Oleh Ngainun Naim
Salah seorang
penulis yang saya sukai adalah Stephen R. Covey. Saya memang hanya membaca dua
saja dari bukunya, tetapi energi buku itu—menurut saya—memang luar biasa. Ia
berhasil membangun sudut pandang yang mencerahkan tentang bagaimana menjalani
kehidupan sukses di tengah persaingan hidup yang semakin gila dan ketat.
Menurut Covey, bila
kita mengkaji kehidupan semua orang
yang mencapai prestasi gemilang—yaitu orang-orang yang memiiki pengaruh besar
terhadap sesamanya, mereka yang telah berjasa besar, dan orang-orang yang telah
mewujudkan hal-hal yang luar biasa—kita akan menemukan sebuah pola. Melalui
upaya dan perjuangan batin mereka yang terus-menerus tanpa henti, mereka telah
mengembangkan keempat kemampuan atau kecerdasan bawaan mereka. Perwujudan
tertinggi dari keempat kecerdasan itu adalah: kecerdasan mental, visi; untuk kecerdasan fisik, disiplin; untuk kecerdasan emosional, gairah; dan untuk kecerdasan spiritual, nurani atau suara hati.
Visi berarti dengan mata batin melihat kemungkinan yang
terdapat dalam diri orang, dalam proyek, dalam hal-hal yang pantas
diperjuangkan, dan dalam usaha kita. Visi dihasilkan ketika pikiran kita
menghubungkan kebutuhan dengan kemungkinan, ”Apa yang sekarang terbukti, dulu
hanya dibayangkan atau diangan-angankan” (William Blake). Bila orang tak punya
visi, bila mereka mengabaikan perkembangan kemampuan pikiran untuk mencipta,
mereka akan jatuh pada kecenderungan manusiawi ke arah victimism (viktimisme, merasa menjadi korban).
Disiplin adalah membayar harga yang harus dibayar untuk mewujudkan
visi tersebut. Disiplin inilah yang menangani fakta keras dan pragmatis dari
realitas kehidupan kita, dan melakukan apa saja yang diperlukan agar sesuatu
bisa terwujud. Disiplin akan muncul bila visi bertemu dengan komitmen.
Kebalikan dari disiplin dan komitmen yang membuat kita rela untuk berkorban
adalah mendahulukan keinginan sesaat.
Gairah adalah api, hasrat, dan kekuatan yang tumbuh dari
keyakinan, serta dorongan yang mempertahankan disiplin untuk terus berjuang
menggapai visi. Gairah muncul bila kebutuhan bertemu dengan bakat unik kita.
Kalau kita tidak memiliki gairah seperti itu, kekosongannya akan diisi dengan
perasaan tidak aman.
Nurani adalah kesadaran moral kita mengenai apa yang baik dan
buruk, dan dorongan untuk menggapai makna dan memberi sumbangan nyata. Nurani
adalah kekuatan yang mengarahkan kita dalam menggapai visi, mendayagunakan
disiplin dan gairah hidup. Nurani amat bertentangan dengan kehidupan yang
didominasi oleh ego atau keakuan kita. Perspektif
Covey ini saya kira penting untuk kita kaji, renungkan, dan jadikan sebagai
bahan pertimbangan dalam menjalani kehidupan sekarang ini. Saya kira tidak
penting memperdebatkan apa, mengapa, dan siapa Covey, tetapi yang lebih penting
adalah apa, mengapa, dan bagaimana gagasan briliannya telah mempengaruhi jutaan
orang di seluruh dunia. Salam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.