Nikmatnya Menulis di Pagi Hari
Oleh Ngainun Naim
Setiap penulis memiliki waktu produktif untuk menulis.
Ada yang menulis saat malam sunyi, ada yang produktif di pagi hari, di sore
hari, petang, dan ada yang produktif di banyak kesempatan. Penulis yang
memiliki hasrat menulis yang kuat tentu akan memanfaatkan waktu produktifnya
untuk menghasilkan karya yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun bagi
masyarakat luas.
Menyimak para penulis super produktif di Kompasiana yang
memiliki artikel di atas seribu buah, saya nyaris yakin bahwa mereka memiliki
waktu produktif yang tidak terbatasi oleh ukuran waktu. Mereka tampaknya bisa
menulis kapan saja ada kesempatan. Begitu juga dengan ide apa saja bisa ditulis
begitu lincahnya, mulai hal sederhana hingga hal rumit-filosofis. Saya sulit
membayangkan bisa menulis sekitar 4 sampai 5 artikel dalam sehari. Energi menulis
mereka harus saya apresiasi tinggi. Semangat menulis mereka benar-benar membuat
saya malu sebab sehari menulis satu artikel saja buat saya merupakan sebuah
perjuangan yang tidak ringan.
Berbeda dengan para penulis super produktif tersebut,
saya memiliki waktu istimewa untuk menulis, yaitu pagi hari setelah bangun
tidur. Saat semacam ini, kondisi fisik masih terasa segar. Otak rasanya juga
begitu encer untuk diajak menggali ide lalu menuangkannya dalam deretan
kata-kata. Sayangnya, waktu pagi hari ini cukup terbatas. Kadang satu jam,
kadang dua jam, kadang bahkan hanya lima belas menit, tergantung kondisi.
Setelah menulis, saya harus segera bersiap untuk berangkat ke kantor yang harus
ditempuh dengan naik bis.
Karena itu, kesempatan yang tersedia selalu saya
manfaatkan sebaik mungkin. Memang harus jujur saya katakan bahwa saya tidak
selalu berhasil melakukannya. Mungkin karena saya bangun kesiangan sehingga
waktu yang ada menjadi sangat terbatas. Mungkin juga karena ada sebab lain
sehingga waktu istimewa ini berlalu begitu saja.
Tentang waktu menulis di pagi hari ini mengingatkan saya
kepada banyak orang yang melakukan hal yang sama. Pada bulan Juli 2007, saya
hadir di sebuah acara Temu Riset di Mataram. Kebetulan saya berkenalan dengan
seorang dosen IAIN Raden Intan Lampung. Namanya Dr. Achlami, M.Ag. Sekarang
beliau sudah menjadi guru besar. Saat berbincang santai, beliau bercerita
bagaimana beliau menulis disertasi. ”Setiap selesai salat tahajud, sekitar jam
3 pagi, saya mulai menulis. Subuh istirahat untuk salat jamaah, lalu saya
lanjutkan lagi setelah salat sampai jam setengah 6. Hal ini saya lakukan rutin
setiap hari. Alhamdulillah, disertasi dapat saya tulis tidak sampai setahun.
Tetapi data-data dan referensinya sudah tersedia. Jadi menulisnya itu setiap
pagi”, kata beliau.
Intelektual lain yang memiliki tradisi menulis setiap
pagi adalah Prof. Dr. Azyumardi Azra. Setiap pagi beliau menulis satu artikel
untuk media massa. Di luar itu, setiap ada kesempatan beliau menggunakannya
untuk membaca dan menulis. Wajar jika tulisan beliau sangat banyak. Buku-bukunya
juga terus bermunculan seolah tanpa jeda.
Kapan pun ada waktu dan kesempatan, menulis seyogyanya
memang harus dilakukan. Persoalan siapa yang membaca tulisan kita adalah
persoalan. Jadi, marilah menulis agar memberikan banyak manfaat buat diri dan
sesama. Amin.
Tulungagung, 16 Oktober 2013
Ngainun Naim
msh terasa begitu sulit untuk istiqomah, tetapi akan terus mencoba dan mencoba
BalasHapusYa, jika terus mencoba pasti bisa.
BalasHapusSaya baru membacanya di tahun 2020 prof....
BalasHapus