Oleh Ngainun
Naim
Kloter demi kloter
jamaah haji Indonesia mulai meninggalkan tanah air menuju tanah suci. Mereka akan
menjalankan ibadah yang penuh perjuangan. Sementara, keluarga dan handai taulan
yang ditinggalkan melepaskan dengan penuh doa dan harapan agar ibadah haji yang
dijalankan berjalan sukses dan pulang menyandang haji mabrur.
Ibadah haji selalu
menjadi sorotan nyaris tiap tahun. Sejauh yang saya ketahui, nyaris tidak ada
tahun yang sempurna dalam pelaksanaan ibadah haji. Selalu ada persoalan, baik
kecil atau besar. Saya kira itulah dinamika pelaksanaan ibadah yang melibatkan
jumlah orang sangat banyak.
Saya justru tertarik
mencermati bagaimana orang memiliki niat untuk menjalankan ibadah ini dan
mewujudkannya. Bagi orang kaya, orang pandai, orang beruntung, ibadah haji
dapat saja dilakukan setiap tahun. Tetapi bagi ’orang kecil’, butuh perjuangan
keras dan ’berdarah-darah’ hingga dapat menuju baitullah.
Setiap tahun, selalu ada
’orang-orang kecil’ yang harus kita apresiasi karena kemampuannya berjuang
teramat keras dan tanpa putus asa sehingga berhasil mewujudkan mimpinya
berhaji. Rasanya mustahil melaksanakan ibadah haji bagi kelompok jika tanpa
kemauan yang sering berada di atas rata-rata.
Berkaca Pada Abdullah
Abdullah, seorang tukang
becak di Jember Jawa Timur adalah contoh nyata bagaimana kuatnya hasrat untuk
berhaji. Anda bisa bayangkan berapa penghasilan seorang abang becak seperti
Abdullah. Jumlah penghasilan yang sering tidak pasti tidak memupuskan niatnya
untuk terus menabung demi menjadi seorang haji.
Sebagaimana dimuat di http://regional.kompas.com/read/2013/09/24/0602297/26,
Abdullah membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk mewujudkan niatnya. Dia
sudah memulai tekad bisa berhaji sejak 1987. Selama 26 tahun ini, dia tekun
menabung. "Saya kalau nabung tidak setiap hari, kadang tiga hari
(sekali), bahkan jika tidak ada yang sisa menarik becak, saya baru satu minggu
menabung. Itu pun sekali menabung saya hanya Rp 25.000," kenangnya.
Niat Abdullah untuk menunaikan ibadah haji rupanya terwujud. Pada 2009, dia mendaftar pemberangkatan haji ke Kantor Kementerian Agama Jember. "Saat itu, saya mendaftar dengan uang Rp 25 juta," tutur dia.
Meski sudah mendaftarkan diri, Abdullah tetap meneruskan kebiasaannya menabung. "Saya nabung terus karena uangnya kan masih kurang (untuk ongkos haji)," ujar dia. Ketekunan itu berjawab. "Kuncinya hanya satu, niatnya harus sungguhan dan selalu berdoa kepada Allah SWT, lalu kita berusaha," pesannya.
Niat Abdullah untuk menunaikan ibadah haji rupanya terwujud. Pada 2009, dia mendaftar pemberangkatan haji ke Kantor Kementerian Agama Jember. "Saat itu, saya mendaftar dengan uang Rp 25 juta," tutur dia.
Meski sudah mendaftarkan diri, Abdullah tetap meneruskan kebiasaannya menabung. "Saya nabung terus karena uangnya kan masih kurang (untuk ongkos haji)," ujar dia. Ketekunan itu berjawab. "Kuncinya hanya satu, niatnya harus sungguhan dan selalu berdoa kepada Allah SWT, lalu kita berusaha," pesannya.
Kisah perjuangan Abdullah sehingga bisa menunaikan
haji pada tahun ini memberikan inspirasi kepada kita mengenai mentalitas proses.
Mewujudkan mimpi besar berhaji bagi orang kecil memang membutuhkan
perjuangan dan usaha secara terus-menerus. Hanya melalui cara semacam inilah
mimpi dapat diwujudkan.
Saya yakin ada banyak Abdullah lain. Mereka adalah
orang-orang yang di mata masyarakat lain mungkin dinilai sebagai ’orang kecil’,
tetapi sesungguhnya mereka orang besar karena mampu melampaui orang-orang di
kelasnya.
Trenggalek,
26 September 2013
Ngainun Naim
www.ngainun-naim.blogspot.com
Alhamdulillah, ada jalan untuk sampai ke Baitullah
BalasHapusKisah pak Abdullah sangat menarik sekaligus menjadi inspirasi bagi yang lain untuk men-segerakan diri menuju Baitullah.. In Shaa Allah....
BalasHapus