Oleh Ngainun Naim
Jumlah pejabat yang berurusan
dengan hukum kian hari kian meningkat. Kasus yang menjerat secara umum adalah korupsi. Semakin banyaknya pejabat yang
korupsi menunjukkan bahwa mereka sesungguhnya tidak amanah. Mereka tidak
menjalankan tugas sebagaimana sumpah jabatan yang mereka ucapkan. Mereka sedang menggerogoti daya tahan tubuh
negeri ini. Mereka sesungguhnya sedang mengemudikan negeri ini menuju
jurang kehancuran.
Kondisi yang semacam ini
mengingatkan saya kepada Bung Hatta. Sosok Wakil Presiden pertama Indonesia ini
adalah sosok yang perilaku hidupnya berkebalikan seratus delapan puluh derajat
dengan perilaku para pejabat sekarang yang banyak tersandung masalah. Bung
Hatta telah meninggalkan kita semua sekitar 33 tahun lalu, tetapi jejak hidup
yang ditinggalkannya memiliki relevansi untuk terus disosialisasikan agar para
pemimpin menyadari bahwa kepemimpinan itu bukan sarana untuk memperkaya diri
sendiri. Memimpin itu sebuah pilihan hidup yang harus dijalankan dengan penuh
pengorbanan.
Adakah pejabat sekarang yang
mengikuti jejak Bung Hatta? Pertanyaan yang juga menjadi judul tulisan ini
berangkat dari harapan saya secara pribadi terhadap para pemimpin sekarang ini.
Jujur saja saya tidak memiliki data mengenai para pemimpin sekarang. Apa yang
saya tulis ini sekadar sebuah ikhtiar menghadirkan sisi-sisi positif Bung Hatta
yang barangkali bisa dijadikan bahan referensi hidup para pemimpin—dan juga
calon pemimpin—agar kondisi negara ini semakin hari semakin baik.
Ada beberapa hal yang penting
dari sisi hidup Bung Hatta yang layak diteladani. Pertama, rajin membaca. Bung Hatta dikenal sebagai pembaca ulung.
Dalam kondisi apapun—saat muda, di penjara, menjadi wakil presiden—beliau
selalu menyempatkan diri untuk membaca. Membaca telah menjadi bagian yang tidak
bisa dilepaskan dari diri Bung Hatta. Bacaannya yang sangat luas itulah yang
menjadikan Bung Hatta sebagai pemimpin yang mampu memahami berbagai persoalan
dan memecahkannya secara cermat.
Bagaimana kondisi para
pemimpin sekarang ini? Saya hanya berharap agar mereka memiliki tradisi membaca
secara baik. Sesibuk apapun mereka masih mau menyempatkan diri untuk membaca.
Melalui membaca diharapkan akan tumbuh pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran
mengenai bagaimana memimpin secara lebih baik.
Kedua, disiplin. Bung Hatta dikenal
sebagai orang yang sangat disiplin. Kedisiplinannya bahkan sampai ke level
detik. Tidak ada istilah jam karet dalam kamus Bung Hatta. Aktivitasnya
dilakukan secara pasti berdasarkan pertimbangan yang matang. Orang yang
memiliki janji bertemu dengan Bung Hatta harus datang beberapa menit sebelumnya
karena kalau sampai terlambat satu menit saja, Bung Hatta akan menolaknya.
Bagaimana para pemimpin
sekarang ini? Saya berharap tradisi jam karet diminimalisir. Sudah bukan
rahasia lagi jika para pemimpin sekarang ini jarang yang memiliki kedisiplinan
tinggi. Mungkin karena merasa sebagai pejabat atau mungkin ya karena memang
tidak memiliki tradisi disiplin.
Ketiga, jujur. Kejujuran yang dimiliki
Bung Hatta bahkan sudah mendarahdaging. Ada sebuah pelajaran
menarik mengenai bagaimana Bung Hatta teguh dengan kejujurannya. Peristiwa ini
terjadi pada tahun 1950-an. Saat itu beliau masih menjabat sebagai wakil
presiden. Istri Hatta—Rahmi Hatta—sedang berjuang keras menabung karena berniat
untuk membeli sebuah mesin jahit. Belum sampai uang yang ditabung memenuhi
jumlah untuk membeli mesin jahit, pemerintah membuat kebijakan pemotongan Oeang
Repoeblik Indonesia (ORI). Tentu saja, Rahmi kecewa dengan kebijakan tersebut.
Ketika Hatta pulang dari kantor, ia mengeluh, ”Aduh, Ayah... mengapa tidak
bilang terlebih dahulu bahwa akan diadakan pemotongan uang? Uang tabungan kita
tidak ada gunanya lagi! Untuk membeli mesin jahit sudah tidak bisa lagi, tidak
ada harganya lagi.”
Hatta lalu menjawab, ”Yuke (panggilan kesayangan Hatta
kepada Rahmi Hatta), seandainya Kak Hatta mengatakan terlebih dahulu kepadamu,
nanti pasti hal itu akan disampaikan kepada ibumu. Lalu kalian berdua akan
mempersiapkan diri, dan mungkin akan memberi tahu kawan-kawan dekat lainnya.
Itu tidak baik! Kepentingan negara tidak ada sangkut-pautnya dengan usaha
memupuk kepentingan keluarga. Rahasia negara adalah tetap rahasia. Sungguh pun
saya bisa percaya kepadamu, tetapi rahasia ini tidak patut dibocorkan kepada
siapa pun. Biarlah kita rugi sedikit, demi kepentingan seluruh negara. Kita
coba menabung lagi, ya!”.
Ihwal kejujuran Hatta diakui oleh putrinya, Meutia Hatta. Pengaruh sikap
Hatta pada kebiasaan keluarga mereka sangatlah besar. Sampai sekarang, jika
salah satu adik Meutia pergi ke luar kota atau ke luar negeri dan Meutia
menitip uang untuk membeli sesuatu, maka sang adik yang dititipi akan mencatat
dengan teliti; berapa uangnya, kursnya berapa, belanjanya berapa, dan sisanya
sampai ke sen-sennya. ”Kami terbiasa jujur, biar pun Rp. 100 akan dikembalikan.
Kami menganggap, sesama kakak beradik harus jujur dan adil, karena kita harus
bergaul selama seumur hidup. Betapa pun masing-masing itu saudara, itu berbeda.
Namun, berkat ajaran ayah dan ibu mengenai kejujuran dan kasih sayang, kami
merasakan pentingnya bersatu,” kata Meutia.
Bagaimana kondisi pejabat sekarang ini? Sekarang semua orang tahu bahwa
banyak pejabat tidak jujur. Jumlah pejabat yang menjadi tersangka korupsi semakin
hari semakin banyak. Ini merupakan kondisi yang memprihatinkan. Semestinya para
pejabat itu belajar kepada Bung Hatta mengenai bagaimana menjalankan
kepemimpinan dengan penuh kejujuran.
Keempat, tidak korupsi. Ini merupakan bagian dari kejujuran Bung Hatta. Jika mau,
Bung Hatta bisa memanfaatkan posisinya untuk mengeruk banyak kekayaan. Tetapi
Bung Hatta adalah pemimpin yang teguh memegang prinsip. Uang yang tidak jelas
asal-usulnya akan ditolak. Dirayu bagaimana pun pasti gagal. Prinsip itulah
yang membuat Bung Hatta dikagumi oleh banyak orang. Secara ekonomi Bung Hatta
tidak kaya. Kekayaannya bahkan kalah jauh dengan banyak pejabat sekarang ini.
Tetapi nama baik beliau tidak akan terhapus dari ingatan kolektif bangsa ini.
Sama dengan pejabat sekarang ini, hanya konteksnya yang berbeda. Jika Bung
Hatta diingat kebaikannya, pejabat yang korupsi akan diingat dengan
kebejatannya. Terlalu.
Salam Persaudaraan!
Trenggalek, 17 September 2013
Ngainun Naim
www.ngainun-naim.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.