Oleh Ngainun Naim
Membaca rubrik Gagasan Harian Jawa Pos edisi hari Jumat, 4 Oktober 2013, saya merasa tersentuh. Pada
rubrik ini yang menulis adalah Suyud Budi Utomo. Judulnya ”Kebaikan Kecil di
Jalan”. Di tulisan singkat tersebut diceritakan mengenai Suyud Budi Utomo yang mengingatkan
pengendara motor di depannya bahwa tas punggungnya terbuka. Begitu diingatkan,
pemuda pengendara motor di depannya itu segera menutup tas punggungnya. Setelah
itu, dia mengucapkan terima kasih kepada Suyud.
Kisah tersebut mungkin tidak istimewa. Siapapun bisa
melakukannya. Anda dan saya mungkin juga pernah melakukannya. Tetapi kisah
sederhana tersebut menurut saya memiliki kekuatan moral yang penting sekali.
Substansinya adalah membiasakan melakukan kebaikan, sekecil apapun itu.
Banyak orang sering mengabaikan kebaikan-kebaikan kecil.
Melakukan kebaikan semacam ini dianggap bukan hal yang istimewa. Maunya kalau
melakukan kebaikan yang besar dan syukur-syukur diliput media. Akibatnya,
kebaikan semacam ini tidak berlandaskan ketulusan. Motifnya adalah kepentingan,
bukan demi menyebarluaskan kebaikan itu sendiri.
Dalam kehidupan sehari-hari, kebaikan-kebaikan kecil ini
sesungguhnya bertebaran di sekitar kita. Ia bisa kita temui di rumah, di
jalanan, di kantor, dan di manapun. Melakukan kebaikan kecil, jika dilakukan
dengan ketulusan, akan memberikan nilai yang sangat berarti dalam hidup ini.
Saya memiliki pengalaman sederhana dan tidak istimewa.
Ceritanya saya sedang memperpanjang SIM. Saya datang pagi-pagi agar urusan
segera selesai. Saat sedang menunggu loket buka, di samping saya duduk seorang
bapak yang sudah cukup tua. Awalnya saya kurang begitu memperhatikan. Tetapi
saat mengisi formulir saya lihat dia kesulitan, saya segera membantunya.
Saya membantunya semata-mata karena ingin beliau tidak
mengalami kesulitan teknis. Tetapi dampaknya sungguh luar biasa. Beliau
kemudian menjadi akrab dan banyak bercerita tentang berbagai hal. Pada akhirnya
saya mengetahui bahwa dia adalah orang tua dari mahasiswa yang saya ajar.
Kisah sederhana lain tentu banyak sekali. Anda pun saya
yakin pernah mengalami, atau paling tidak menyaksikannya.
Kisah tentang kebaikan kecil ini juga mengingatkan saya
kepada sebuah buku kecil karya cendekiawan Jalaluddin Rakhmat. Judulnya Tafsir
Kebahagiaan, Pesan Alquran Menyikapi Kesulitan Hidup (Jakarta: Serambi,
2010). Saya ingat persis ada uraian berdasarkan kisah dalam buku tersebut.
Saya mencari buku karangan Kang Jalal dan menemukan uraian tentang kebaikan
kecil ini di halaman 164.
Di halaman 164 diuraikan bahwa salah satu cara melakukan
kebaikan adalah dengan selalu menyapa terlebih dulu dengan orang yang
berpapasan dengan kita. Caranya adalah dengan memberikan senyuman kepada
mereka.
Lebih jauh Kang Jalal menulis bahwa dulu ada seorang
dosen psikologi di Unpad, namanya Pak Wisnu. Ia selalu menyapa terlebih dahulu
jika berpapasan dengan rektor. Suatu ketika kawannya mengatakan, ”Sudahlah, Pak
Wisnu, tidak usah menyapa Rektor lagi. Toh, dia tidak pernah mau membalas
sapaan Anda.”
Pak Wisnu kemudian menanggapi, ”Tugas saya hanya menyapa setiap orang. Itu pilihan hidup saya. Adapun
orang yang saya sapa tidak mau membalas, biarkan itu jadi pilihannya.” Barangkali,
tegas Kang Jalal, Pak Wisnu selalu merasakan kebahagiaan jika menyapa terlebih
dulu, terlepas orang yang disapa mau membalas sapaan atau tidak.
Kebaikan-kebaikan kecil sesungguhnya perlu kita
kembangkan dan sosialisasikan secara luas. Dengan cara demikian diharapkan
kehidupan ini akan semakin indah. Semoga.
Tulungagung, 5 Oktober 2013
Ngainun Naim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.