Oleh Ngainun Naim
Judul unik ini saya peroleh dari Dr. Muhammad Nafik H.R.,
Kepala Departemen Ekonomi Islam Universitas Airlangga Surabaya saat mengisi
sebuah workshop di Bukit Daun Hotel & Resort Kediri pada hari Sabtu, 19
Oktober 2013. Doktor ekonomi Islam ini memaparkan secara menarik mengenai
berbagai hal yang berkaitan dengan dunia pendidikan tinggi, khususnya dalam
konteks pengembangan ekonomi Islam.
Dr. Muhammad Nafik H.R. melakukan presentasi secara
menarik. Perspektif yang digunakannya membongkar pemahaman yang selama ini
mapan. Setidaknya itu yang saya rasakan.
Paparan beliau selama dua jam lebih memberikan banyak
informasi, khususnya buat saya. Saya mencatat beberapa hal sebagai bahan
refleksi. Pertama, pentingnya
membangun mindset. Signifikansi
membangun mindset disebabkan karena
ia merupakan basis dalam memandang, memahami, dan mengembangkan berbagai hal
dalam kehidupan ini. Karena itulah, Dr. Muhammad Nafik mengajak seluruh peserta
workshop untuk bersama-sama menata niat dalam menjalankan tugas pokok sebagai
pengajar. Mengajar harus dilakukan sebagai tugas suci yang dijalani dengan
penuh kesungguhan. Dosen harus menyadari sepenuhnya bahwa kualitas lulusan
menjadi penentu keberhasilan lulusan sekaligus lembaga. Karena itu menata niat
yang baik dan tepat penting dilakukan untuk menciptakan dunia pendidikan yang
lebih bermutu.
Kedua, sebagai dampak lebih lanjut dari niat yang baik dan tepat adalah seorang
dosen akan menjalankan tugasnya secara baik. Ia akan masuk kelas tepat waktu,
profesional dalam menjalankan tugas, dan berusaha untuk terus meningkatkan
kualitas dirinya. Dosen yang niatnya baik dan tepat akan selalu berada dalam
koridor kesadaran untuk menjalankan tugasnya secara optimal. Sebaliknya, dosen
yang menjalankan tugasnya secara asal-asalan berarti harus menata ulang
niatnya.
Ketiga, kritik rejeki. Hal mendasar yang ditekankan dalam ekonomi Islam adalah
kehalalan rejeki. Dalam hal ini, Dr. Muhammad Nafik menyampaikan sebuah kritik
yang tajam: ”Jika kita sebagai dosen menjalankan tugas tidak tepat waktu, apalagi
sering tidak masuk, apakah rejeki kita halal?”, tanyanya. Saya merenung cukup
mendalam terhadap kritik ini. Apakah saya sudah menjalankan tugas secara
optimal?
Saya menyadari bahwa saya manusia biasa. Saya memiliki
banyak kelemahan. Tugas saya mungkin kurang optimal. Karena itu, saya harus
memperbaiki diri secara terus-menerus. Hidup yang lebih penting adalah mencari
rejeki yang halal dan berkah. Jika saya menjalankan tugas secara optimal, saya
berharap rejeki yang saya peroleh halal dan juga berkah.
Keempat, perguruan tinggi adalah pencetak karakter lulusan. Mahasiswa kuliah tidak
hanya belajar ilmu, tetapi juga membentuk karakter. Sebagai media pembentuk dan
penguatan karakter, dosen harus bisa memberikan teladan dalam banyak hal.
Persoalan keteladanan inilah yang sekarang ini menjadi persoalan besar bagi
bangsa Indonesia. Dalam konteks inilah, perguruan tinggi harus melakukan
otokritik terhadap keberadaannya dalam segenap dimensi. Melalui otokritik dan
perbaikan diri secara terus-menerus, maka out
put yang dihasilkan akan sesuai dengan harapan. Lulusan perguruan tinggi,
menurut Dr. Muhammad Nafik, harus mampu menjadi subyek dan pioner perubahan di
masyarakat, bukan justru ikut arus perubahan di masyarakat.
Memang bukan hal yang mudah untuk melakukannya.
Dibutuhkan usaha keras, serius, dan terus-menerus agar semua harapan tersebut
dapat tercapai.
Kelima, perguruan tinggi seyogyanya mendesain lulusannya menjadi ”Sarjana Kunci
Inggris”. Kunci Inggris, menurut Muhammad Nafik, tidak bersifat kaku
sebagaimana ”Kunci Pas”. Ia memiliki fleksibilitas tetapi kompetensi dasarnya
terakui. Sarjana semacam ini akan mampu selalu eksis di tengah dinamika
kehidupan dan tantangan dunia kerja yang dinamis. Ia tidak akan mati
kreativitas.
Paparan Dr. Muhammad Nafik memberikan banyak pengetahuan
buat saya. Saya berharap, presentasi yang telah beliau berikan memberikan
manfaat sebagai bahan perbaikan untuk diri saya sendiri. Jika boleh berharap,
semoga memberikan manfaat juga buat pembaca lainnya. Semoga!
Kediri, 20 Oktober 2013
Ngainun Naim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.