Minggu, 01 September 2013

Menyaksikan Malam Hari Jadi Kabupaten Trenggalek



Menyaksikan Malam Hari Jadi Kabupaten Trenggalek
Oleh Ngainun Naim

Sejak menikah tahun 2003 hingga kemudian resmi menjadi warga Trenggalek, baru kali ini saya menyaksikan puncak perayaan Hari Jadi Kabupaten Trenggalek. Itu berarti selama sekitar 10 tahun menjadi warga Trenggalek, saya belum pernah sekalipun menyaksikan perhelatan akbar hari jadi yang rutin digelar setiap tanggal 30 Agustus. Tahun ini merupakan hari jadi yang ke-819. Sebuah usia yang cukup tua untuk sebuah kabupaten.
Ada banyak alasan kenapa selama sepuluh tahun ini saya tidak pernah menyaksikan acara puncak hari jadi. Alasan yang utama biasanya karena malas. Keluar malam hari setelah seharian bekerja tentu bukan hal yang nyaman. Saya biasanya sampai di rumah selepas magrib, bahkan tidak jarang selepas isya’ baru sampai di rumah. Dalam kondisi fisik yang capek, saya tentu lebih memilih untuk tidur atau istirahat santai di rumah.
Alasan lainnya, saya malas berdesak-desakan dengan ribuan orang yang memusat di seputar alun-alun. Untuk menuju lokasi, harus berjalan sekian ratus meter. Sepeda motor harus dititipkan dari jarak yang tidak dekat. Harga parkir pada kondisi semacam ini juga melangit.
Kondisi semacam ini didukung oleh istri yang juga malas untuk menyaksikan acara-acara semacam ini. Sepulang kerja, dia lebih betah di rumah menemani anak. Setelah seharian bekerja, bercanda bersama seluruh anggota keluarga merupakan momentum berharga yang indah.
Dipaksa Keadaan
Disiplin kerja yang semakin ketat karena penerapan absen fingerprint membuat saya sampai di rumah nyaris seusai magrib. Kalau hari jumat kondisinya lebih sore lagi karena jam pulang kantor adalah 16.30. Dibutuhkan waktu sekitar 1,5 sampai 2 jam perjalanan dari kantor sampai rumah karena saya naik bus.
Jumat kemarin, saat jam menunjukkan pukul 17.30, istri SMS menanyakan posisi saya. Saya jelaskan bahwa saya sudah sampai di Kecamatan Bendo. Itu artinya sekitar seperempat jam lagi saya akan sampai Terminal Bus Trenggalek. Istri bilang bahwa dia minta diantar ke alun-alun karena malam ini bertugas menjadi penerima tamu di acara Hari Jadi. Sayab menyanggupinya.

Sesampai di rumah, saya langsung mandi dan shalat. Setelah semua siap, dengan naik sepeda motor saya mengantar istri ke alun-alun. Jalanan mulai padat. Kendaraan memenuhi jalanan menuju ke alun-alun. Tampaknya orang dari berbagai daerah semua menuju ke alun-alun.
Akses jalan menuju alun-alun sudah ditutup. Istri harus berjalan agak jauh menuju tempat acara. Usai mengantar, saya pulang. ”Nanti sekitar jam delapan ayah ke sini sama Thole (panggilan anak kami) ya?”, katanya. Saya pun mengiyakan. Saya kemudian berkeliling melihat kemungkinan termudah untuk mencapai lokasi acara. Semuanya mulai penuh sesak manusia. Jumlahnya kian malam kian tak terbendung.
Waktu menunjukkan pukul 19.36 saat anak saya mengajak menyusul mamanya. Saya SMS ke istri akan berangkat. Ia pun mengiyakan. Kami berdua berangkat menyusuri jalanan yang kian padat. Sepeda motor seperti merayap. Benar-benar sangat padat. Mungkin sudah ribuan orang yang mengular menuju alun-alun. Beberapa tempat penitipan sepeda yang agak dekat lokasi sudah menolak orang yang mau menitipkan. Saya terus saja meringsek naik sepeda di tengah orang yang berjalan kaki. Beruntung, ada penitipan sepeda yang masih buka yang lokasinya tidak seberapa jauh dari tempat acara. Saya titipkan sepeda motor, kemudian berdua menuju lokasi acara.
Ribuan orang sudah menyemut. Istri telpon agar kami mendekati tenda acara. Tetapi tidak mudah mencapai lokasi. Benar-benar perjuangan. Setelah berjuang keras, sampailah kami di lokasi acara. Istri mengajak kami masuk ke tempat undangan. Ah, rasanya lega bisa duduk di tempat undangan ini. Saya perhatikan banyak kursi yang kosong. Besar kemungkinan banyak yang gagal menuju lokasi acara karena benar-benar tidak mudah menuju ke tempat tersebut.
Mengapa saya bisa ke acara tersebut? Keadaan yang memaksa. Kalau saja istri tidak bekerja sebagai staf di Kantor Pemkab yang malam itu bertugas sebagai penerima tamu, saya yakin tidak akan pernah tahu bagaimana gegap gempitanya orang berjuang untuk menyaksikan malam yang begitu berharga.

Pesta Kembang Api
Acara secara resmi dimulai sekitar pukul 21.00 saat Bupati Trenggalek, Dr. Ir. H. Mulyadi WR, M.M.T beserta istri, Wakil Bupati Kholik, S.H., M.Si beserta istri, Forum Komunikasi Pimpinan Daerah beserta istri, para pejabat dan tamu undangan hadir bersama-sama. Turut bersama rombongan adalah Dalang Ki Manteb Sudarsono.
Saat acara baru mulai, hujan turun dengan derasnya. Namun demikian, acara tetap berlangsung dengan khidmat dan meriah. Selesai sambutan Bupati, acara dilanjutkan dengan pesta kembang api. Hujan tiba-tiba terhenti. Acara pesta kembang api benar-benar meriah. Inilah tampaknya acara yang ditunggu-tunggu oleh ribuan warga Trenggalek. Pesta kembang api berlangsung sekitar 20 menit. Puluhan kembang api dalam berbagai ragam aksi meluncur deras ke udara. Ribuan pasang mata memandang dengan penuh kekaguman. Benar-benar indah dan menakjubkan. Anak saya pun tertawa senang dan terus saja mericau mengomentari atraksi ini.
Usai pesta kembang api, acara dilanjutkan dengan pelepasan balon ke udara oleh Ibu Peni Mulyadi. Hujan yang mulai turun kembali membuat beberapa balon tidak mampu terbang mulus. Bahkan ada yang jatuh dan menjadi rebutan. Beruntung, istri mendapatkan satu balon yang kemudian diantar ke tempat duduk kami. Tentu saja, anak saya gembira mendapatkan balon tersebut.
Wayang Kulit Semalam Suntuk
Usai pesta kembang api, acara dilanjutkan dengan Pertunjukan Wayang Kulit semalam suntuk. Dengan dalang Ki Manteb Sudarsono, acara malan hari jadi terasa istimewa. Hujan kian malam kian deras. Semakin penonton semburat mencari tempat berteduh. Sebagian lagi bertahan. Tenda tamu undangan akhirnya dibuka untuk umum mengingat hujan yang semakin deras.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 22.00 lebih saat anak kami mengajak pulang. Kondisi masih gerimis tetapi karena anak mulai mengantuk dan besok harus sekolah, terpaksa kami nekat pulang. Suasana masih sangat ramai dan penuh sesak. Gerimis tampaknya tidak mengurangi gegap gempita masyarakat untuk menyaksikan acara hari jadi.
Bagi saya, inilah momentum penting karena baru kali ini saya bisa menyaksikan acara berharga ini secara langsung. Salam.
Trenggalek, 31 Agustus 2013
Ngainun Naim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.