Oleh Ngainun
Naim
Membaca judul di atas mungkin Anda akan tersenyum. Sok ilmiah? Mungkin ya.
Judulnya mungkin memang kelihatan rumit, tetapi isinya sesungguhnya biasa.
Bahkan sangat mungkin menjadi bagian tidak terpisah dari kehidupan sehari-hari.
Kata yang sering muncul dalam perbincangan adalah kata teori. Teori tidak selalu cocok dengan kenyataan. Bisa jadi teori
itu lahir setelah mengamati apa yang terjadi di lapangan. Bisa juga teori itu
idealitas yang diharapkan dapat terwujud dalam tataran realitas.
Tentu ada sangat banyak penjelasan tentang teori. Bagi yang mempelajari
teori penelitian, akan menemukan banyak penjelasan tentang teori, fungsi, dan
perannya dalam penelitian. Hal yang sama juga bisa ditemukan dalam bidang ilmu
sosial.
Catatan sederhana ini tidak akan membahas hal-hal rumit berkaitan dengan
teori yang semacam itu. Tulisan ini hanyalah goresan ringan dan sederhana
tentang ’tidak nyambungnya’ antara apa yang diucapkan atau diidealkan—karena
itu disebut ”teori—dengan praktik yang sesungguhnya di lapangan. Jadi, teori
yang saya maksud dalam catatan ini memiliki konotasi makna yang luas. Ia bisa
jadi teori yang rumit, atau bisa juga dimaknai sebagai ungkapan sederhana, ”Ah,
teori!”.
Satu hal yang sering saya temui—pada saya sendiri dan juga orang
lain—adalah ”kebiasaan menunda”. Entahlah, menunda pekerjaan itu kok rasanya
mudah dan nikmat sekali untuk dilaksanakan. ”Santai dulu, kan masih lama
tenggatnya”, biasanya itu yang menjadi alasan.
Begitu datang di kantor pada pagi hari, hal yang pertama saya lakukan
biasanya membaca koran, santai sejenak, lalu baru memulai aktivitas rutin.
Anehnya, saya tidak menjalankan tugas-tugas pokok secara optimal. Sorenya
menjelang pulang baru saya menyadari ada beberapa tugas yang belum selesai.
Tetapi dengan tenang dalam hati saya bertutur, ”Santai saja, kan masih ada hari
esok”.
Kebiasaan menunda pekerjaan ternyata terjadi pada hampir semua hal, juga
pada sebagian besar orang. Entahlah, rasanya kok enak sekali. Tetapi jika
dipikir, menunda pekerjaan merupakan ”menabung masalah”. Kita menyimpan masalah
demi masalah karena tidak segera menyelesaikannya. Jadi, saya mengajak kepada
diri saya sendiri—dan pembaca sekalian—untuk jangan menunda pekerjaan. Segera jalankan
dengan rajin. Jangan lupa dilandasi niat yang tulus dan ikhlas agar hidup ini
menjadi berkah.
Trenggalek, 14
Januari 2014
Ngainun Naim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.