Oleh Ngainun Naim
Semenjak berusaha menulis dan menyebarkan gagasan di media sosial, ada
beberapa teman yang tersemangati untuk menulis. Bagi saya, ini merupakan berkah
yang luar biasa. Artinya, hal sederhana yang saya lakukan ada yang meresponnya.
Keinginan menulis itu merupakan sebuah potensi besar yang harus diapresiasi.
Tinggal langkah selanjutnya, yaitu bagaimana menindaklanjuti keinginan tersebut
dalam aksi nyata.
Tetapi sejauh yang saya cermati, banyak
yang ingin bisa menulis, tetapi terhenti sebatas sebagai keinginan belaka. Sementara
bukti tulisan itu sendiri tidak pernah terwujud. Jadinya, mereka yang ingin
menulis tersebut hanya menjadi ’calon penulis’, dan tidak pernah menjadi
penulis yang sesungguhnya.
Kunci penting menulis itu—salah satunya—adalah tidak mudah menyerah. Jika
mudah menyerah, tentu tidak akan menjadi penulis yang berhasil. Penulis yang
berhasil semuanya memiliki mentalitas tahan banting. Berbagai hambatan dan
tantangan yang dihadapi dapat diatasi dengan baik. Hambatan itu bentuknya
bermacam-macam. Bisa persoalan teknis menulis, bisa juga persoalan lain.
Ada beberapa persoalan yang dihadapi oleh teman-teman yang memiliki
keinginan menulis yang saya temukan. Pertama,
ingin menulis, tetapi tidak tahu bagaimana memulainya. Hasrat untuk menulis
hanya sebatas hasrat. Giliran mulai mewujudkannya, semuanya seolah ’gelap’.
Sebenarnya ada bayangan indah manakala tulisan selesai, apalagi kemudian terbit
dan disebarluaskan secara luas, tetapi menuju hal tersebut rasanya berat
sekali.
Kedua, mulai menulis tetapi baru beberapa kata berhenti.
Semuanya seolah buntu. Tidak ada lagi kata-kata yang dapat diperas dari otak.
Padahal, sebelum memulai, bayangan terhadap apa yang akan ditulis begitu jelas.
Tetapi begitu dituangkan di kertas atau dikomputer, semuanya tiba-tiba seolah
habis entah ke mana.
Ketiga, sebenarnya bisa menulis dan mampu menghasilkan sebuah
karya tulis yang baik, tetapi tidak memiliki semangat yang stabil. Kalau sedang
bersemangat, tulisan memang mampu diselesaikan. Tetapi saat sedang tidak
bersemangat, tidak ada hasrat menulis sama sekali. Penulis yang baik tidak
harus bergantung pada kondisi emosi. Saat sedang mood dia akan menulis. Tetapi
saat sedang kurang bergairah, ia akan mengkondisikan dirinya menjadi orang yang
bergairah untuk menulis.
Keempat, hampir sama dengan yang ketiga, yakni putus asa karena
merasa karyanya tidak dihargai. Ada seorang teman yang mengirim pesan kalau dia
akan berhenti menulis karena tidak ada penerbit yang tertarik terhadap
karyanya. Saat saya tanya berapa kali dia ditolak, dia menjawab dua kali. Saya
meyakinkan dia bahwa itu jumlah yang terlalu kecil untuk putus asa. Banyak
penulis yang naskahnya ditolak puluhan kali, tetapi karena tidak putus asa,
naskahnya akhirnya bisa diterima dan sukses.
Menulis memang tidak mudah. Jika ada yang bilang menulis itu mudah, saya
kurang setuju. Memang ada kalanya mudah, namun tidak jarang juga sulit dan
penuh perjuangan. Justru karena harus berjuang itulah menulis memiliki seni
tersendiri. Jadi, jika ingin sukses menulis jangan mudah menyerah. Mari terus
berjuang untuk menghasilkan karya. Salam!
Trenggalek, 18 Januari 2014
Ngainun Naim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.