Oleh Ngainun Naim
Sebuah pertanyaan tiba-tiba datang menghunjam.
Sesungguhnya itu merupakan pertanyaan biasa. Ya, pertanyaan tentang mempelajari
sejarah. Buat apa? Rupanya si penanya belum tahu dan paham bahwa
sejarah—apalagi sejarah kehidupan seorang tokoh—mengajarkan banyak hal berharga
dalam kehidupan ini. Tetapi tidak mengapa dia bertanya. Justru dengan cara
semacam ini dia akan tahu dan paham bahwa ada banyak aspek positif yang dapat
diambil dan ditumbuhkembangkan dalam diri berkaitan dengan sejarah kehidupan seorang
tokoh.
Bagiku, membaca kehidupan seorang tokoh merupakan sarana
untuk belajar. Seorang disebut tokoh bukan karena dirinya yang meminta, tetapi
karena publik yang mengakuinya. Pengakuan publik ini mungkin saja bisa
diskenario, tetapi saya meyakini bahwa cara semacam ini tidak akan menghasilkan
seorang tokoh yang sejati. Seorang tokoh sejati tidak melakukan usaha-usaha
tidak baik untuk menjadikan dirinya seorang tokoh. Penokohan terjadi secara
natural. Semuanya terjadi begitu saja karena adanya faktor-faktor yang saling
berkaitan sehingga kemudian seseorang menjadi tokoh.
Tetapi jangan lupa, seorang tokoh itu memiliki keagungan
kepribadian yang tidak dimiliki oleh orang pada umumnya. Mereka adalah
orang-orang karakternya lebih dibandingkan apa yang dimiliki orang pada
umumnya. John Wooden mengatakan, ”Orang-orang yang peduli pada karakternya akan
berani bertindak, sedangkan yang peduli pada reputasi hanya akan berbuat
mengikuti kekawatiran dirinya tentang pikiran-pikiran orang lain terhadap
dirinya”. Orang yang berani bertindak itulah tokoh yang sejati.
Melalui sejarah kehidupan seorang tokoh saya belajar
banyak hal: pertama, orang besar
adalah orang yang memiliki keluhuran karakter. Seorang tokoh disebut tokoh
karena dia memiliki nilai lebih dibandingkan dengan orang-orang pada umumnya. Dia
lebih sabar, lebih pemurah, lebih disiplin, dan lebih-lebih yang lainnya. Nilai
lebih yang mereka miliki menjadi cermin sekaligus teladan buat saya pribadi. Setelah
membaca kehidupan mereka, saya berharap ada keinginan dalam diri saya untuk
meneladaninya, sekecil apapun. Saya sadar sepenuhnya bahwa saya sangat jauh
dari mereka. Tetapi saya berdoa agar selalu bisa memperbaiki diri ini. Melalui mereka,
saya belajar kehidupan orang besar. Saya seperti disadarkan bahwa saya masih
jauh dari baik.
Kedua,
kehidupan seorang tokoh mengajarkan
kepada saya bahwa saya harus merefleksikannya dalam kehidupan saya dan jika
mungkin, kepada orang lain. Saya memercayai bahwa transformasi ide dan kebaikan
secara luas akan kembali kepada saya. Saya setuju dengan apa yang ditulis Ustad
Yusuf Mansur dalam bukunya, Undang Saja
Allah: Belajar Syukur, Belajar Yakin (Jakarta: Zikrul Hakim, 2012), bahwa:
”Ketahuilah,
ketika mendorong orang melakukan perbuatan baik, maka perbuatan baik yang
dilakukan orang lain akan menjadi kebaikan buat diri kita sendiri. Insyaallah kita
akan dapat terus pahalanya hingga ia berganda-ganda lagi kelipatannya” (h. 46).
Kalimat sederhana Ustad Yusuf Mansur ini—meskipun sebenarnya
sudah lama saya ketahui—seolah memberikan energi baru dalam diri saya. Jadi,
dari seorang tokoh, saya belajar bagaimana menjalani kehidupan ini lebih baik
lagi, membagikan pengalaman ini kepada orang lain melalui menulis, dan berharap
hidup saya selalu dalam keberkahan. Semoga.
Trenggalek—Tulungagung, 15-16 Desember 2013
Ngainun Naim
www.ngainun-naim.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.