Oleh Ngainun Naim
Tulisan ini bisa dibaca sebagai kelanjutan dari tulisan
saya sebelumnya, “Dari Seorang Tokoh, Aku Belajar Kehidupan”. Namun bisa juga
dibaca secara bebas dan lepas dari konteks tulisan sebelumnya tersebut. Aspek
yang penting adalah bagaimana tulisan ini bisa dibaca dan memberikan manfaat,
minimal buat diri saya, dan syukur-syukur juga bisa bermanfaat kepada para
pembaca sekalian.
Kebetulan dua hari yang lalu, saya membaca sebuah buku
biografi seorang tokoh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang wafat beberapa
waktu lalu. Mungkin Anda bertanya, kok PKS? Apakah saya orang PKS atau saya simpatisan
PKS? Saya sampai sejauh ini kurang apresiasi terhadap partai apapun di
Indonesia. Entahlah, mungkin apa yang saya rasakan juga dialami beberapa orang
yang lainnya. Saya kira itu wajar karena memang partai politik banyak yang
tidak menjalankan tugasnya sesuai dengan harapan masyarakat. Alih-alih justru
banyak dari mereka yang terjebak berbagai kasus, terutama kasus korupsi. Karena
itu, kalau ada yang bertanya kok PKS, maka saya akan menjawab sesuai judul
tulisan ini, yaitu saya setuju beberapa ide yang diusung tokoh yang saya ulas
ini.
Jujur, saya kagum dengan kepribadian tokoh ini. Rasanya
saya ini jauh sekali dari apa yang beliau miliki. Saya akan catat beberapa
pelajaran (ide) penting yang layak untuk saya apresiasi. Pertama, dalam usia 4 tahun beliau telah hafal surat al-Mulk. Bagi saya
ini, suatu hal yang luar biasa. Saya saja sampai usia yang hampir kepala 4
belum juga menghafalnya. Entahlah, rasanya saya kok jauh banget dari al-Qur’an.
Membaca riwayat hidupnya, saya seperti mendapatkan oase baru untuk menjalani
kehidupan dengan lebih mendekatkan diri kepada al-Qur’an.
Kedua, beliau setiap hari rata-rata membaca al-Qur’an 3 juz. Itu dalam kondisi
sibuk. Dalam kondisi tidak sibuk, beliau mampu membaca hingga 5 juz setiap
harinya. Sekali lagi, ini merupakan ”tamparan” bagi saya. Saya sangat jarang
membaca al-Qur’an, sementara beliau yang sangat sibuk mampu membaca al-Qur’an
sedemikian banyaknya.
Ketiga, pola mendidik anak yang luar biasa. Bayangkan, beliau memiliki 13 orang
anak dan beberapa orang di antaranya telah hafal al-Qur’an. Melalui biografi
yang saya baca, saya mendapatkan beberapa pengetahuan penting tentang bagaimana
mendidik anak, mulai dari rajin mendoakan, menciptakan interaksi qur’ani,
mengajarkan akhlak, dan sebagainya. Di tengah berbagai persoalan yang dihadapi
oleh dunia pendidikan saat ini, pola pendidikan yang diterapkannya menarik
sebagai alternatif.
Keempat, jiwa pengabdian. Nyaris setiap waktunya habis dipakai untuk berbagai
kegiatan sosial kemasyarakatan. Beliau memiliki kepedulian yang tinggi pada
masyarakat yang terpinggirkan. Perhatiannya begitu besar. Seolah tidak mengenal
lelah, hari demi hari beliau jalani dengan semangat pengabdian yang sangat
besar.
Ada banyak hal lain yang saya peroleh dari kisah hidup
beliau. Tentu, tidak semua hal saya setujui. Bahkan tidak sedikit juga yang
berbeda sama sekali dengan pandangan hidup saya. Karena itu, saya berusaha
mengambil dimensi positif kehidupan beliau yang layak untuk diteladani karena
cocok dengan saya (dalam hal ide). Beberapa yang kurang cocok, tentu saja, saya
jadikan sebagai bahan renungan dan penghargaan bahwa tidak mungkin semua hal
akan sesuai dan sama dengan harapan kita. Semoga beliau mendapatkan tempat yang
layak di sisi-Nya. Amin.
Trenggalek, 17 Desember 2013.
Ngainun Naim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.