Oleh Ngainun Naim
Inspirasi dan ilmu itu bisa diperoleh dari manapun. Bisa
dari buku, ceramah, tulisan di koran, fenomena, atau dari sumber mana pun juga.
Kuncinya adalah kemauan kita untuk menangkap makna dan hati kita yang terbuka
untuk mengambil setiap pelajaran. Jika ini kita lakukan secara terus-menerus,
insyaallah hidup kita akan semakin kaya dengan makna kehidupan.
Hari Senin tanggal 30 Desember 2013, sebuah surat diantar
ke meja saya oleh Mas Dwi, petugas resepsionis di kantor saya. Surat tersebut
merupakan undangan kepada saya secara personal sebagai anggota Komite Madrasah
untuk menghadiri seminar pada tanggal 31 Desember 2013 jam 12.00. Narasumbernya
adalah Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, Mantan Rektor UIN Maliki Malang.
Membaca undangan tersebut, saya langsung bersemangat.
Prof. Imam Suprayogo adalah idola saya dalam banyak hal, khususnya dalam
menulis. Karena itu, kehadiran beliau harus saya manfaatkan seoptimal mungkin.
Saya harus berusaha datang untuk menyerap ilmu dan inspirasi dari beliau.
Apalagi malam harinya Kepala MAN 2 Tulungagung juga SMS mengingatkan agar saya
datang.
Selasa siang usai shalat dhuhur saya meluncur dari kampus
tempat saya kerja menuju MAN 2 Tulungagung. Jaraknya sekitar 4 KM. Di tengah
perjalanan, hujan deras mengguyur. Benar-benar deras. Saya pun segera berhenti,
memakai jas hujan, dan bersegera menuju lokasi. Sesampai lokasi, Prof. Imam
baru saja datang. Di ruangan bapak Kepala Madrasah sudah ada anggota komite
yang lainnya, yaitu K.H. Muhson Hamdani, M.Sy. Sesaat setelah saya datang,
beberapa tamu undandan berdatangan: Drs. H. Damanhuri, M.Ag., Kepala Kantor
Kemenag bersama empat orang pejabat di Kemenag, beberapa anggota komite, dan
tamu undangan lainnya.
Prof. Imam terlihat begitu santai dan tidak formal.
Berbicara tentang banyak hal secara asyik. Tidak ada keengganan di antara kami.
Beliau memang tipikal orang besar yang menghargai terhadap orang lain.
Setelah seremoni, barulah Prof. Imam tampil. Saat itulah
hadirin yang memenuhi Aula MAN 2 Tulungagung terpuaskan. Beliau berbagi ilmu,
semangat, strategi, dan kemampuan mengelola lembaga secara baik. Beliau
berbicara hampir 2 jam tanpa henti. Terlihat sekali beliau memang memiliki
stamina yang luar biasa. Juga semangat yang sangat tinggi.
Ada satu aspek menarik yang ingin saya tulis pada catatan
ini, yaitu tentang kendala. Saat tanya jawab, seorang guru bertanya; ”Apa saja
kendala yang Prof. Imam hadapi saat memimpin UIN Maliki Malang?”. Beliau diam
sejenak. Setelah itu dengan bijak menjawab, ”Ini pertanyaan yang entah ke
berapa ratus atau ribu kali saya terima. Rasanya ini pertanyaan yang seharusnya
tidak dikeluarkan. Kalau Anda dihantui oleh kendala, kapan Anda bisa maju?”.
Beliau lantas menjelaskan panjang lebar bahwa aspek yang
lebih penting adalah berpikir strategi, terobosan, metode, dan langkah-langkah
untuk memajukan lembaga. Konsentrasi utamanya adalah pada aspek prestasi, bukan
kendala.
Beliau banyak memberikan contoh berkaitan dengan aspek
ini. Salah satunya adalah bagaimana mampu menulis selama bertahun-tahun setiap
hari tanpa henti. Sampai saat presentasi kemarin, catatan di blog beliau sudah
mencapai 2023 judul selama lebih dari lima tahun tanpa henti.
Maka di akhir penjelasannya beliau mengatakan, ”Kendala
itu tidak ada dalam kamus hidup saya. Kalau kita berpikir kendala, kita tidak
akan maju. Kalau Anda menyebut kendala, saya tidak menganggapnya sebagai
kendala, tetapi sebagai tantangan yang harus ditundukkan”.
Saya terdiam. Penjelasan ini benar-benar menyentuh. Saya
seolah mendapatkan energi baru untuk menjalani hidup secara lebih baik.
Sebenarnya jika dicermati beliau mengakui juga adanya kendala itu, tetapi
beliau memposisikannya sebagai tantangan yang harus ditundukkan. Pada titik
ini, kunci yang membedakannya adalah paradigma
berpikir.
Tentang paradigma berpikir ini, ada kata-kata bijak dari
Prof. Rhenald Kasali yang penting untuk kita renungkan:
“Perubahan belum akan berhasil sebelum kita berhasil
mengubah cara pandang dan cara berpikir pelaku perubahan. Perubahan bukanlah
semata-mata mengubah alat, teknologi, sistem, organisasi, dan sebagainya.
Melainkan mengubah attitude melalui cara berpikir”—Rhenald Kasali.
Justru di sinilah tantangan terberatnya. Merubah attitude melalui cara berpikir
membutuhkan proses yang panjang. Hanya mereka yang memiliki memiliki keinginan
hidup untuk terus maju saja yang mampu melakukannya.
Trenggalek, 2-3 Januari 2014
Ngainun Naim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.