Oleh
Ngainun
Naim
Bertahun-tahun saya menjadi
pelanggan setia bus. Bahkan hingga hari ini pun saya masih menjadi penumpang
setia bus untuk pulang pergi dari rumah ke tempat kerja. Dibandingkan dengan naik kendaraan pribadi, naik bus
lebih ekonomis, bisa santai, dan tinggal duduk untuk mengistirahatkan diri.
Saya memiliki berbagai
pengalaman dengan awak bus ini. Jika dulu waktu kuliah di Yogyakarta, bus yang
kerap saya naiki adalah P.O. Sumber Kencono. Bus ini terkenal suka ngebut di jalanan.
Tetapi karena jumlah armadanya yang sangat banyak, mau tidak mau saya lebih sering
naik bus ini dibandingkan naik bus lainnya. Dan saya cukup menikmatinya karena biasanya memang lebih
cepat sampai. Sekarang, bus yang sering saya naiki adalah bus jurusan
Trenggalek-Surabaya. Biasanya ada dua P.O., yaitu Harapan Jaya dan Pelita Indah.
Ada banyak pengalaman dan dinamika hidup dalam naik bus ini. Tetapi saya
memiliki pengalaman khusus yang tidak terlupa dengan awak bus jurusan
Trenggalek Ponorogo. Banyak di antara mereka yang masih kenal akrab dan saling
menyapa hingga hari ini jika bertemu. Persahabatan dengan mereka terjalin
karena seringnya saya naik bus kecil ini.
Ternyata awak bus itu juga banyak yang memberikan pelajaran hidup yang
sangat berharga buat saya. Ada seorang sopir yang selalu saya dengarkan
’nasehat-nasehatnya’ saat saya duduk persis di belakangnya. Saya sebut
’nasehat’ karena ia berbicara banyak hal tentang kebajikan dan tentang pengalaman
hidup. Sebenarnya apa yang ia sampaikan
merupakan refleksi pengalaman hidup secara umum, tetapi saya menemukan beberapa
poin penting yang dapat saya teladani.
Pertama, kata yang paling melekat dalam ingatan saya dari Pak
Sopir ini adalah pentingnya bagi kita untuk mengontrol diri. Ia memberikan banyak contoh mengenai kegagalan
demi kegagalan dalam hidup yang dialami oleh mereka yang tidak mampu mengontrol
dirinya. Beberapa orang sering dijadikan contoh oleh beliau. Misalnya ada
seorang politisi yang perilakunya ’kebablasan’, karena dengan menjadi politisi
ia menikah lagi. Karena perilakunya, kehidupan keluarganya menjadi berantakan.
Istri pertama minta cerai, demikian juga dengan istri keduanya karena kehidupan
si politisi menurun drastis saat karier politiknya surut. ”Itu karena ia tidak
bisa mengontrol diri”, kata beliau. Tidak hanya itu. Banyak sekali teladan
hidup yang beliau sampaikan.
Saya mengamini apa yang dikatakan Pak Sopir. Mengontrol diri harus menjadi
bagian yang tidak terpisah dalam kehidupan ini agar kita selalu berada dalam
kebaikan. Hidup ini sarat dinamika. Jika tidak mengontrol diri, hidup kita bisa
terjerumus dalam lubang kehancuran. Hidup ini sudah penuh dengan contoh yang
nyata mengenai bagaimana orang yang tidak bisa mengontrol dirinya.
Kedua, beliau menekankan mengenai pentingnya proses dalam hidup.
Wuih, mungkin kedengarannya filosofis, tetapi dari ceritanya saya menangkap
bahwa itu yang beliau lakukan. Misalnya saat membangun rumah, beliau
melakukannya dengan sedikit demi sedikit. Dalam jangka sekitar lima tahun,
rumahnya baru berdiri.
Begitulah, mentalitas proses beliau tekankan sebagai bagian penting untuk
meraih kesuksesan. Kondisi semacam ini ternyata juga beliau terapkan saat
mengemudikan bus. Sejauh yang saya alami, beliau mengendalikan bus secara baik,
jarang ngebut, dan selalu tepat waktu. Hal ini saya kira tidak terlepas dari
prinsip hidup yang beliau ceritakan.
Ketiga, berpikir masa depan. Dari beberapa kali cerita yang saya
dengarkan, ternyata beliau memiliki pemikiran cerdas mengenai bagaimana
mengelola hidup demi masa depan yang cerah. Kedua anaknya di sekolahkan secara
baik. Tidak hanya itu. Beliau juga bercerita bahwa jika hanya mengandalkan
bayaran dari sopir, tentu kurang mencukupi. Maka, di rumah, beliau memiliki
beberapa alternatif usaha, mulai menyewa sawah, memiliki penggilingan kelapa,
menanam pohon, dan beberapa usaha lainnya. Semuanya itu beliau lakukan setelah
selesai menyopir atau saat libur menyopir. Prinsipnya adalah bagaimana
kehidupan beliau dan keluarga itu lebih baik di masa depan.
Sudah beberapa tahun terakhir saya tidak bertemu beliau. Saya tidak banyak
mengetahui bagaimana kabarnya. Doa yang saya panjatkan semoga beliau selalu
diberi keberkahan hidup. Pelajaran hidup yang beliau berikan sungguh bermakna
buat saya. Jarang ada sopir bus yang memiliki keistimewaan seperti beliau.
Trenggalek, 14-15 Januari 2014
Ngainun Naim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.