Ngainun
Naim
Kuliah
S-1 di IAIN Sunan Ampel Surabaya adalah keputusan nekat dalam hidupku. Ekonomi
keluargaku sedang di titik nadir. Ada 4 orang adik yang semuanya sekolah. Bapak
yang guru MI memiliki penghasilan terbatas. Aku sudah membayangkan beratnya
kuliah yang harus aku jalani.
Sulitnya
ekonomi membuatku kuliah dengan segala keterbatasan. Aku benar-benar tirakat.
Kehidupan terasa begitu sulit. Berbagai upaya mendapatkan penghasilan tambahan
aku usahakan. Hasilnya jauh dari harapan.
Jualan
koran pernah kulakoni walau tidak bertahan lama. Mengajar TPQ juga kujalani.
Satu lagi yang tak akan kulupa seumur hidup: jualan susu segar.
Suatu
saat Agus Saroni--teman sekelas--menawariku jualan susu segar. Dia memberikan
gambaran kerjanya. Setelah mempertimbangkan segala sesuatunya, aku menambah
profesiku: bakul susu sapi segar.
Agus
Saroni adalah mentorku jualan susu. Tanpa dia, aku tidak akan merasakan
dinamika hidup yang penuh perjuangan. Bangun jam tiga pagi, pergi antri susu ke
peternak menjelang subuh, salat subuh, lalu berjuang menjajakan susu dari rumah
ke rumah.
Resiko
jualan susu adalah kuliah telat di jam pertama. Jika susu belum habis, aku
terus berjuang menjajakannya. Resikonya, jam pertama acapkali tidak masuk.
Apakah
tidak malu? Dalam kondisi terdesak, malu harus menyingkir. Aku masih punya
cita-cita menjadi sarjana meskipun rasanya jalannya sangat berat. Sungguh
berat.
Kadang
putus asa. Tapi kucoba terus bertahan.
Unik
memang. Jualan susu kami lakukan berdua. Gantian menawarkan.
Sesungguhnya
aku tidak memiliki bakat dalam bidang pemasaran. Bahkan mungkin sampai hari
ini. Tapi saat itu, tidak ada pilihan lagi. Sementara hidup harus terus
berjalan dan mimpi masih ingin kugapai.
Aku
tidak bertahan lama berjualan. Agus lebih tangguh. Dia terus menjalaninya hingga
saat aku terlempar dari kompetisi hidup di kampus yang kini super megah itu.
Aku tidak tahu bagaimana kisah Agus selanjutnya.
Aku
kembali ke kampung halaman karena ekonomi keluarga benar-benar tidak mendukung.
Tidak ada pilihan lagi. Namun demikian aku masih berkomunikasi dengan kawan-kawan kuliahku. Salah satunya adalah Ahmad Muthi' Jailani. Ia benar-benar teman yang telah bertransformasi menjadi saudara.
Bapak
memintaku kuliah di Tulungagung. Kuliahku di IAIN Sunan Ampel Surabaya terputus. Namun
aku masih ingin menjadi sarjana, meskipun godaan menjadi TKI datang
bertubi-tubi. Melihat ekonomi keluarga, aku sudah daftar menjadi TKI ke Brunei
Darussalam. Beruntung aku tidak punya modal untuk berangkat. Usaha meminjam gagal total. Dan itu yang kusyukuri.
Seandainya punya, aku kini tidak menjadi dosen he he he. Kini,
puluhan tahun setelah kisah itu, aku sungguh bersyukur. Sungguh aku tidak
menduga jika jalan hidupku seperti sekarang ini.
Sungguh perjuangan yang hebat. Bukti nyata bahwa proses tidak akan pernah membohongi hasil. Good Jobs tadz. Barakallah
BalasHapusTerima kasih Bu. Sekadar mengabadikan kenangan perjalanan hidup.
HapusLuar biasa Pak...hidup adalah apa yang Anda pikirkan he he Bpk sudah membuktikan
BalasHapusTerima kasih sudah berkenan membaca dan memberikan komentar. Salam.
HapusCatatan penting bukti kita sudah mengukir sejarah hidup kita
BalasHapusInggih Bu Kanjeng. Matur suwun sanget.
HapusPernah merasakan seperti njenengan juga pak. Merelakan kampus yg di Surabaya dan berjuang lagi untuk masuk di kampus yg sekarang :)
BalasHapusSetiap orang memiliki perjalanan hidup yang unik. Saya mensyukurinya.
HapusSubhanalloh sungguh luar biasa sang kholiq menjalankan lakon hidup hambanya
BalasHapusTerima kasih berkenan mengunjungi blog sederhana ini.
HapusInspiratif..semangat pa ngainun..💪💪👍👍😇😇
BalasHapusTerima kasih
HapusSangat menginspirasi bapak... terimakasih
BalasHapusSama-sama
HapusSelayang pandang kisah panjenengan ini sangat inspiratif pak... Jerih payah yang sekarang terbayar sudah... Alhamdulillah...
BalasHapusMatur suwun Mas
HapusSaya selalu mengikuti tulisan2 bapak yang sangat inspiratif, jalan hidup pak Ngainun hampir sama dengan saya, cuma belum tersusun menjadi tulisan
BalasHapusLuar biasa Gus
BalasHapusTerima kasih Mas
HapusSatu yg paling hebat yg dimiliki pak Ngainum ialah "tangguh". Beliau mampu survive dgn itu, jika tidsk, beliau sudah senior TKI Malaysia.
BalasHapusha ha ha. Bisa saja Pak Doktor ini
HapusKehidupan yang luar biasa dan perjuangan yang keren Pak
BalasHapusTerima kasih
HapusMaa syaa Allah...
BalasHapusTerima kasih sudah bermunjung
Hapus