Tidak Ada Buku Sempurna
Oleh Ngainun Naim
Menulis buku itu tidak mudah. Bahkan sangat sulit. Dibutuhkan energi yang
cukup besar untuk menuliskannya. Juga butuh biaya dan energi untuk mencari dan
membaca data-data referensi pendukung.
Setidaknya kondisi semacam itulah yang saya alami. Sebuah naskah buku
membutuhkan waktu yang cukup lama dalam pengerjaannya. Apalagi kalau kemudian
terbentur dengan keterbatasan referensi, maka penulisan buku menjadi lebih lama
lagi.
Namun demikian, jika terus dikerjakan, sedikit demi sedikit buku juga akan
selesai. Syaratnya memang harus mampu menundukkan segala hambatan yang ada.
Jika tunduk dan mengalah terhadap hambatan yang ada, tentu sebuah naskah buku
tidak akan terwujud.
Saat sebuah naskah selesai ditulis bukan berarti sebuah naskah siap untuk
dicetak. Masih ada proses panjang yang harus dilalui. Sebelum sebuah naskah ditawarkan ke sebuah
penerbit, langkah yang paling dasar adalah mengedit sebaik mungkin sehingga
sebuah naskah menjadi layak untuk ditawarkan.
Pengalaman Seorang
Perfeksionis
Saya memiliki seorang
teman yang—menurut saya—cukup perfeksionis dalam soal menulis. Tempat kerjanya di luar Jawa, tetapi kami biasanya bertemu setahun sekali.
Rumah mertuanya yang satu desa dengan rumah orang tua saya membuat kami bisa
bertemu saat idul fitri.
Satu hal yang saya perhatikan dari dia yaitu dia tidak akan melepas sebuah
naskah sebelum diedit secara total. Ukuran totalnya itu yang membuat orang lain
kadang tidak sabar menanti.
Ia sudah cukup lama
selesai menempuh program S-3. Saya menyarankan kepada beliau untuk mengolah
ulang naskah disertasinya untuk diterbitkan menjadi sebuah buku. Ia pun menyetujui usulan saya.
Lama tidak bertemu hingga suatu ketika saat ada acara yang mempertemukan
kami. Saya pun iseng-iseng menanyakan perkembangan naskahnya. ”Masih harus
kuedit lagi. Rasanya masih ada saja yang kurang membuatku puas”, katanya.
Saat saya tanya sampai kapan, dia tidak memastikan. Cuma jawabannya itu
menunjukkan bahwa ia memang seorang perfeksionis dalam urusan naskah. Ia maunya
memiliki naskah yang cukup baik sebelum dibaca banyak orang.
Selalu Ada Kekurangan
Saya jadi teringat sebuah tulisan Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Rektor UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta. Dalam tulisan tersebut beliau menyatakan bahwa
jika menanti sebuah buku yang sempurna, maka seumur hidup pasti tidak akan
dihasilkan sebuah naskah. Begitu dibaca, ditelaah, diteliti, dan diedit, selalu
saja ada hal-hal baru yang ditemukan. Entah itu salah ketik, perlunya
memasukkan kata baru, perlu menambah referensi, dan hal-hal baru yang lainnya.
Jika kondisi semacam ini dibiarkan, maka seumur hidup tidak akan ada naskah
buku yang dapat sampai ke penerbit. Sebaliknya, sebuah naskah yang telah
selesai diketik juga jangan langsung ditawarkan ke penerbit tanpa dibaca ulang,
diedit, dan dicermati. Sebuah naskah yang baik adalah perpaduan dari edit,
telaah, dan baca ulang, namun tidak perlu berlebihan. Ada batas-batas tertentu
yang perlu ditentukan sehingga tidak terjatuh pada sikap perfeksionis.
Salam Persaudaraan!
Trenggalek, 28 September 2013
Ngainun Naim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.