Sabtu, 14 September 2024

Pasrah

 Ngainun Naim

 

Jarum jam menunjukkan angka 09.50 ketika Pesawat Batik Air dengan nomor penerbangan ID 7557 meninggalkan Bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta pada Hari Jumat, 13 September 2024. Cuaca sangat cerah. Saya segera terlelap karena aktivitas yang lumayan padat di Jakarta sehingga hanya sempat tidur sekitar 3 jam.

Saya terbangun ketika pramugari membagikan roti dan aqua. Saya lihat baru pukul 10.20. Meskipun tidur sesaat rasanya cukup lumayan menyegarkan fisik.

Roti saya masukkan ke tas kecil karena baru saja sarapan sebelum berangkat ke bandara. Saya berusaha tidur lagi namun gagal. Mata hanya terpejam tetapi pikiran hidup ke mana-mana.

Pukul 10.40 pilot mengumumkan bahwa beberapa saat lagi pesawat akan mendarat di Bandara Achmad Yani Semarang. Perlahan pesawat mulai bergerak menurun. Saya yang duduk di kursi 21 B tidak bisa melihat dengan bebas pemandangan di luar. Namun dari pandangan sekilas saya lihat lautan dan perbukitan. Makin lama makin terlihat daratan. Dalam pikiran saya, ini Kota Semarang.

Tidak seberapa lama pilot mengumumkan cleared to land. Roda pesawat terdengar sudah dibuka. Sesaat kemudian pesawat siap mendarat. Namun entah mengapa tetiba pesawat seperti dihantam angin sangat kencang dan tidak jadi mendarat.

Pesawat kembali terbang ke atas. Hati mulai bertanya, namun tetap berdoa semoga tidak ada apa-apa. Cuaca terlihat sangat cerah.

Pesawat berputar sekitar 15 menit dan mencoba kembali mendarat. Namun kejadian serupa kembali terulang. Hati menjadi berdebar-debar.

Tetiba pilot mengumumkan bahwa telah melakukan upaya mendarat namun angin sangat kencang sehingga tidak mungkin untuk melakukan pendaratan. Akan dicoba sekali lagi untuk melakukan pendaratan. Jika tetap gagal, pendaratan akan dilaksanakan di Bandara Adi Soemarno Solo.

Saya berdoa semoga pendaratan lancar. Saya memiliki agenda setelah shalat jumat. Jika terpaksa mendarat di Solo, masih mungkin juga mengejar acara dari Solo ke Semarang. Tentu harapannya tetap mendarat dengan aman di Semarang.

Alhamdulillah, upaya ketiga berhasil. Pesawat mendarat dengan lancar. Jika melihat cuaca sesungguhnya sangat cerah. Namun manusia tidak akan mampu melawan kekuatan Allah. Pada situasi semacam itu, berdoa menjadi hal terbaik yang bisa dilakukan. Selebihnya pasrah.

 

Trenggalek, 14 September 2024

Jumat, 05 April 2024

Soin, Sol, dan Dek Abene


Ngainun Naim

 

Sejarah hidup bisa direncanakan oleh kita sebagai manusia. Bahkan harus direncanakan jika ingin mencapai target-target tertentu. Namun kemampuan manusia adalah ikhtiar. Hasilnya ada ada di tangan Allah.

 

Keinginan sebuah keluarga adalah anggota-anggotanya tinggal berdekatan agar komunikasi tetap terjaga, relasi antar keturunan tetap erat, dan relasi kekeluargaan tidak renggang. Namun takdir hidup tidak selalu sesuai dengan harapan. Di sini tangan Allah bekerja.

 

Pengalaman hidup keluarga saya dari garis Bapak menunjukkan hal yang semacam ini. Salah seorang adik Bapak, namanya Bulek Mariyah dan keluarga, ikut program transmigrasi pada awal tahun 1980-an. Beliau sekeluarga ditempatkan di sebuah daerah yang masuk wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara.

 

Jarak yang sedemikian jauh membuat komunikasi tidak berlangsung dengan lancar. Di tahun 1980-an, komunikasi yang paling mungkin ya melalui surat. Tentu, hanya sebagian kecil yang bisa terkomunikasikan dalam secarik kertas. Ini berkaitan dengan kemampuan menuangkan ide menjadi tulisan yang tidak mudah. Tidak semua orang bisa menulis surat dengan baik. Persoalan lain, sampainya surat itu membutuhkan waktu yang tidak singkat.

 

Butuh waktu bertahun-tahun untuk bisa bertemu kembali dengan mereka. Pilihannya adalah mengunjungi mereka atau mereka yang mudik. Sama-sama tidak mudah tetapi rasanya tidak ada pilihan lagi.

 

Suatu pagi datang seseorang ke rumah. Ternyata beliau adalah suami Bulek Mariyah, yaitu Pak Sadzali. Saya tidak ikut berbincang karena masih kecil. Hanya saya diberitahu Ibuk kalau kehidupan di daerah transmigrasi zaman itu masih banyak tantangannya. Belum seindah dalam bayangan dan cerita.

 

Kunjungan demi kunjungan dari keluarga Bulek di Sulawesi Selatan ke Tulungagung, termasuk yang dilakukan oleh anak-anaknya, menjadi penanda kehidupan ekonomi yang semakin baik. Jika ekonomi belum baik tentu sulit untuk membiayai perjalanan yang sedemikian jauh. Biayanya cukup menguras kantong. Dulu mereka berkunjung dengan menggunakan kapal laut. Sekarang ini sudah memakai pesawat terbang.

 

Saya sendiri sangat bersyukur pernah dua kali mengunjungi keluarga yang tinggal di Konawe Sulawesi Tenggara ini. Kunjungan pertama pada tahun 2004. Kunjungan kedua pada tahun 2022. Kunjungan tersebut, bagi saya, adalah kesempatan dan keberkahan yang begitu membahagiakan. Saat keluarga Konawe berkunjung ke Tulungagung, saya juga belum tentu bisa menemui mereka. Kadang mereka datang dengan waktu singkat. Bisa juga karena satu dan lain hal yang menjadi penyebabnya.

 

Hari Selasa tanggal 5 Maret 2024 tetiba Ibuk mengunggah sebuah foto. Foto tentang pasangan suami istri yang menjadi tamu di rumah. Mereka adalah Soin dan Sol, anak dan menantu Bulek Mariyah.

 

Rohmah tetiba berkomentar di grup WA. ”Sopo kui Buk?”.

 

Dijawab oleh Uun, ”Soin dan Sol”.

 

”Omahe ngendi?”, tanya Rohmah.

 

Tak jawab, ” Dek abene kae jarene Desa Wowasolo Kecamatan Wonggeduku Kabupaten Konawe Propinsi Suwalwesi Tenggara Indonesia”.

 

Begitulah, komunikasi kemudian berlanjut tentang kosa kata Dek abene. Ini kosa kata khas. Pemiliknya adalah Mbah Muji, Ibuk kandungnya Bapak. Mbah Muji menggunakan kosa kata itu dalam makna ”dahulu”.

 

Entahlah, dari mana kosa kata itu berasal dan ke mana perginya karena sekarang sudah tidak ada lagi. Kini, kosa kata itu adalah gugusan memori untuk mengenang masa lalu.

 

Tulungagung, 5 April 2024

 

 

 

Sabtu, 02 Maret 2024

Trilogi Dzikir, Fikir, dan Amal Shaleh

 


Ngainun Naim

 

Masa Penerimaan Anggota Baru [MAPABA] merupakan momentum yang tepat untuk membangun komunikasi dan melakukan refleksi. Komunikasi tidak hanya antar anggota dan pengurus PMII, tetapi juga dengan Majelis Pembina Komisariat. Sebagaimana dikatakan oleh para ahli, komunikasi adalah kunci. Komunikasi yang dijalankan secara efektif akan sukses dalam mewujudkan target tertentu. Komunikasi yang jarang dilakukan adalah kunci gagal.

Refleksi dilakukan untuk membaca realitas yang ada. Realitas positif atau negatif. Hasil pembacaan bukan sekadar sebagai hasil, namun sebagai titik pijak untuk menyusun langkah perbaikan di masa-masa selanjutnya.

MAPABA Komisariat UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung yang dilaksanakan di PP Darun Najah Ngadirogo Podorejo Sumbergempol Tulungagung pada 2-3 Maret 2024 memiliki makna yang sangat penting. Pesantren adalah kultur penting dalam tradisi PMII. Kampus adalah tempat tumbuh dan bersemainya PMII. Ini sejalan dengan Trilogi atau Trimotto PMII, yaitu dzikir, fikir, dan amal shaleh.

Dzikir seharusnya menjadi basis tindakan. Aktivis PMII selayaknya menjadikan dzikir—dalam maknanya yang luas—sebagai identitas. Jangan justru menghadirkan paradoks dengan meninggalkan dimensi ritual-keberagamaan.

Fikir adalah aktualisasi dan kontekstualisasi dimensi pemikiran sebagai basis intelektual. Mahasiswa PMII selazimnya sukses di dunia akademik. Ini penting menjadi titik tekan agar menjadi modal untuk membangun dan menjalani kehidupan pada masa-masa selanjutnya.

Amal shaleh menandakan bahwa aktivis PMII itu harus bergerak. Tentu gerak dalam makna positif-transformatif. Gerak yang dikonstruk dalam kerangka perubahan positif, baik individual maupun sosial.



Menjadi anggota PMII merupakan kesempatan luar biasa. Kesempatan ini seyogyanya dimanfaatkan sebaik mungkin untuk memberdayakan potensi diri. Orang yang sukses adalah yang selalu memberdayakan potensi dirinya sejalan dengan dinamika perkembangan zaman.

Memiliki anggota yang banyak itu penting. Tanpa anggota, PMII bisa mati. Semakin banyak anggota, semakin bagus. Namun perlu dipikirkan secara serius bagaimana mengelola kader yang banyak. Bukan sekadar banyak tetapi juga berkualitas.

 

Tulungagung, 2 Maret 2024

 

Kamis, 08 Februari 2024

Diperjuangkan


 

Ngainun Naim

 

Pesawat Super Air Jet dari Surabaya landing di Bandara Hasanuddin Makassar pukul 15.10. Sepanjang perjalanan sengaja saya manfaatkan waktu untuk istirahat. Saya pejamkan mata dan terlelap meskipun tidak sepenuhnya.

 

Istirahat sangat penting. Di tengah-tengah aktivitas, saya kerap memanfaatkan jeda dengan memejamkan mata. Memang tidak maksimal namun setidaknya bisa menabung energi.

 

Saya duduk di kursi nomor 23 C. Jadi harus sabar menunggu turunnya penumpang di depan yang antre untuk turun. Sesaat kemudian giliran turun tiba. Saya segera memandu mahasiswa yang ikut dalam rombongan ke tempat pengambilan bagasi. Sesuai informasi, tempatnya ada di counter 4.

 

Karena tampaknya masih lama, saya bersegera ke musola. Saya ingin solat jamak. Rupanya musola kecil itu tidak mampu menampung jumlah orang yang akan solat. Penuh sesak.

 

Saya segera melepas tas ransel lalu antri mengambil air wudhu. Setelah usai saya segera memakai sepatu kembali. Kuatir anak-anak sudah mendapatkan kopernya.

 

Ternyata koper belum juga sampai. Sesaat saya duduk sambil membuka hape. Tetiba saya teringat tas ransel yang tadi saya letakkan di musola. Saya pun segera berlari. Berharap tas tidak hilang.

 

Plong. Itu yang saya rasakan. Tas masih utuh. Tidak berpindah tempat atau diambil orang. Sungguh saya sangat bersyukur. Tidak terbayangkan seandainya tas itu raib.

 

Segera tas saya ambil. Saya berpikir untuk salat bersama rombongan. Apalagi anak-anak sudah menunggu karena koper sudah diambil.

 

Kami segera keluar. Panitia sudah menjemput. Beberapa kawan sudah ada di sekitar bus.

 

Kami pun bergabung. Berkenalan, berdiskusi, dan berbincang tentang banyak hal.

 

Hari semakin petang. Kami belum solat dan makan. Saya sampaikan ke panitia untuk memprioritaskan mencari masjid agar kewajiban tertunaikan.

 

Bus berukuran tanggung itu berjalan pelan meninggalkan bandara. Jalanan padat merayap. Makassar merupakan kota yang cukup besar sehingga wajar jika lalu lintas di jam sore penuh sesak.

 

Saya mulai was-was. Saya konfirmasi ke sopir lokasi masjid. Alhamdulillah, jam 17.20 sampai di masjid. Kami segera menunaikan salat. Kewajiban tertunaikan.

 

Lega rasanya. Ibadah memang harus diperjuangkan. Tidak selalu mudah melaksanakannya. Namun justru di situlah makna ibadah yang substantif.

 

Parepare, 12 Juli 2023

Selasa, 19 Desember 2023

Kelepon dan Pentol Kuah

 Ngainun Naim

https://cookpad.com/id/resep/15472560-kelepon-martapura

 

Mobil melambat lalu berhenti di perempatan karena lampu lalu lintas berwarna merah. Datuk Rasyid menurunkan kaca. Seorang pedagang mendekat.

 

"Sepuluh ribu tiga ya", kata Datuk Rasyid.

 

Tidak ada tawar-menawar. Datuk Rasyid memberikan uang, pedagang segera membungkus dagangannya dalam plastik lalu diserahkan.

 

Lampu menyala hijau. Mobil kembali melaju. Kali ini tujuannya ke makam Sheikh Arsyad Al-Banjari.

 

Datuk Rasyid bercerita kalau makanan yang baru dibeli merupakan makanan khas Sekumpul. Makanan itu dijajakan di pinggir jalan. Juga di tempat-tempat penjualan tertentu.

 

"Belum lengkap ke Banjar jika belum mencicipi kelepon", kata Datuk Rasyid.

 

Makanan kami bagi. Kawan-kawan mencicipinya. Demikian juga saya. Mirip dengan kelepon di Jawa. Hanya ukurannya lebih mini.

 

Kelepon ini memang khas. Semboyannya ”pecah di ilat”. Ketika digigit, kandungan gula merah akan pecah. Rasanya unik, manis, dan khas.

 


Belanja pentol kuah di sekitar Kubah Sekumpul

 

Sore menjelang shalat ashar dan usai ziarah ke Kubah Sekumpul, kawan-kawan membeli pentol. Posisi dagangan di pinggir jalan dekat gerbang mushola Guru Sekumpul. Penjualnya masih muda. Sekira dua puluh lima tahun.

 

Saya sendiri tidak tahu secara pasti. Maklum, saya tidak mendekat. Hanya mengamati dari jauh.

 

Diskusi menu

 

Ada cerita menarik dari teman-teman. Usut punya usut ternyata penjual pentol kuah itu dari Bangkalan. Ini menarik. Orang Tulungagung, beli pentol kuah pedas di Martapura, dan penjualnya orang Bangkalan Madura. Sebuah relasi yang unik.

 

Bayangkan, jauh-jauh ke Martapura sekadar beli pentol kuah. Ketemu penjual yang orang Madura. Namun ini menariknya lagi yaitu kalau di kampus Tulungagung, beli pentol bisa menurunkan marwah. Masak mau saingan sama mahasiswa?

 

BISN Banjarmasin. 16_12_2023





Rabu, 18 Oktober 2023

Belajar, Permainan, dan Pemberdayaan Potensi Siswa

 


Ngainun Naim

 

Salah satu fungsi pendidikan adalah membuka jalan bagi kemajuan kehidupan manusia (Priatna: 2004). Kehidupan itu tidak selalu linier. Ada dinamika yang kompleks. Tidak semua orang memiliki kemampuan untuk menemukan jalan untuk menyusuri kehidupan secara baik. Pendidikan memiliki fungsi untuk memberikan modal kepada siswa agar bisa mengarungi kehidupan yang dinamis.

 

Modal yang diperoleh dari bangku pendidikan memberikan potensi pada siswa untuk kemajuan kehidupan. Namun demikian modal ini sifatnya tidak statis. Kemampuan yang dimiliki sekarang sangat mungkin sudah kehilangan relevansi di masa depan. Pada titik inilah diperlukan satu aspek yang mendasar, yakni kemauan dan kemampuan untuk terus belajar sepanjang hidup. Dengan usaha semacam ini, modal akan terus diasah sehingga relevan dengan perkembangan yang ada.

 

Kemauan dan kemampuan untuk terus belajar sepanjang hidup (life-long learning) bukan persoalan sederhana (Sudarminta, dalam Atmadi dan Setiyaningsih: 2000). Tidak semua orang mampu melakukannya. Belajar umumnya diasumsikan hanya berlangsung ketika seseorang duduk di bangku sekolah atau kuliah. Setelah itu sudah tidak ada lagi belajar.

 

Belajar itu sesungguhnya menjadi bagian tidak terpisah dari kehidupan. Manusia yang berhenti belajar akan menjadi “beku”. Ia telah merasa cukup dengan apa yang dimilikinya. Padahal realitas terus tumbuh dan berkembang secara dinamis dan kompleks. Berhenti belajar berarti akan membuat seseorang tidak akan lagi memiliki modal yang memadai untuk menghadapi kehidupan yang tengah berjalan.

 

Tradisi belajar juga berkaitan dengan tantangan kehidupan di masa depan. Menurut Hasbullah (2015), kriteria masa depan adalah hiperkompetisi, suksesi revolusi teknologi, dislokasi, dan konflik sosial. Menyimak kriteria semacam itu maka tantangan demi tantangan kehidupan ke depan sungguh tidak mudah. Salah satu cara menghadapinya adalah dengan kreativitas yang tinggi. Kreativitas ini bisa diperoleh dan diasah melalui bangku pendidikan.

 

Pendidikan memang sudah memberikan banyak kontribusi dalam kehidupan. Tanpa adanya pendidikan, sulit dibayangkan bagaimana kehidupan ini akan berjalan. Capaian sekarang ini adalah buah dari pendidikan.

 

Namun demikian jalannya pendidikan secara praktik belum sepenuhnya mampu mewujudkan harapan banyak pihak. Justru di sinilah tantangannya. Pendidikan perlu melakukan berbagai upaya agar idealitas yang diharapkan bisa terwujud.

 

Dunia pendidikan bukan dunia soliter yang terasing, melainkan menjadi bagian tidak terpisah dari kehidupan secara keseluruhan. Relasi antara dunia pendidikan dengan masyarakat sangat erat. Perkembangan yang ada di masyarakat harus menjadi dasar pertimbangan berjalannya dunia pendidikan. Namun demikian dunia pendidikan juga perlu memberikan kontribusi bagi jalannya kehidupan di masyarakat.

 

Para pelaku pendidikan, termasuk guru, kini menghadapi tantangan yang tidak sederhana. Semakin hari tantangannya semakin berat. Jika seorang guru mengabaikan terhadap tantangan yang ada, ia akan kehilangan relevansi eksistensinya. Tentu perubahan tetap harus direspon secara aktif dan kreatif sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

 

Inovasi di dunia pendidikan menjadi kebutuhan mendasar. Tanpa inovasi, dunia pendidikan menjadi klasik dan ditinggalkan oleh masyarakat. Salah satu dasar yang penting untuk dipertimbangkan dalam menjalankan inovasi adalah pengalaman. Sebagaimana dinyatakan oleh Hadi (2016), pengalaman merupakan pengetahuan yang sangat berharga.

 

Pembelajaran yang kaku dan tidak ada inovasi dalam realitasnya kurang efektif. Sejalan dengan perkembangan yang ada, pembelajaran harus menumbuhkan mentalitas proses dalam diri siswa. Di tengah tantangan pragmatisme dan mental jalan pintas, penting bagi guru mengajari proses menjalani pembelajaran dengan sabar. Kegagalan dalam pembelajaran bukan akhir melainkan bagian yang penting untuk segera bangkit dan kembali menjalani proses. Memang tidak mudah dan sederhana karena ini berkaitan dengan mentalitas. Inilah tantangan yang kini harus dihadapi oleh para guru.

 

Belajar itu memang tidak selalu mudah. Hambatan dan tantangan menjadi bagian tidak terpisah dari pembelajaran demi pembelajaran. Para siswa banyak yang bosan ketika menghadapi kesulitan demi kesulitan. Saya kira wajar dan kita memahaminya. Namun demikian, rasa bosan itu menjadi muara ketidakberhasilan (Clear: 2019) dalam bidang apa pun, termasuk dalam pembelajaran.

 

Pada titik inilah pembelajaran yang menyenangkan memiliki peranan signifikan. Permainan dalam pembelajaran sesungguhnya bagian penting dari upaya untuk memberikan hasil pembelajaran sebagaimana yang diharapkan. Hal ini penting dilakukan karena pendidikan Indonesia menghadapi tantangan yang tidak ringan. Salah satunya adalah mutu lulusan yang belum sesuai dengan harapan (Sanaky: 2003).

 

Permainan dalam pembelajaran memiliki dua tujuan utama, yaitu untuk menimbulkan kegembiraan pada diri siswa dan melatihan keterampilan tertentu. Dua tujuan utama ini saling berkait-kelindan. Keterampilan akan bisa dicapai karena siswa belajar dengan riang gembira.

 

Tulungagung, 16 Oktober 2023

 

Daftar Pustaka

 

Hujair AH. Sanaky. Paradigma Pendidikan Islam. Yogyakarta: Safira Insania Press, 2003.

J. Sudarminta. “Tantangan dan Permasalahan Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium Ketiga”, dalam A. Atmadi dan Y. Setiyaningsih (eds.). (2000). Transformasi Pendidikan Memasuki Milenium Ketiga. Yogyakarta: Kanisius. 

James Clear, Atomic Habits Perubahan Kecil yang Memberikan Hasil Luar Biasa, terj. Alex Tri Kantjono Widodo, Jakarta: Gramedia, 2019.

Khalilullah, M. (2012). Permainan teka-teki silang sebagai media dalam pembelajaran Bahasa Arab (Mufradat). An-Nida', 37 (1), 15-26.

M. Hasbullah, Kebijakan Pendidikan dalam Perspektif Teori, Aplikasi, dan Kondisi Objektif Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2015. 

Sutrisno Hadi. Metodologi Riset. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016.

Tedi Priatna. Reaktualisasi Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004.