Jangan Mengaku
Sarjana Jika Belum Bisa Bangun Jam 4 Pagi
Oleh Ngainun Naim
Kemajuan dan kesuksesan hidup tidak hanya ditentukan oleh
lembaga tempat seseorang menempuh studi, tetapi juga kemauan untuk melakukan
transformasi diri. Banyak orang yang berasal dari daerah terpencil, minim
fasilitas, dan jauh dari akses pada akhirnya menjadi orang besar. Sebaliknya,
tidak sedikit juga yang hidupnya berlimpah fasilitas, pendidikan di lembaga
bermutu, dan dekat dengan akses kekuasaan namun kehidupannya sarat dengan
masalah.
Pada titik inilah, salah seorang yang berasal dari daerah
terpencil, sarat berbagai kekurangan, dan penuh perjuangan hidup namun akhirnya
menuai kesuksesan adalah Prof. Dr. H. Imam Suprayogo. Beliau adalah mantan
Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Hari Jumat pagi (6/9), STAIN Tulungagung menyelenggarakan
yudisium. Hadir sebagai narasumber pada acara ini adalah Prof. Dr. H. Imam
Suprayogo. Prof. Suprayogo dikenal sebagai tokoh penting yang berhasil merubah
wajah IAIN Sunan Ampel Malang yang dulu tidak banyak dikenal orang menjadi
sebuah universitas besar yang sangat diperhitungkan. Satu-satunya Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) yang bisa bertransformasi langsung menjadi
Universitas Islam Negeri (UIN) hanyalah STAIN Malang. Lainnya harus menjadi
IAIN, baru menjadi UIN.
Bukan rahasia lagi jika UIN Maulana Malik Ibrahim atau
lebih dikenal sebagai UIN Maliki Malang merupakan perguruan tinggi role model yang dikagumi di lingkungan
PTAIN. Kemajuannya sangat luar biasa. Prestasi demi prestasi terus diukir oleh
lembaga ini. Semua ini tidak bisa dilepaskan dari tangan dingin Prof.
Suprayogo.
Saya beberapa kali mendengarkan ceramah Prof. Suprayogo. Ceramahnya
penuh semangat dan motivatif. Orang yang mendengarkan dapat dipastikan seolah
mendapatkan darah segar menuju
kemajuan. Prof. Suprayogo tidak sekadar motivator tetapi juga membuktikannya
secara nyata dalam prestasi kepemimpinan di UIN Maliki Malang.
Saat beliau hadir di STAIN Tulungagung, saya justru tidak
bisa mengikuti sepenuhnya. Tetapi dari catatan status seorang teman dosen, saya
mendapatkan gambaran acara bahwa beliau menyampaikan banyak hal yang memotivasi
para sarjana agar selalu menjadi pribadi yang unggul. Ya, sejauh yang pernah
saya dengar secara langsung, juga dari kolega yang mengajar di UIN Maliki
Malang, kata yang paling sering beliau ucapkan adalah ”Unggul, Unggul, dan
Unggul”. Kata ini selalu beliau ulang dan tegaskan kepada siapapun, khususnya
civitas akademika di lembaga yang beliau pimpin. Jelas terlihat bahwa kata
tersebut mengandung magnet progresif dan maju. Di tengah iklim kehidupan yang
sarat persaingan, kata yang penuh energi tersebut menandaskan pentingnya
menjadi pribadi yang terbaik.
Spirit Berubah
Sebagaimana yang saya dengar sendiri, juga dari berbagai
tulisan beliau, saya mendapatkan informasi bahwa Prof. Suprayogo berasal dari
sebuah desa terpencil di Kabupaten Trenggalek, yaitu Watulimo. Watulimo adalah
sebuah kawasan terpencil pegunungan yang letaknya tidak kurang dari 30
kilometer arah tenggara dari Trenggalek. Bagi Anda yang pernah ke daerah
tersebut, dipastikan dapat membayangkan bagaimana kondisinya. Penuh perjuangan,
tahan nafas, ngeri, dan sejenisnya mengiringi perjalanan menuju Watulimo.
Kehidupan awal Prof. Suprayogo penuh dengan perjuangan. Berbagai
kegiatan khas anak kampung, seperti mencari rumput kambing, telah beliau
lakukan. Jika kini beliau menjadi profesor, pernah menjadi rektor, pernah
menyandang berbagai jabatan, menerima hadiah MURI sebagai penulis blog dalam
jangka beberapa tahun tanpa jeda, itu semua tidak diperoleh secara tiba-tiba.
Semua itu merupakan hasil perjuangan kerasnya yang tidak mengenal putus asa.
Rasanya sulit mencari orang sekelas Prof. Dr. H. Imam Suprayogo. UIN Maliki
Malang beruntung pernah dipimpin orang visioner seperti beliau sehingga kini
menapaki kemajuan yang sangat berarti.
Dari status teman-teman di jejaring sosial, juga dari
beberapa kali ceramah yang saya dengarkan, spirit berubah menjadi kunci yang
utama yang selalu beliau dengungkan. Ya, Prof. Suprayogo seolah seorang
pemimpi. Hal-hal yang seolah mustahil beliau mimpikan. Mimpi demi mimpi beliau
tebarkan demi kebesaran UIN Maliki Malang. Butuh waktu bertahun-tahun untuk
mewujudkannya, tetapi sekarang terlihat bagaimana beliau adalah seorang
pemimpin yang sukses.
Beberapa Kunci
Sukses
Tentu tidak mudah mengurai bagaimana seorang Prof. Dr.
Imam Suprayogo bisa menjadi orang yang sukses seperti sekarang ini. Ada banyak
faktor yang masing-masing berkaitan dan saling mempengaruhi,
Berdasarkan bacaan terbatas saya, dan mungkin juga
kesimpulan dangkal saya, ada beberapa kunci sukses yang dimiliki Prof. Imam. Pertama, disiplin. Anda bisa membayangkan bagaimana sibuknya menjadi rektor.
Waktunya hampir pasti habis untuk mengurusi kampus. 24 jam terasa kurang. Saya
tahu persis bagaimana sibuknya seorang rektor. Jangankan rektor, dekan saja
sibuknya bukan main. Padahal, sebagai warga masyarakat, pimpinan semacam dekan
atau rektor juga sering diundang menghadiri berbagai acara. Intinya mereka itu
sangat sibuk.
Berbeda dengan rektor pada umumnya, Prof. Suprayogo sangat
disiplin. Rektor lainnya saya yakin juga disiplin. Tetapi Prof. Prayogo mampu
menjaga kedisiplinan itu dalam jangka panjang. Salah satunya adalah disiplin menulis setiap hari. Ini yang
menurut saya sangat berat. Saya yang hanya pegawai biasa saja sering kewalahan mengatur
waktu menulis, tetapi Prof. Suprayogo yang bertahun-tahun menjadi rektor dapat
menulis tanpa jeda selama bertahun-tahun. Kalau tidak salah selama 5 tahun
lebih. Ini tentu prestasi luar biasa.
Menurut cerita, beliau secara disiplin bangun jam 4 pagi,
lalu shalat subuh jamaah, membaca al-Qur’an, dan dilanjutkan dengan menulis
sebuah artikel untuk blog-nya. Disiplin ini beliau pegang teguh dan tidak bisa
ditawar. Saat yudisium kemarin, Prof. Suprayogo menegaskan, ”Jangan mengaku sebagai sarjana jika bangun
jam 4 saja Anda belum lulus”.
Kedua, kemauan keras. Jika memiliki cita-cita, apapun akan beliau lakukan agar terwujud. Salah
satu wujud nyata mimpi beliau adalah UIN Maliki Malang. Beliau sering bercerita
bagaimana perjuangan alih status menjadi UIN. Jika bukan Prof. Suprayogo,
mungkin tidak tahan. Berjuang, berjuang, dan terus berjuang. Semangat
mewujudkan mimpinya sangat besar. Besarnya semangat dan kemauan beliau itu
diakui oleh banyak orang. Salah satunya adalah Prof. Dr. Abdul Haris, M.Ag.,
salah seorang guru besar IAIN Sunan Ampel Surabaya. Prof. Haris menyatakan, ”Kemauan
keras (himmah) Pak Imam selalu tampak
dalam berbagai hal. Seringkali yang lebih muda dari beliau kalah semangat
dengan kemauan-kemauan itu” (lihat tulisan Prof. Abdul Haris dalam buku yang
diedit oleh Ahmad Barizi dan Mujtahid (eds.). Membangun Pendidikan dalam Bingkai Islam Lintas Batas. Malang: UIN
Press, 2011, h. 10).
Ketiga, menjadi teladan. Ini yang tidak mudah. Banyak pemimpin yang rajin memerintah, tetapi dia
sendiri tidak melaksanakan. Padahal, kesuksesan sebuah perintah itu jika
disertai teladan nyata dari yang memerintah. Prof. Suprayogo menjadi contoh
nyata mengenai keteladanan ini. Sebagaimana dituturkan Dr. Agus Mulyono, salah
seorang dosen di UIN Malang. ”Ketika Pak Imam menyuruh kita shalat jama’ah,
beliau paling dulu sampai di masjid untuk shalat jama’ah. Ketika Pak Imam
menyuruh sedekah, beliau paling rajin bersedekah. Ketika menyuruh kita puasa,
beliau paling istiqamah puasa senin kamis” (lihat di halaman 33 buku
sebagaimana dikutip di atas).
Tentunya masih banyak kunci lain dan teladan lain yang
bisa diperoleh dari sosok Prof. Dr. Imam Suprayogo. Catatan singkat ini semoga
memberikan manfaat kepada kita semua agar menjadi diri yang semakin bermutu dan
bermakna. Tidak harus sama dengan beliau, tetapi paling tidak menjadi diri
sendiri yang selalu lebih berarti dari hari ke hari. Semoga!
Tulungagung, 7 September 2013
Ngainun Naim
masyaallah.. artikel ini menjadi inspirasi buat saya untuk menjadi lebih baik dalam berbuat.
BalasHapusTerima kasih atas apresiasinya. Senang sekali tulisan sederhana ini ada manfaatnya.
BalasHapus