Selasa, 24 Juni 2025

Dari Walimah ke Walimah

Gambar diambil dari internet

 Ngainun Naim

 

Minggu, 22 Juni 2025, menjadi minggu yang lumayan sibuk. Agenda terbanyak adalah buwuh.

Agenda pertama ke Kediri. Sahabat Ketua LP2M UIN Shekh Wasil Kediri, Dr. Taufik Al Amin, mantu anak perempuannya. Acara resepsi di Sport Center yang ada di lingkungan kampus UIN Kediri.

Dibutuhkan waktu sekitar dua jam perjalanan dari rumah ke lokasi. Sesampai tujuan, tamu sudah padat merayap.

Begitu datang kami langsung foto bersama. Setelah itu menikmati sajian prasmanan dan berbincang dengan beberapa kenalan.

Agenda berikutnya menuju rumah Sahabat Robingan Abdul Aziz. Beliau merupakan staf di Pascasarjana UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Runahnya ada di Desa Tiudan Gondang Tulungagung.

Kami sampai di lokasi bersamaan dengan Dr. KH. Bagus Ahmadi, Ketua Umum PCNU Tulungagung. Di sini tidak terlalu lama. Hajat sudah tersampai. Waktu juga sudah mulai petang.

Kami kemudian bergerak pulang. Hari sudah menjelang malam. Masih ada agenda lain yang harus dijalankan.

Setelah magrib agendanya buwuh ke rumah seorang tetangga, Pak Sahudi. Tamu sangat banyak. Sampai ada yang antre tempat duduk.

Masih ada satu lagi agenda yang harus dikunjungi. Kali ini undangan dari seorang temannya istri. Acaranya setelah isyak.

Bulan ini tampaknya puncaknya orang mantu. Semoga para pengantin menjadi keluarga sakinah mawaddah warahmah. Amin.

 

Trenggalek, 22 Juni 2025

Senin, 23 Juni 2025

Rezeki Nomplok


 Ngainun Naim
 

Acara diskusi di Lantai 3 UIN Sayyid Ali Eahmatullah pada Iumat, 20 Juni 2025, baru saja usai. Bersama Kasubdit Litapdimas kami duduk santai di Kantin Maktob yang ada di depan Gedung Stasiun.

 

Sesungguhnya tidak jelas kapan mulai disebut Gedung Stasiun. Juga tidak jelas siapa tokohnya. Saya menduga karena gedung ini lokasinya yang hanya beberapa langkah dari rel kereta api. Mirip posisi stasiun.

 

Kami duduk santai. Ngobrol tentang aneka hal. Minuman--kopi hitam, jamu, kopi susu--menemani perbincangan.

 

Tetiba ada seseorang datang membawa tumpeng menuju tempat duduk bos kantin, H. Tobron. Kebetulan tempat duduknya persis di samping kami duduk.

 

Saya sendiri tidak tahu siapa yang mengantar. Juga tidak tahu apa hajatnya. Saya tidak terlalu memperhatikan.

 

H. Tobron

Kami kembali berbincang. Tetiba H. Tobron datang. Beliau membawa beberapa lembar kertas minyak dan meletakkannya di depan kami. Lalu secara terampil meletakkan nasi, sayur, dan potongan ayam lodho.

 

Tidak ada pilihan. Tidak boleh ditolak. Meskipun masih pukul 11.00 dan lantunan ayat suci Al-Quran terdengar bersahutan dari beberapa masjid, makan harus dilakukan. 

 

Jika lapar sesungguhnya juga tidak terlalu. Masih pukul 11.00. Tapi entah mengapa kali ini sensasinya berbeda.

 

Jujur rasanya sangat nikmat. Bahkan kami menambah nasi dari kantin. Pertanda kami menikmati sajian rezeki nomplok.

 

Hari semakin siang. Nasi sudah tandas. Ayam juga tinggal tulang belulang. Pesta berakhir. Saatnya menunaikan shalat jum'at.

 

Kediri, 22 Juni 2025

Selasa, 17 Juni 2025

Sosiologi Penglaju

Ngainun Naim

 

Senin subuh tanggal 16 Juni 2025 saya melakukan perjalanan ke Surabaya. Saya memilih Bus Patas Harapan Jaya dari Terminal Tulungagung.

 

Senin pagi bus penuh sesak. Meskipun patas, orang sampai rela berdiri. Bersyukur saya mendapatkan tempat duduk.

 

Naik bus untuk kepentingan kerja bukan sebatas mobilitas. Ada banyak hal unik dalam interaksi di antara sesama penglaju. Aktivitas mereka membawa banyak implikasi, seperti perubahan sosial.

Riset Rahardjo (1996) dengan judul Perubahan Sosial di Mintakat Penglaju: Dampak Penglajuan terhadap Perubahan Sosial di Bandulan menunjukkan bahwa aktivitas penglajuan membawa banyak perubahan dalam kehidupan. Perubahan ini mencakup lokasi asal, di atas kendaraan, dan juga di lokasi tujuan.

Para penglaju itu para pejuang. Mereka orang-orang hebat yang menjalani kehidupan dengan penuh perjuangan.

 

Jakarta, 17 Juni 2025

Jumat, 13 Juni 2025

Berpikir Sebelum Jari Bertindak


 Ngainun Naim

 

Bermedia sosial bukannya tanpa resiko. Ada manfaat, tapi ada juga mudharat. Ini aspek yang penting untuk diketahui dan dipahami secara baik.

Sudah cukup banyak orang yang merasakan manfaat media sosial. Namun tidak sedikit juga yang menjadi korban. Semua itu merupakan pelajaran hidup yang harus dijadikan titik pijak untuk lebih hati-hati.

Satu kunci penting yang perlu menjadi pegangan, yaitu berpikir dulu secara matang baru bertindak. Kadang jari kita lebih cepat mengajak untuk bertindak daripada berpikir. Ketika ada efek negatif, baru menyesal.

Kehadiran Artificial Intelligence (AI) menambah warna yang dinamis di dunia maya. Dalam konteks pendidikan, kehadirannya juga harus dimanfaatkan secara bijak. Jangan sampai manusia tunduk dan pasrah kepada AI.

Mengerjakan tugas dengan AI tanpa memberdayakan otak merupakan fenomena yang semakin jamak. Di sini ada bahayanya. Otak bisa stagnan, bahkan menimbulkan ketergantungan. AI tidak ditolak tetapi digunakan sebagai alat bantu dalam proses pendidikan.

Internet sekarang ini telah menjadi tulang punggung kehidupan masyarakat. Ia harus direspon secara adaptif, produktif, dan inovatif. Tentu, belajar dan terus mengembangkan diri harus dilakukan agar manusia tidak dikendalikan teknologi, tetapi teknologi yang seharusnya dikendalikan.

Tulungagung, 13 Juni 2025

Kamis, 12 Juni 2025

BTA



Ngainun Naim

Kantor Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia [PC PMII] Tulungagung terletak di sebelah timur perempatan BTA.

Ikhwal BTA ini cukup masyhur bagi masyarakat Tulungagung meskipun banyak juga yang tidak tahu substansi atau sejarahnya. Asal disebut nama perempatan BTA, pasti paham lokasinya.

Ini mirip dengan perempatan Bis Nggoling. Banyak yang bertanya atau bahkan mencari di mana lokasi bisnya.

BTA singkatan dari Batik Tulungagung.  Kisahnya sangat panjang. Dulu, di masa jayanya, sentra batik Tulungagung ada di sini. Di tempat ini juga tempat berkumpulnya para pengrajin.

Seiring perkembangan zaman, BTA mulai meredup. Kantornya sudah pindah tapi nama BTA tetap melegenda.

Nama BTA dan PMII cukup erat. Justru di sini banyak kisah unik terkait BTA.

Dulu, tahun 1997, ada beberapa pengurus PMII Yogyakarta yang diundang untuk mengisi acara di Tulungagung. Kepada mereka diberitahukan agar nantinya turun dari bus di perempatan BTA.

Rupanya terjadi perdebatan di antara mereka. BTA atau BCA.

Begitu sampai ke kantor PMII Tulungagung dijelaskan bahwa yang betul itu BTA. Di antara mereka lalu berkata, “BTA itu singkatannya Bank Tentral Asia ya”. Ekspresinya datar tanpa dosa. Kami yang mendengarnya tertawa.

Itu dulu. Kini BTA bukan hanya tentang batik. Persis di lokasi BTA lama kini berdiri warung makan. Namanya BTA: Bebek Teman Ayam. Begitu.

 

Tulungagung, 12 Juni 2025

Senin, 09 Juni 2025

Ternyata Ada yang Beli



Ngainun Naim

 

Saat melaksanakan umroh pada Januari 2025 lalu, saya bertekad akan menulis catatan perjalanan. Bagian demi bagian perjalanan saya abadikan. Momentum demi momentum saya catat.

Pelan dan pasti buku tersusun. Edit berkali-kali dan selalu saja ada yang kurang. Bahkan saat sudah selesai cetak, ternyata masih juga ada yang kurang tepat.

Saya kira memang seperti itu proses yang harus dijalani. Selalu ditemukan kekurangtepatan meskipun diedit berlapis.

Tujuan utama saya menulis buku yang saya beri judul Aku, Ibuk, dan Istriku: Catatan-Catatan Kebersamaan (Tulungagung: Akademia Pustaka, 2025) sebagai dokumentasi perjalanan. Sayang jika pengalaman yang sedemikian mahal dan berharga hilang begitu saja.

Memang ada banyak foto. Namun foto sering kali kurang menemukan konteks karena tanpa narasi. Ini tentu berbeda dengan saat foto dilengkapi dengan narasi.

Ketika catatan perjalanan menjadi buku, keluarga besar saya akan tahu bagaimana kisah demi kisah yang saya lalui Bersama Ibuk dan istri. Dari sisi ini, versi cerita bisa lebih komprehensif.

Sebagai dokumen, buku ini saya cetak terbatas. Namun saya juga menginformasikan di media sosial terkait buku ini.

Sungguh di luar dugaan. Buku ternyata ada juga yang memesannya. Jumlahnya lumayan.

Ini benar-benar di luar dugaan. Ternyata buku sederhana semacam ini ada juga yang mau memesan dan membacanya. Alhamdulillah.

 

Trenggalek, 6-6-2025

Minggu, 08 Juni 2025

Ziarah ke Makam Bapak



Ngainun Naim

 

Minggu pagi tanggal 8 Juni 2025 saya menjadwalkan mengunjungi Ibuk. Ini kunjungan rutin bersama keluarga.

 

Sesungguhnya saya ingin kunjungan itu dilakukan sore hari saat Idhul Adha, 6 Juni 2025. Namun rencana ini tidak mungkin dijalankan karena si kecil pada hari Sabtu tanggal 7 Juni harus masuk sekolah. Di sekolahnya ada kegiatan kurban.

 

Rencananya Sabtu sore ke rumah Ibuk. Tapi kembali gagal karena ada famili dekat yang meminta saya untuk ikut serta dalam kegiatan lamaran sekaligus mewakili keluarga.

 

Begitulah, Minggu pagi jadinya kami harus pastikan bisa berangkat. Saat sedang bersiap berangkat ada undangan doa bersama dari famili untuk Minggu malam. Tidak ada pilihan selain harus tetap berangkat ke Tulungagung. Memang dalam kondisi tertentu kita harus memilih.

 

Pukul 12.00 WIB sampai ke rumah Ibuk. Cuaca lumayan panas. Kami berbincang. Setelah itu istirahat.

 

Pukul 14.30 saya ke makam. Kangen dengan Bapak. Hampir sebulan saya tidak mengunjungi makam beliau. Kesibukan yang menjadi alasannya.

 

Kerinduan terhadap Bapak ini merupakan indikasi apa yang disebut Muhammad Iqbal (2018: 88) sebagai hadirnya ayah dalam kehidupan anak. Tidak semua anak memiliki kerinduan terhadap Bapaknya. Bahkan ada yang justru membencinya.

 

Saya merasakan betul bahwa Bapak adalah figur penting dalam kehidupan saya. Ajaran-ajarannya tetap hadir dalam hidup saya. Bapak adalah role model bagi saya. Meskipun tidak mampu meneladani semua kebajikannya, Bapak adalah fondasi keberadaan saya sampai hari ini.

 

Tulungagung, 8 Juni 2025

Sabtu, 07 Juni 2025

Bersua Setelah Berpisah Ratusan Purnama

Ngainun Naim

Namanya Nafik Widodo. Beliau teman satu kelas saat kuliah di IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Saat itu kelas disebut kosma. Saya dan beliau anggota Kosma B. Alhamdulillah, anggota kosma masih saling terhubung sampai sekarang. Kami memiliki Grup WA Kosma B.

Memang tidak semua masuk anggota. Ada yang tidak berkenan. Ada yang telah berpulang mendahului kami. Ada juga yang memang tidak aktif bermedia sosial.

Secara personal saya beberapa kali saling berkirim kabar dengan Nafik Widodo. Saling bertanya tentang satu dan lain hal. Pernah lewat telepon. Lebih sering lewat pesan WA.

Hari Senin, 2 Juni 2025, beliau kirim WA. Intinya menanyakan kapan saya ada waktu longgar. Beliau ingin bertemu.

Tentu kabar semacam ini sangat membahagiakan. Secara fisik—seingat saya—kami tidak bertemu sejak tahun 1995. Jadi sudah 30 tahun. Sudah ratusan purnama.

Foto demi foto yang sering muncul di grup memang bermanfaat, paling tidak sebagai obat kerinduan karena tidak lagi bersama sebagaimana zaman kuliah. Tapi itu akan berbeda rasanya dengan perjumpaan secara langsung.

Hari selasa tanggal 3 Juni 2025 ada Wisuda ke-43 UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Saya sampaikan ke beliau agar sekitar pukul 14.00 saja ke kampus. Saya ada waktu senggang yang lumayan untuk berbincang. Kondisi kampus pada jam itu sudah longgar.

Sesuai dengan kesepakatan, Selasa 3 Juni 2025, beliau berkunjung ke kantor bersama istri. Kami pun kemudian terlibat dalam aneka topik perbincangan. Topiknya random tetapi asyik.

Pertemuan ini membuat saya menjadi tahu bahwa istri Mas Nafik adalah alumni Program D2 STAIN Tulungagung angkatan pertama. Mas Nafik ternyata juga teman Prof. Dr. Zamroni, Wakil Rektor 2 UINSI Samarinda yang juga teman saya. Jadinya ada titik-titik penghubung dalam persahabatan kami.

Pertemuan dengan Mas Nafik dan istri memberikan refleksi tentang banyak hal. Saya menemukan kembali memori tentang bagaimana kami dulu menjalani kuliah. Mas Nafik adalah salah seorang kawan yang sangat aktif berpendapat dalam setiap matakuliah. Beliau kritis. Seingat saya beliau tidak pernah sekalipun tidak berpendapat.

Mengenang perjalanan kehidupan memberikan makna penting dalam diri. Manusia memang makhluk pencari makna (Martokoesoemo: 2008, 33). Makna ini bisa diperoleh melalui banyak jalan. Persahabatan adalah salah satu jalan mendapatkan makna.

Persabahatan dalam maknanya yang substantif adalah relasi antarpersonal. Relasi antara dua orang yang saling memproduksi sesuatu hal yang positif secara bersama-sama (Liwer: 2017, 393). Relasi saya dan Mas Nafik, semoga dalam kerangka ini. Persahabatan itu saling memberikan manfaat positif. Semoga.

 

Trenggalek, 7 Juni 2025

 

Bacaan

Alo Liweri, Relasi Antar-Personal, (Jakarta: Kencana, 2017).

Priatno H. Martokoesoemo, Law of Spiritual Attraction, (Bandung: Mizania, 2008).

Jumat, 06 Juni 2025

Mudah, Bukan Menganggap Mudah



 Ngainun Naim

 

Kebaikan itu harus dilakukan. Jika menemukan kebaikan, di mana saja, sebaiknya segera dikabarkan agar bisa menjadi energi berantai yang memunculkan kebaikan demi kebaikan berikutnya.

Inti pemikiran di atas saya peroleh setelah saya membaca tulisan seorang sahabat yang aktif di dunia literasi. Beliau bukan hanya sahabat tetapi juga guru saya menulis. Dulu, ketika awal belajar menulis, saya mendapatkan banyak pengetahuan dan semangat dari beliau.

Pendapat beliau perlu saya kutip karena menemukan relevansinya dengan pengalaman beberapa waktu lalu. Pengalaman tentang kebaikan yang perlu untuk dikabarkan.

Salah satu hal yang saya syukuri dalam hidup ini adalah seringkali mendapatkan pelajaran hidup dari orang-orang yang alim. Mereka mengajarkan tentang banyak hal, baik ilmu, perkataan, maupun perbuatan.

Satu pelajaran lagi saya peroleh dari seorang guru besar dari Universitas Negeri Surabaya. Hari Rabo, 4 Juni 2025, beliau menjadi penguji eksternal disertasi di UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Kebetulan saya menjadi anggota penguji.

Saat bersama beliau di meja penguji, saya merasa sedang belajar lagi. Pertanyaan, saran, dan perspektif yang beliau sampaikan bagi saya adalah ilmu. Saya mencatat poin demi poin penting yang bisa memperkuat keilmuan saya.

Selain ilmu, beliau juga berkisah tentang bagaimana beliau berlaku dalam hidup, khususnya dalam kaitannya dengan profesi sebagai dosen. Bagi beliau, untuk urusan dengan orang lain, jangan dipersulit. Mudah, namun jangan mempermudah.

Ini penting saya catat. Jangan mempermudah, dalam konteks beliau, melanggar alur dan prosedur asal tujuan tercapai. Ini tidak baik dilakukan.

Dalam urusan bimbingan, misalnya, beliau selalu menjawab WA mahasiswa dengan cepat. Dengan begitu mahasiswa tidak merasa digantung.

Jika ada mahasiswa mau bimbingan, misalnya, tidak harus di kampus. Bisa di rumah, atau bahkan beliau pernah melayani bimbingan dengan janjian di sebuah acara resepsi. Ini dilakukan karena jika mahasiswa harus ke rumah beliau, butuh biaya banyak. Juga butuh waktu yang tidak sedikit. Itu pun janjiannya tidak selalu sederhana.

Tentu, semua dilakukan dalam kerangka ibadah. Ketika urusan tidak dipersulit, Allah akan membalasnya dengan kemudahan demi kemudahan. Amin.

 

Trenggalek, 6 Juni 2025