Proyeksi Masa Depan ala Kang
Paimo
Oleh Ngainun Naim
Kang Paimo (bukan nama sebenarnya) bukan tokoh besar.
Juga bukan figur yang banyak disorot media. Ia orang sederhana yang menjalani
hidup dengan penuh kesungguhan dan totalitas.
Saya mengenalnya secara akrab saat menjadi kuli bangunan
di rumah saya. Kang Paimo memang satu desa dengan saya. Tetapi sebagai
pendatang, saya belum terlalu lama mengenalnya. Awalnya memang hanya sekadar
berbincang sederhana saat dia istirahat. Tetapi perbincangan sederhana itu
menjadi titik mula bagi perbincangan lebih lanjut menyangkut berbagai hal dalam
kehidupan.
Bagi saya, Kang Paimo berbeda dengan kuli yang lainnya.
secara sederhana saya mencatat beberapa perbedaan pada diri Kang Paimo. Pertama, totalitas. Kang Paimo bekerja
dengan totalitas. Ia datang beberapa saat sebelum tukang yang ia layani sampai.
Ia dengan sigap mempersiapkan segala sesuatu yang akan dipakai oleh tukang.
Cara kerjanya cekatan. Tidak sekalipun saya melihatnya ogah-ogahan. Ia bekerja
dengan penuh semangat. Tak terlihat wajah lelah, walaupun sebagaimana manusia
saya yakin ia merasakannya. Saat pulang pun ia tidak mendahului. Ia akan
membereskan semuanya sampai tuntas sehingga tidak ada barang yang tidak rapi
setelah ia bekerja. Bahkan saat kerja di rumah saya selesai, ia akan
menuntaskan semuanya secara sangat rapi.
Totalitasnya dalam bekerja membuat ia mendapatkan banyak
kepercayaan. Nyaris tidak ada waktu yang kosong dari kerja. Bahkan banyak yang
harus rela antri menunggu selesainya kerja Kang Paimo di tempat lain daripada
mempercayakan kepada kuli lainnya. Hal ini disebabkan karena kerja Kang Paimo
memang memuaskan. Jika seorang kuli bekerja selama 10 hari, di tangan Kang
Paimo bisa selesai dalam 8 hari.
Kedua, Kang Paimo sangat religius. Coba Anda bayangkan, jam 12 saat istirahat,
Kang Paimo bergegas pulang. Ia segera mandi, lalu adzan di masjid dan shalat
berjamaah. Begitu rutinitas yang ia lakukan. Jika tidak ada halangan, sehari
lima kali ia ikut shalat berjamaah di masjid dekat rumahnya. Saya sering
menemuinya berjalan menuju masjid saat saya pulang kerja.
Religiusitasnya yang kuat inilah yang barangkali menjadi
pendorong kehidupannya yang tenang dan damai. Memang, soal tenang dan damai
adalah soal rasa yang tidak bisa diukur secara fisik, tetapi aktualisasinya
dapat kita lihat dalam perilaku dan kehidupannya sehari-hari.
Ketiga, wawasannya luas. Mungkin terdengar aneh ada seorang kuli yang memiliki
wawasan luas. Tetapi itu yang saya temui. Ia bisa bercerita banyak hal tentang
ilmu agama, tentang pengetahuan umum, dan tentang berbagai hal yang sering di
luar dugaan. Saya bertanya darimana ia tahu banyak hal, dan dengan santai dia
menjawab bahwa dia banyak memperolehnya dari koran bekas pembungkus belanja
istrinya. Sebelum di buang, koran itu akan ia baca sampai tuntas.
Tidak hanya itu, ia juga rajin membaca buku. Saat bekerja
di rumah saya, ia meminjam satu buku agama milik saya. Beberapa hari kemudian,
saat istirahat, ia bisa bercerita dengan detail mengenai buku yang telah usai
ia baca.
Keempat, penabung yang ulet. Bekerja sebagai kuli penghasilan perharinya tidak
banyak. Jika orang tidak ulet menabung, tentu uang penghasilannya akan habis
untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Kang Paimo berbeda. Hasil nyata tabungannya
bisa dilihat dalam banyak hal: ia memiliki sepeda motor yang lumayan bagus;
rumahnya cukup bagus, bahkan bagian belakangnya tingkat dua; ia memiliki
beberapa ekor kambing dan sapi; dan anak pertamanya telah sukses menjadi
seorang tentara.
Jujur saya mengagumi keuletan kerja Kang Paimo. Soal
menabung, ia bercerita bahwa ia ingin masa depannya lebih baik. Ia bekerja
keras dan menabung agar anak-anaknya lebih baik dari dirinya. Ia memiliki dua
orang anak. Anak pertama sudah menjadi tentara, sedangkan anaknya yang kedua
masih duduk di bangku SD kelas 6. Ia berharap anaknya yang kedua juga bisa memiliki
kerja yang cukup baik sebagaimana kakaknya.
Kelima, menyalurkan hobi yang menghasilkan. Ini yang juga menarik yakni dari hasil
kerjanya, ia menabung dan membelikan sebuah alat musik, yaitu elekton. Ia
pandai memainkannya. Ia sendiri, menurut ceritanya, di masa mudanya menjadi
anggota sebuah kelompok musik. Dan hobi itu ia rawat sampai sekarang. Karena
memiliki elekton, malam hari saat beberapa tetangga memiliki hajat, ia akan
diundang untuk mengiringi acara. Ia pun, selain menyalurkan hobi, juga mendapatkan
tambahan penghasilan.
Keenam, rutin kurban setahun sekali. Ini yang membuat saya malu. Bayangkan, seorang
kuli seperti Kang Paimo ternyata mampu menyisihkan penghasilannya khusus untuk
membeli hewan korban. Nyaris tidak ada tahun tanpa menyembelih hewan korban.
Maka, sebagaimana ajaran agama, korban yang ia lakukan tidak sekadar sebagai
ibadah, tetapi juga memberikan dampak konkrit pada keberkahan hidupnya.
Kang Paimo adalah orang sederhana yang hidupnya juga
sederhana. Tetapi kesederhanaan dirinya telah memberikan inspirasi dan
pencerahan. Bukan berarti ia orang yang sempurna. Beberapa orang sering
menggunjingnya soal gaya hidupnya yang super irit, tetapi ia menanggapinya
dengan santai. Baginya, yang penting hidupnya jujur dan tidak merugikan orang lain.
Hidupnya yang sangat irit dilakukan juga demi masa depan dirinya dan
keluarganya.
Ia sadar banyak orang yang berprofesi seperti dirinya
hidupnya serba kekurangan. Apa yang dilakukannya merupakan bagian dari
kesadarannya untuk hidup lebih baik.
Tulungagung,
8 September 2013
Ngainun Naim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.