Selasa, 03 September 2013

Hadiah Buku Dari Guru



Hadiah Buku Dari Guru
Oleh Ngainun Naim



Buku Terbaru Prof. Dr. H. Mujamil Qomar, M.Ag.

Buku memiliki arti besar dalam hidup manusia. Melalui buku, manusia mampu mengembangkan kemajuan hidup yang luar biasa. Manusia yang maju dan sukses umumnya memiliki tradisi membaca yang kokoh. Demikian juga negara yang maju rata-rata masyarakatnya memiliki tradisi membaca yang kuat.
Saya menyukai buku sejak duduk di bangku kuliah. Saat itu, sedikit demi sedikit saya mulai mengoleksi buku. Mula-mula saya membeli buku setelah melalui perjuangan keras, yaitu dengan mengurangi jatah makan. Mimpi saya waktu itu adalah bagaimana memiliki buku yang banyak. Entahlah, rasanya kok senang datang ke rumah seseorang yang memiliki buku berlemari-lemari di rumahnya. Pemilik rumah kelihatan tambah berwibawa. Buku yang berjajar rapi di rak membuat rumah dan pemiliknya, dalam pandangan saya, memiliki aura khusus.
Sampai saya tamat kuliah S-1, buku yang saya miliki belum seberapa banyak. Mungkin di kisaran seratus judul. Harap dimaklumi karena memang kondisi keuangan keluarga yang sangat terbatas tidak memungkinkan saya mendapatkan kiriman uang lebih. Bahkan boleh dibilang sangat kurang. Untuk mencukupi kebutuhan hidup, saya mengajar dengan gaji yang tidak seberapa. Saya juga pernah jualan koran dan susu keliling. Semuanya demi selesainya kuliah.
Dalam kondisi yang serba terbatas, saya selalu berusaha menambah koleksi buku. Tetapi karena tinggal di kos, buku yang saya miliki sering dipinjam teman-teman yang bermain ke kamar saya. Tampaknya mereka memakai adagium, ”Orang bodoh adalah yang meminjamkan bukunya, sedang orang pandai adalah orang yang tidak mengembalikan buku pinjaman”.  Maka, buku yang dengan susah payah saya kumpulkan tersebut tidak sedikit yang kemudian hilang tak jelas rimbanya.
Saya kecewa, tetapi mau bagaimana lagi. Saya mencoba mengikhlaskan buku yang dibawa teman-teman tersebut. Bagi saya, yang lebih penting adalah memiliki buku terlebih dahulu. Soal membaca itu urusan belakangan. Jika memang ada kebutuhan dan ada kesempatan, buku tersebut pasti akan terbaca.
Prinsip semacam ini membawa dampak yang kurang bagus. Dari ratusan buku yang saya koleksi, ternyata hanya sebagian kecil saja yang sudah pernah saya baca sampai tuntas. Selebihnya masih putih bersih dan belum tersentuh sama sekali. Bahkan jumlah yang belum terbaca itu jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang sudah terbaca.
Sekarang, saya mulai berpikir ulang. Tampaknya saya harus membangun strategi yang lebih pas, yaitu mulai membaca buku-buku yang sudah saya miliki dan membatasi membeli buku baru. Dengan cara demikian, buku yang saya miliki akan dapat terbaca, walaupun jelas tidak semuanya.
Sumber Pemilikan Buku
Secara sederhana, saya memiliki beberapa sumber perolehan buku. Pertama, membeli. Cara ini yang paling dominan saya lakukan. Saat-saat tertentu saya pergi ke toko buku di Tulungagung, khususnya ketika sedang memiliki anggaran yang memungkinkan. Memang toko buku di kota kecil seperti Tulungagung, toko bukunya hanya kecil, tetapi cukuplah menjadi sarana memenuhi hasrat terhadap dunia buku. Kondisi ini tentu jauh lebih baik dibandingkan dengan kondisi Trenggalek yang nyaris tidak memiliki toko buku. Memang ada beberapa toko buku, tetapi jangan mencari bukun bacaan di sana. Sebab toko buku di Trenggalek didominasi oleh buku tulis dan alat-alat tulis.
Pameran buku juga menjadi sarana menambah koleksi buku yang cukup saya gemari. Di pameran, banyak buku dijual dengan harga murah. Pernah suatu kali saya membeli sekitar 15 judul buku karena memang harganya sangat miring dibandingkan dengan di toko buku.
Sumber kedua adalah pemberian penerbit. Beberapa tahun lalu saat masih aktif menulis resensi buku di media massa, saya sering mendapatkan kiriman buku gratis dari penerbit. Sebuah resensi yang dimuat di media saya foto kopi, lalu saya kirimkan ke penerbit sebagai bukti untuk meminta buku baru untuk diresensi. Saya memiliki cukup lumayan buku dari hasil resensi ini. Ada yang dari penerbit LKiS, Pustaka Pelajar, Kanisius, Remaja Rosdakarya, dan beberapa penerbit lainnya. Sekarang, saya sudah sangat jarang mendapatkan buku dari sumber ini karena juga jarang meresensi buku untuk media massa.
Ketiga, pemberian kolega. Salah satu kebahagiaan menekuni menulis dan memiliki banyak sahabat adalah mendapatkan hadiah buku saat para sahabat menerbitkan buku. Ada beberapa sahabat yang pernah memberikan buku karya mereka. Buku sahabat itu biasanya saya prioritaskan membaca isinya dan begitu bertemu, saya akan menceritakan isinya, memberikan komentar, apresiasi, dan sedikit kritik. Ini penting saya lakukan karena menjadi penulis itu kalau karyanya dibaca orang lain akan merasakan kebahagiaan tersendiri. Dengan membaca karya kolega tersebut, saya telah berusaha membuat kolega yang menulis buku merasa bahwa jerih payahnya menulis diharga.
Salah seorang kolega—lebih tepatnya guru—yang beberapa kali memberikan buku karyanya kepada saya adalah Prof. Dr. H. Mujamil Qomar, M.Ag. Beliau adalah guru besar di kampus tempat saya bekerja, STAIN Tulungagung. Di tengah kesibukan mengajar, seminar, meneliti, dan berbagai kegiatan lainnya, beliau sangat produktif menelurkan karya. Tahun ini saja, sudah dua judul buku yang terbit.
Hari Senin sampai Rabo, 2-4 September 2013, Jurusan Ushuluddin mengadakan Workshop Silabus. Kebetulan, saya mendapatkan kamar menginap sekamar dengan beliau. Saya merasakan ini sebagai anugerah karena saya bisa langsung belajar dan bertanya banyak hal kepada beliau. Saya juga mengamati bagaimana guru besar ini memanfaatkan waktunya. Luar biasa, saya mendapatkan ilmu secara langsung dari beliau.
Tidak hanya itu, beliau juga memberikan sebuah buku terbaru karya beliau. Judulnya Strategi Pendidikan Islam yang diterbitkan oleh Erlangga Jakarta. Ini tentu sangat membahagiakan saya. Apalagi di dalamnya ada stempel Bukti Terbit. Saya mengucapkan terima kasih tak terkita kepada guru besar yang rendah hati ini.
Alhamdulillah, workshop kali ini tidak hanya mendapatkan ilmu, tetapi juga buku. Terima kasih banyak atas hadiah bukunya untuk guruku, Prof. Dr. H. Mujamil Qomar, M.Ag. Salam!
Wonorejo Tulungagung, 3 September 2013
Ngainun Naim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.