Minggu, 02 November 2025

Menapaki Jalan Usia



 Ngainun Naim

 

Rasanya belum lama saya dan Rosyid sekolah di Madrasah Diniyah malam yang ada di desa tetangga. Masih teringat jelas bagaimana usai mahrib kami mengayuh sepeda dalam gelap malam menuju madrasah yang lokasinya di desa tetangga. Perjalanan dan saat di madrasah adalah momentum kebahagiaan yang masih terekam jelas.

 

Jarak madrasah diniah dari rumah sekitar 4 kilo. Transportasi utama adalah sepeda. Saya menjadi santri sejak kelas 3 SD.

 

Saat itu, awal tahun 1980-an, listrik belum masuk kampung kami. Lampu minyak dan petromak yang menemani rumah-rumah dan tempat-tempat lain, termasuk di madrasah diniyah kami. Hanya di momen tertentu ada penerangan melalui lampu disel. Misalnya orang yang punya hajat atau pengajian umum.

 

Usia remaja saya terpisah dengan Rosyid oleh jalan hidup. Saya tidak lagi bertemu dengan Rosyid. Info yang saya dengar beliau bekerja di luar negeri.

 

Lama sekali tidak bersua, pagi hari  tanggal 25/9/2025 secara tidak terduga saya bertemu Rasyid. Ia duduk di kursi depan kantor saya di UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Awalnya ia agak ragu saat melihat saya. Demikian juga dengan saya.

 

Keraguan akhirnya tertepis. Setelah saling yakin kami pun segera bertemu. Selanjutnya hanyut dalam perbincangan yang hangat.

 

Salah satu topik perbincangan adalah tentang kami yang tanpa sadar sudah beranjak menua. Usia kami sudah lebih setengah abad. Usia yang membuat kami seharusnya semakin "menep".

 

Sayang waktu terbatas. Saya harus menuju lokasi wisuda. Perbincangan baru bisa berlanjut sejenak usai wisuda.

 

Tulungagung, 25-9-2025

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.