Dosen Kutu Buku Itu
Biasa, Tetapi Tukang Parkir Kutu Buku Itu Luar Biasa
Oleh Ngainun Naim
Tidak diragukan lagi bahwa membaca itu memiliki manfaat
besar dalam hidup manusia. Membaca yang dilakukan secara konsisten akan membuat
pelakunya dapat melakukan transformasi menuju kehidupan yang lebih baik. Hal
ini disebabkan karena isi buku yang diserap secara produktif memberikan
stimulus perubahan yang luar biasa.
Ada cukup banyak cerita tentang orang yang mengalami
transformasi hidup karena membaca. Rasanya tidak terlalu sulit mencari data
mengenai hal ini sebab memang signifikansi membaca telah menjadi pengetahuan
umum.
Namun demikian ada penggolongan secara tidak formal bahwa
para pembaca yang rajin adalah mereka yang dekat dengan dunia pendidikan.
Karena itu merupakan hal biasa manakala mereka—dosen, guru, mahasiswa,
peneliti, ekskekutif, dan berbagai profesi yang secara sosial dekat dengan
dunia pendidikan lainnya—rajin membaca. Sebab memang aktivitas dan kerja mereka
secara umum berhubungan dengan dunia membaca. Justru merupakan hal aneh
manakala mereka kurang rajin membaca.
Sementara profesi yang kelihatannya jauh dari dunia
pendidikan biasanya juga jauh dari dunia membaca. Implikasinya, jika mereka
rajin membaca justru akan dianggap sebagai hal yang luar biasa.
Tukang Parkir Pendiam
Ini merupakan pengalaman lama saya beberapa tahun lalu.
Saat itu saya sedang studi di Yogyakarta. Seminggu atau dua minggu sekali saya
pulang. Untuk kepentingan mobilitas selama di Yogyakarta, saya memakai sebuah
sepeda motor butut. Sepeda motor inilah yang menemani hari-hari saya.
Saat hendak pulang dari kos menuju tempat naik bis di daerah Janti, sepeda
saya titipkan di tempat penitipan sepeda. Hal ini memudahkan saya karena saat
datang kembali ke Yogyakarta, sepeda dapat segera saya ambil.
Tukang parkir yang menjaga penitipan sepeda usianya
sekitar 50 tahun. Tubuhnya tinggi besar. Tetapi orangnya sangat pendiam. Nyaris
tidak ada ucapan yang keluar dari mulutnya. Saat saya tanya, jawabannya pun
sangat ringkas. Kadang saya juga malas mengajaknya berbicara karena orangnya
terkesan sangat cuek.
Pernah saya mencoba membuka perbincangan, tetapi jawaban
yang saya peroleh sangat ringkas dan jauh dari kesan hangat. Beberapa kali saya
coba, tetapi polanya hampir selalu sama. Ya sudah, perbincangan saya ke beliau
pun tidak berkembang. Mungkin karena beliau memang pendiam.
Tetapi ada hal menarik yang dapat saya cermati dari
beliau, yaitu saat menjaga tempat penitipan sepeda tersebut, beliau selalu
ditemani buku-buku tebal di sekitarnya.
Suatu ketika saya cermati buku-buku yang bertumpuk tersebut. Saya lihat
sebagian besar adalah buku-buku agama yang memiliki ketebalan tinggi. Misalnya
Tafsir Al-Misbah karangan Prof. Dr. M. Quraish Shihab, buku-buku karya Almarhum
Prof. Dr. Hasbie Ash-Shidieqy, dan beberapa buku lainnya. Tidak lupa, kitab
suci al-Qur’an dan terjemahnya serta koran lokal Yogyakarta.
Pernah saya bertanya mengenai tumpukan buku-buku
tersebut, dengan singkat dijawab sebagai teman. ”Daripada mikir tidak karuan,
mendingan ditemani buku-buku yang bisa dibaca”, katanya.
Saya tidak tahu persis apa beliau sekarang masih bertugas
sebagai tukang parkir di Janti Yogyakarta. Saya hanya berdoa agar beliau selalu
dalam kesehatan dan keberkahan. Beliau orang luar biasa karena memiliki tradisi
membaca yang baik. Sebagai seorang pendidik, setiap ingat beliau saya ini malu
rasanya. Saya sangat jarang membaca. Saya harus mentradisikan membaca secara
lebih baik lagi agar terjadi transformasi diri ini menuju diri yang lebih baik.
Semoga.
Trenggalek, 12 September 2013
Ngainun Naim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.