Semakin
Banyak Orang Sakit Psikis
Oleh Ngainun Naim
Spanduk Acara Workshop |
Sekarang ini semakin banyak orang yang sakit secara
psikis. Hal ini ditandai dengan mudahnya orang menjadi marah, perang komentar,
iri, dengki, fitnah, dan berbagai gejala ketidaksehatan psikis lainnya.
Fenomena sakit psikis ini kecenderungannya kian hari kian meningkat. Sakit
psikis yang tidak segera mendapatkan pengobatan secara tepat akan mempengaruhi
terhadap timbulnya sakit fisik.
Saya bukan orang yang belajar ilmu psikologi. Juga bukan
orang yang menekuni kajian terapi psikis. Tetapi hari ini saya mendapatkan
banyak ilmu bermanfaat tentang bagaimana menjadi pribadi yang sehat.
Hari
ini saya menjadi peserta workshop penyusunan silabi S-1 Jurusan Ushuludin STAIN
Tulungagung. Jurusan Ushuludin memiliki tiga program studi, yaitu
Tafsir Hadis, Akidah Filsafat, dan Tasawuf Psikoterapi. Salah satu narasumber
yang dihadirkan adalah seorang dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya yang menekuni
kajian psikoterapi Islam, yaitu Arif Ainur Rofiq, S.Sos.I., S.Pd., M.Pd. Kandidat
doktor Bimbingan dan Konseling dari Universitas Negeri Malang ini membawakan
makalah menarik yang berjudul ”Metodologi Sufisme: Aplikasinya dalam
Psikoterapi Islam”. Beliau dihadirkan untuk memperkaya perspektif bagi Program
Studi Tasawuf Psikoterapi. Melalui pemakalah inilah saya mendapatkan
pengetahuan baru tentang psikoterapi dan pernik-pernik persoalan psikologis.
Aspek yang menarik dari pemaparan Pak Arif adalah tentang
banyaknya orang yang sekarang ini sakit psikis. Dalam makalahnya, Pak Arif
mengidentifikasi beberapa penyebab timbulnya emosi tidak stabil. Pertama, berkembangnya nilai
konsumerisme yang salah. Gaya hidup masyarakat sekarang ini menunjukkan
kecenderungan meningkatnya gaya hidup konsumerisme. Tidak terlalu sulit menemukan
fakta ini. Orang sekarang ini memiliki kecenderungan untuk berlebihan
menggunakan produk baru industri tanpa mempertimbangkan urgensi kegunaannya.
Yang penting ikut arus supaya tidak ketinggalan zaman. Demi mengejar gengsi,
banyak orang yang justru menyengsarakan dirinya sendiri. Memang, konsumerisme
memberikan keuntungan bagi perputaran ekonomi. Bagi mereka yang berkantong
tebal, tentu ini bukan masalah. Tetapi bagi yang ekonominya pas-pasan, menuruti
gaya hidup konsumerisme sama artinya dengan menabung masalah. Tumpukan masalah
karena gaya hidup konsumerisme inilah yang menyebabkan timbulnya emosi tidak
stabil.
Kedua, berkembangnya nilai-nilai hedonisme. Hedonisme ini semakin berkembang luas
yang ditandai dengan kecenderungan orang untuk mengagungkan diperolehnya rasa
kenikmatan atau kesenangan fisik sesaat.
Ketiga, ditumpanginya nilai-nilai spiritual atau sakral dengan nilai-nilai
komersial.
Keempat, terdesaknya nilai-nilai idealisme oleh pragmatisme, yaitu kecenderungan
orang menomorsatukan pada hasil yang dapat memberikan kemanfaatan langsung
daripada kemuliaan.
Kelima, terdesaknya penggunaan cara-cara yang benar untuk mencapai sesuatu tujuan
oleh kecenderungan orang menggunakan cara-cara yang mudah, cepat, pintas, untuk
mencapai tujuan yang diinginkan.
Pergeseran nilai-nilai sebagaimana disebutkan di atas
menyebabkan timbulnya berbagai penyakit mental, di antaranya rakus, hasad,
dengki, riya’, was-was, cinta dunia dan harta secara berlebihan. Kondisi semacam
ini sebagai indikator jiwa yang tidak sehat.
Selain paparan di atas, ada banyak materi yang
disampaikan berkaitan dengan psikoterapi Islam. Saya sendiri merasakan manfaat
besar dari materi yang disampaikan. Memang banyak hal teknis yang tidak saya
pahami, tetapi saya mendapatkan banyak hal baru dalam acara ini.
Salam!
Tulungagung,
3 September 2013
Ngainun
Naim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.