Hampir Tiap Hari Saya Mendapatkan
Hadiah Jutaan Rupiah
Oleh Ngainun Naim
Membaca judul tulisan ini Anda mungkin menilai saya sombong. Memang judul
tulisan ini sekilas ada nuansa kesombongan. Tetapi saya menulis dengan jujur.
Saya tidak mau berbohong. Persoalan kemudian Anda menilai saya sombong, itu
terserah kepada Anda. Saya sesungguhnya
tidak berniat untuk sombong karena tidak ada yang layak untuk saya sombongkan.
Ya, nyaris tiap hari saya mendapatkan hadiah. Darimana? Dari macam-macam
sumber. Kadang dari Telkomsel, dari Undian Anu, Nomor HP yang beruntung, dan
sebagainya. Hadiah-hadiah itu jika ditotal saya kira jumlahnya miliaran rupiah.
Tetapi saya tidak mengambilnya. Saya merasa hadiah-hadiah itu bukan hak
saya. Misalnya begini. Saya mendapatkan hadiah 100 juta dari sebuah undian yang
saya tidak pernah ikut dalam undian tersebut. Ini kan jelas bukan rejeki halal.
Buat apa saya mengambilnya kalau saya tidak pernah ikut terlibat dalam
prosesnya secara rasional?
Dan memang hampir semuanya saya abaikan. Saya ingin hidup sederhana,
menikmati rejeki melalui jalan wajar, dan tidak ingin tercemar dengan hal-hal
yang semacam itu.
Kok bodoh amat? Ya terserahlah yang menilai. Semua hadiah jutaan itu datang
menyapa nyaris tiap hari melalui SMS di HP dan juga modem saya. Langkah awal
saya begitu membukanya adalah mencari bagian delete. Setelah itu, selamat tinggal. Dan saya tidak
memerdulikannya lagi.
Polisi Pun Tertipu
Ini kisah nyata, bukan rekaan. Kejadiannya pada tahun 1998. Saat itu orang
yang memiliki HP masih sangat terbatas. HP belum menjadi barang massal seperti
sekarang ini. Pada masa itu, memiliki HP bisa menjadi representasi kelas
menengah ke atas. Sebab memang harga sebuah HP sangat mahal. Begitu juga dengan
harga pulsa.
Penipuan melalui SMS masih sangat jarang terjadi. Informasi via SMS dinilai
sebagai informasi yang penting. Kondisi semacam ini memungkinkan orang untuk
mempercayai setiap SMS yang masuk.
Seorang teman bercerita bahwa kenalannya, seorang anggota polisi, menerima
SMS bahwa beliau mendapatkan hadiah mobil. Syarat untuk mengambilnya adalah
mentransfer uang 5 juta rupiah. Karena merasa mendapatkan rejeki besar, beliau
cepat mengirimkan uang untuk mencairkan hadiah tersebut.
Lama ditunggu, hadiah yang katanya akan dikirim itu tidak juga datang.
Setelah mengorek informasi di sana-sini, beliau kemudian menyimpulkan bahwa
beliau ternyata menjadi korban penipuan.
Memang, korban penipuan SMS berhadiah itu sangat banyak. Korbannya mencakup
berbagai jenis profesi. Para penipu sudah banyak yang tertangkap. Tetapi bukan
berarti penipuan berhenti. Selalu saja ada modus baru yang dikembangkan. Dan
korban pun terus saja berjatuhan, walaupun tingkat pengetahuan dan kesadaran
masyarakat terhadap jenis penipuan via SMS semakin meningkat.
Mental Jalan Pintas
Mengapa orang banyak yang tertipu? Tentu ada banyak jawabannya. Salah satu
jawabannya karena si penerima SMS memiliki mental jalan pintas. Prof. Dr.
Koentjaraningrat pada tahun 1970-an menjelaskan bahwa salah satu kecenderungan
yang kian berurat berakar di masyarakat Indonesia adalah mental untuk segera
mendapatkan segala hal secara cepat. Rasionalitas kurang menjadi pertimbangan.
Aspek yang penting adalah mendapatkan materi secara cepat.
Aspek inilah yang kemudian membuat mereka begitu mudah tergoda oleh SMS
penipuan. Jumlah mereka yang tergoda dan kemudian dengan sukarela mentransfer
saya kira sudah sangat banyak. Hal ini disebabkan—salah satunya—karena mental
jalan pintas dalam pikiran mereka.
Salam!
Tulungagung, 16
September 2013
Ngainun Naim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.