Belajar dari Kegigihan Menulis Krishna Mihardja
Oleh Ngainun Naim
Nama Krishna
Mihardja mungkin belum terlalu akrab dengan para pembaca Kompasiana. Saya kira
itu wajar karena beliau adalah seorang pengarang sastra Jawa. Berbeda dengan
sastra Indonesia yang memiliki cakupan lebih luas, sastra Jawa–tentu saja—hanya
dibaca oleh orang Jawa atau orang yang memiliki minat terhadap bahasa Jawa.
Jumlah mereka yang mau membacanya juga minoritas di tengah jutaan warga
masyarakat Jawa. Bahkan isu sastra Jawa mati suri telah lama diperdebatkan,
walaupun faktanya masih hidup sampai hari ini. Tetapi hidupnya sastra Jawa saya
kira tidak sesehat dan sesegar sastra Indonesia.
Ada pelajaran
penting dari Krishna Mihardja yang dapat diteladani berkaitan dengan dunia
menulis. Aspek penting yang dapat diteladani adalah tentang kegigihannya menulis.
Ia menulis dengan sangat serius. Buah dari kerja kerasnya selama puluhan tahun
sebagai penulis sastra Jawa membuahkan hasil manis. Tahun 2013, Khrisna
Mihardja mendapatkan Hadiah Rancage untuk buku kumpulan cerkak (cerita pendek)
yang berjudul Pratisara.
Ada banyak
pelajaran yang dapat kita petik. Sebagaimana dimuat di Majalah Jaya Baya Nomor
40 Minggu 1 Juni 2013 dimuat tentang sosok Khrisna Mihardja. Beliau memberikan
nasihat. ”Kirim tulisan ke media dan tidak dimuat itu hal biasa. saya dulu juga
mengalaminya. Mengirimkan puisi atau cerita pendek berkali-kali tidak dimuat.
Baru pada tulisan yang ke-50, tulisan saya dimuat”, katanya. Lebih lanjut
Krishna menegaskan bahwa menjadi penulis itu membutuhkan daya tahan yang
tinggi. Dibutuhkan kegigihan dan tidak patah semangat. Karena itu, walaupun
ditolak oleh redaksi media massa, jangan putus asa. Terus saja berkarya,
mengirim, dan mengirim lagi. Jika terus saja mengirim, suatu ketika pasti akan
lolos dari seleksi media.
Terkait dengan
bagaimana meningkatkan kualitas tulisan, Khrisna menegaskan mengenai pentingnya
belajar karya para pengarang yang telah dimuat. Juga pentingnya membaca tulisan
para sastrawan senior. Kalau perlu membangun komunikasi secara intensif dengan
para penulis yang lainnya.
Lulusan Matematika
IKIP Yogyakarta ini menceburkan dirinya di sastra Jawa dengan penuh
kesungguhan. Selain menekuni sastra Jawa, ia juga menulis dalam bahasa
Indonesia. Tulisannya berupa cerita pendek, puisi, dan kritik sastra dan banyak
dimuat di berbagai media massa di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta.
Kumpulan cerpen
karyanya yang berjudul Bibir diterbitkan
oleh Penerbit Gama Media pada tahun 2001. Karya lainnya adalah Di antara Kali Progo dan Kali Opak, Legenda
Berdirinya Kota Yogyakarta, dan Ketika
Gelap Menjadi Terang. Ketiganya diterbitkan oleh PT Adicitra Yogyakarta
pada tahun 2005. Selain itu, tulisannya juga termuat di berbagai antologi, baik
sastra Jawa maupun Indonesia.
Karena kerja keras
dan kreativitasnya, pada tahun 2011 Khrisna menerima Penghargaan Sastra Untuk Pendidik yang diadakan oleh Pusat Bahasa.
Para jurinya, antara lain Sapardi Djoko Damono dan Helvy Tiana Rosa.
”Penghargaan itu bisa menambah motivasi diri saya untuk masuk dan menenuki
dunia kesusastraan”, katanya.
Salam.
Tulungagung, 4 September
2013
Ngainun Naim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.