Hadiah Buku Dari Guru
Oleh Ngainun Naim
Buku Terbaru Prof. Dr. H. Mujamil Qomar, M.Ag. |
Buku memiliki arti besar dalam hidup manusia. Melalui buku,
manusia mampu mengembangkan kemajuan hidup yang luar biasa. Manusia yang maju
dan sukses umumnya memiliki tradisi membaca yang kokoh. Demikian juga negara
yang maju rata-rata masyarakatnya memiliki tradisi membaca yang kuat.
Saya menyukai buku sejak duduk di bangku kuliah. Saat
itu, sedikit demi sedikit saya mulai mengoleksi buku. Mula-mula saya membeli
buku setelah melalui perjuangan keras, yaitu dengan mengurangi jatah makan.
Mimpi saya waktu itu adalah bagaimana memiliki buku yang banyak. Entahlah,
rasanya kok senang datang ke rumah seseorang yang memiliki buku
berlemari-lemari di rumahnya. Pemilik rumah kelihatan tambah berwibawa. Buku
yang berjajar rapi di rak membuat rumah dan pemiliknya, dalam pandangan saya,
memiliki aura khusus.
Sampai saya tamat kuliah S-1, buku yang saya miliki belum
seberapa banyak. Mungkin di kisaran seratus judul. Harap dimaklumi karena
memang kondisi keuangan keluarga yang sangat terbatas tidak memungkinkan saya
mendapatkan kiriman uang lebih. Bahkan boleh dibilang sangat kurang. Untuk
mencukupi kebutuhan hidup, saya mengajar dengan gaji yang tidak seberapa. Saya
juga pernah jualan koran dan susu keliling. Semuanya demi selesainya kuliah.
Dalam kondisi yang serba terbatas, saya selalu berusaha
menambah koleksi buku. Tetapi karena tinggal di kos, buku yang saya miliki
sering dipinjam teman-teman yang bermain ke kamar saya. Tampaknya mereka
memakai adagium, ”Orang bodoh adalah
yang meminjamkan bukunya, sedang orang pandai adalah orang yang tidak
mengembalikan buku pinjaman”. Maka,
buku yang dengan susah payah saya kumpulkan tersebut tidak sedikit yang
kemudian hilang tak jelas rimbanya.
Saya kecewa, tetapi mau bagaimana lagi. Saya mencoba
mengikhlaskan buku yang dibawa teman-teman tersebut. Bagi saya, yang lebih
penting adalah memiliki buku terlebih dahulu. Soal membaca itu urusan
belakangan. Jika memang ada kebutuhan dan ada kesempatan, buku tersebut pasti
akan terbaca.
Prinsip semacam ini membawa dampak yang kurang bagus.
Dari ratusan buku yang saya koleksi, ternyata hanya sebagian kecil saja yang
sudah pernah saya baca sampai tuntas. Selebihnya masih putih bersih dan belum
tersentuh sama sekali. Bahkan jumlah yang belum terbaca itu jauh lebih banyak
dibandingkan dengan yang sudah terbaca.
Sekarang, saya mulai berpikir ulang. Tampaknya saya harus
membangun strategi yang lebih pas, yaitu mulai membaca buku-buku yang sudah
saya miliki dan membatasi membeli buku baru. Dengan cara demikian, buku yang
saya miliki akan dapat terbaca, walaupun jelas tidak semuanya.
Sumber Pemilikan
Buku
Secara sederhana, saya memiliki beberapa sumber perolehan
buku. Pertama, membeli. Cara ini yang
paling dominan saya lakukan. Saat-saat tertentu saya pergi ke toko buku di
Tulungagung, khususnya ketika sedang memiliki anggaran yang memungkinkan.
Memang toko buku di kota kecil seperti Tulungagung, toko bukunya hanya kecil,
tetapi cukuplah menjadi sarana memenuhi hasrat terhadap dunia buku. Kondisi ini
tentu jauh lebih baik dibandingkan dengan kondisi Trenggalek yang nyaris tidak
memiliki toko buku. Memang ada beberapa toko buku, tetapi jangan mencari bukun
bacaan di sana. Sebab toko buku di Trenggalek didominasi oleh buku tulis dan alat-alat
tulis.
Pameran buku juga menjadi sarana menambah koleksi buku
yang cukup saya gemari. Di pameran, banyak buku dijual dengan harga murah.
Pernah suatu kali saya membeli sekitar 15 judul buku karena memang harganya
sangat miring dibandingkan dengan di toko buku.
Sumber kedua adalah
pemberian penerbit. Beberapa tahun lalu saat masih aktif menulis resensi buku
di media massa, saya sering mendapatkan kiriman buku gratis dari penerbit.
Sebuah resensi yang dimuat di media saya foto kopi, lalu saya kirimkan ke
penerbit sebagai bukti untuk meminta buku baru untuk diresensi. Saya memiliki
cukup lumayan buku dari hasil resensi ini. Ada yang dari penerbit LKiS, Pustaka
Pelajar, Kanisius, Remaja Rosdakarya, dan beberapa penerbit lainnya. Sekarang,
saya sudah sangat jarang mendapatkan buku dari sumber ini karena juga jarang
meresensi buku untuk media massa.
Ketiga, pemberian kolega. Salah satu kebahagiaan menekuni menulis dan memiliki
banyak sahabat adalah mendapatkan hadiah buku saat para sahabat menerbitkan
buku. Ada beberapa sahabat yang pernah memberikan buku karya mereka. Buku
sahabat itu biasanya saya prioritaskan membaca isinya dan begitu bertemu, saya
akan menceritakan isinya, memberikan komentar, apresiasi, dan sedikit kritik.
Ini penting saya lakukan karena menjadi penulis itu kalau karyanya dibaca orang
lain akan merasakan kebahagiaan tersendiri. Dengan membaca karya kolega
tersebut, saya telah berusaha membuat kolega yang menulis buku merasa bahwa
jerih payahnya menulis diharga.
Salah seorang kolega—lebih tepatnya guru—yang beberapa
kali memberikan buku karyanya kepada saya adalah Prof. Dr. H. Mujamil Qomar,
M.Ag. Beliau adalah guru besar di kampus tempat saya bekerja, STAIN
Tulungagung. Di tengah kesibukan mengajar, seminar, meneliti, dan berbagai
kegiatan lainnya, beliau sangat produktif menelurkan karya. Tahun ini saja,
sudah dua judul buku yang terbit.
Hari Senin sampai Rabo, 2-4 September 2013, Jurusan
Ushuluddin mengadakan Workshop Silabus. Kebetulan, saya mendapatkan kamar
menginap sekamar dengan beliau. Saya merasakan ini sebagai anugerah karena saya
bisa langsung belajar dan bertanya banyak hal kepada beliau. Saya juga
mengamati bagaimana guru besar ini memanfaatkan waktunya. Luar biasa, saya
mendapatkan ilmu secara langsung dari beliau.
Tidak hanya itu, beliau juga memberikan sebuah buku
terbaru karya beliau. Judulnya Strategi
Pendidikan Islam yang diterbitkan oleh Erlangga Jakarta. Ini tentu sangat
membahagiakan saya. Apalagi di dalamnya ada stempel Bukti Terbit. Saya mengucapkan terima kasih tak terkita kepada guru
besar yang rendah hati ini.
Alhamdulillah, workshop kali ini tidak hanya mendapatkan
ilmu, tetapi juga buku. Terima kasih banyak atas hadiah bukunya untuk guruku,
Prof. Dr. H. Mujamil Qomar, M.Ag. Salam!
Wonorejo
Tulungagung, 3 September 2013
Ngainun
Naim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.