Menyaksikan Malam Hari Jadi Kabupaten Trenggalek
Oleh Ngainun Naim
Sejak menikah tahun 2003 hingga kemudian resmi menjadi
warga Trenggalek, baru kali ini saya menyaksikan puncak perayaan Hari Jadi
Kabupaten Trenggalek. Itu berarti selama sekitar 10 tahun menjadi warga
Trenggalek, saya belum pernah sekalipun menyaksikan perhelatan akbar hari jadi yang
rutin digelar setiap tanggal 30 Agustus. Tahun ini merupakan hari jadi yang
ke-819. Sebuah usia yang cukup tua untuk sebuah kabupaten.
Ada banyak alasan kenapa selama sepuluh tahun ini saya
tidak pernah menyaksikan acara puncak hari jadi. Alasan yang utama biasanya
karena malas. Keluar malam hari setelah seharian bekerja tentu bukan hal yang
nyaman. Saya biasanya sampai di rumah selepas magrib, bahkan tidak jarang
selepas isya’ baru sampai di rumah. Dalam kondisi fisik yang capek, saya tentu
lebih memilih untuk tidur atau istirahat santai di rumah.
Alasan lainnya, saya malas berdesak-desakan dengan ribuan
orang yang memusat di seputar alun-alun. Untuk menuju lokasi, harus berjalan
sekian ratus meter. Sepeda motor harus dititipkan dari jarak yang tidak dekat.
Harga parkir pada kondisi semacam ini juga melangit.
Kondisi semacam ini didukung oleh istri yang juga malas
untuk menyaksikan acara-acara semacam ini. Sepulang kerja, dia lebih betah di
rumah menemani anak. Setelah seharian bekerja, bercanda bersama seluruh anggota
keluarga merupakan momentum berharga yang indah.
Dipaksa Keadaan
Disiplin kerja yang semakin ketat karena penerapan absen fingerprint membuat saya sampai di rumah
nyaris seusai magrib. Kalau hari jumat kondisinya lebih sore lagi karena jam
pulang kantor adalah 16.30. Dibutuhkan waktu sekitar 1,5 sampai 2 jam
perjalanan dari kantor sampai rumah karena saya naik bus.
Jumat kemarin, saat jam menunjukkan pukul 17.30, istri
SMS menanyakan posisi saya. Saya jelaskan bahwa saya sudah sampai di Kecamatan
Bendo. Itu artinya sekitar seperempat jam lagi saya akan sampai Terminal Bus
Trenggalek. Istri bilang bahwa dia minta diantar ke alun-alun karena malam ini
bertugas menjadi penerima tamu di acara Hari Jadi. Sayab menyanggupinya.
Sesampai di rumah, saya langsung mandi dan shalat.
Setelah semua siap, dengan naik sepeda motor saya mengantar istri ke alun-alun.
Jalanan mulai padat. Kendaraan memenuhi jalanan menuju ke alun-alun. Tampaknya
orang dari berbagai daerah semua menuju ke alun-alun.
Akses jalan menuju alun-alun sudah ditutup. Istri harus
berjalan agak jauh menuju tempat acara. Usai mengantar, saya pulang. ”Nanti
sekitar jam delapan ayah ke sini sama Thole
(panggilan anak kami) ya?”, katanya. Saya pun mengiyakan. Saya kemudian
berkeliling melihat kemungkinan termudah untuk mencapai lokasi acara. Semuanya
mulai penuh sesak manusia. Jumlahnya kian malam kian tak terbendung.
Waktu menunjukkan pukul 19.36 saat anak saya mengajak
menyusul mamanya. Saya SMS ke istri akan berangkat. Ia pun mengiyakan. Kami
berdua berangkat menyusuri jalanan yang kian padat. Sepeda motor seperti
merayap. Benar-benar sangat padat. Mungkin sudah ribuan orang yang mengular
menuju alun-alun. Beberapa tempat penitipan sepeda yang agak dekat lokasi sudah
menolak orang yang mau menitipkan. Saya terus saja meringsek naik sepeda di
tengah orang yang berjalan kaki. Beruntung, ada penitipan sepeda yang masih
buka yang lokasinya tidak seberapa jauh dari tempat acara. Saya titipkan sepeda
motor, kemudian berdua menuju lokasi acara.
Ribuan orang sudah menyemut. Istri telpon agar kami
mendekati tenda acara. Tetapi tidak mudah mencapai lokasi. Benar-benar
perjuangan. Setelah berjuang keras, sampailah kami di lokasi acara. Istri
mengajak kami masuk ke tempat undangan. Ah, rasanya lega bisa duduk di tempat
undangan ini. Saya perhatikan banyak kursi yang kosong. Besar kemungkinan
banyak yang gagal menuju lokasi acara karena benar-benar tidak mudah menuju ke
tempat tersebut.
Mengapa saya bisa ke acara tersebut? Keadaan yang
memaksa. Kalau saja istri tidak bekerja sebagai staf di Kantor Pemkab yang
malam itu bertugas sebagai penerima tamu, saya yakin tidak akan pernah tahu
bagaimana gegap gempitanya orang berjuang untuk menyaksikan malam yang begitu
berharga.
Pesta Kembang Api
Acara secara resmi dimulai sekitar pukul 21.00 saat
Bupati Trenggalek, Dr. Ir. H. Mulyadi WR, M.M.T beserta istri, Wakil Bupati
Kholik, S.H., M.Si beserta istri, Forum Komunikasi Pimpinan Daerah beserta
istri, para pejabat dan tamu undangan hadir bersama-sama. Turut bersama
rombongan adalah Dalang Ki Manteb Sudarsono.
Saat acara baru mulai, hujan turun dengan derasnya. Namun
demikian, acara tetap berlangsung dengan khidmat dan meriah. Selesai sambutan
Bupati, acara dilanjutkan dengan pesta kembang api. Hujan tiba-tiba terhenti. Acara
pesta kembang api benar-benar meriah. Inilah tampaknya acara yang
ditunggu-tunggu oleh ribuan warga Trenggalek. Pesta kembang api berlangsung
sekitar 20 menit. Puluhan kembang api dalam berbagai ragam aksi meluncur deras
ke udara. Ribuan pasang mata memandang dengan penuh kekaguman. Benar-benar
indah dan menakjubkan. Anak saya pun tertawa senang dan terus saja mericau
mengomentari atraksi ini.
Usai pesta kembang api, acara dilanjutkan dengan
pelepasan balon ke udara oleh Ibu Peni Mulyadi. Hujan yang mulai turun kembali
membuat beberapa balon tidak mampu terbang mulus. Bahkan ada yang jatuh dan
menjadi rebutan. Beruntung, istri mendapatkan satu balon yang kemudian diantar
ke tempat duduk kami. Tentu saja, anak saya gembira mendapatkan balon tersebut.
Wayang Kulit
Semalam Suntuk
Usai pesta kembang api, acara dilanjutkan dengan
Pertunjukan Wayang Kulit semalam suntuk. Dengan dalang Ki Manteb Sudarsono,
acara malan hari jadi terasa istimewa. Hujan kian malam kian deras. Semakin
penonton semburat mencari tempat berteduh. Sebagian lagi bertahan. Tenda tamu
undangan akhirnya dibuka untuk umum mengingat hujan yang semakin deras.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 22.00 lebih saat anak
kami mengajak pulang. Kondisi masih gerimis tetapi karena anak mulai mengantuk
dan besok harus sekolah, terpaksa kami nekat pulang. Suasana masih sangat ramai
dan penuh sesak. Gerimis tampaknya tidak mengurangi gegap gempita masyarakat
untuk menyaksikan acara hari jadi.
Bagi saya, inilah momentum penting karena baru kali ini
saya bisa menyaksikan acara berharga ini secara langsung. Salam.
Trenggalek, 31 Agustus 2013
Ngainun Naim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.