam tersebut sama sekali tidak tersentuh. Sungguh ini merupakan keagungan
yang tidak terkira.
Di pintu masuk makam kami bertemu Dr Mahrus, Kasi Publikasi yang
menggelar acara di Aceh ini. KBA dan Dr. Mahrus kemudian berbincang, sementara
saya berdoa di makam ulama besar tersebut. Kesempatan luar biasa semacam ini
sungguh sangat menyenangkan.
Acara di Aceh kali ini sungguh sangat mengesankan. Meminjam bahasa
KBA, aspek material spiritualnya terpenuhi. Terima kasih tak terkira untuk KBA
atas persahabatannya yang tulus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.