Oleh Ngainun
Naim
Menulis telah menjadi bagian yang tidak terpisah dari aktivitasku
sehari-hari. Di tengah himpitan pekerjaan, aku selalu berjuang untuk
menyisihkan waktu agar bisa menuangkan ide dan gagasan yang menggumpal dalam
otak. Sebuah tulisan kadang lahir melalui berbagai kesempatan. Kadang juga
hanya dengan sekali duduk. Tetapi yang paling mendasar, aku sangat bersyukur
dianugerahi Allah kemampuan menulis. Wujud syukurku, salah satunya, adalah
dengan mengasah kemampuan ini sesering mungkin.
Menekuni dunia menulis telah memberiku banyak pengalaman hidup yang
berharga. Catatan dan artikel yang aku tulis jumlahnya sudah ratusan. Dan dari
tulisan yang kubuat, baik dalam bentuk buku atau bentuk yang lainnya, aku
merasakan kebahagiaan yang luar biasa manakala ada yang meresponnya. Tidak
selalu respon positif karena ada juga yang mengkritiknya. Semuanya aku terima
sebagai bagian dari proses memperkaya jiwa.
Secara personal harus aku akui bahwa aku bahagia manakala tulisanku dibaca
oleh banyak orang. Tulisanku di www.kompasiana.com/ngainun-naim.berbagi misalnya, ada yang
pernah masuk kategori trending article
sehingga lebih dari 400 orang. Memang ini jumlah yang sedikit dibandingkan
dengan artikel teman-teman penulis di Kompasiana yang artikelnya dibaca ribuan,
bahkan ratusan ribu orang. Tetapi aku bersyukur dengan apa yang telah aku
capai. Bahkan sesungguhnya targetku sederhana, yaitu tulisanku pasti ada yang
membaca, minimal diriku sendiri. Soal siapa yang membaca
selain diriku, itu di luar targetku. Biarlah semua mengalir secara natural.
Selain dalam hitungan angka, bukti bahwa tulisanku ada yang membaca adalah
komentar-komentar yang masuk. Bagiku, adanya komentar menunjukkan bahwa mereka
memberikan perhatian. Persoalan membacanya sambil lalu atau membaca dengan
serius, itu tidak masuk dalam perhitunganku.
Aku lebih bahagia lagi manakala tulisanku mampu ’menggerakkan’. Maksudnya,
setelah membaca tulisanku, ada keinginan melakukan transformasi diri dari
pembaca. Misalnya, seorang pembaca dengan penuh semangat menulis bahwa dia
berjuang mati-matian untuk belajar menuangkan ide dalam bentuk tulisan setelah
membaca tulisanku. Ada juga yang bertekad untuk membangun langkah hidup baru
yang lebih baik lagi. Berbagai bentuk respon tersebut menunjukkan bahwa
tulisanku masih ada yang membaca.
Bagaimana jika tulisanku tidak ada yang membaca? Tidak apa-apa. Namun
demikian saya akan bertekad untuk terus menulis. Tugas utama penulis adalah menulis. Persoalan ada yang membaca atau
tidak, itu bukan urusan penulis, tetapi berkaitan dengan banyak faktor. Mohon
doanya agar semangat menulis ini dapat selalu terawat dengan baik. Salam!
Trenggalek, 17 Januari 2014
Ngainun Naim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.