Oleh Ngainun Naim
Jalan pagi di hari kedua reuni |
Mohon maaf sebelumnya, catatan sederhana ini tidak
berbahasa Inggris. Judulnya saja yang Inggris. Ya, biar agak sedikit keren he
he he.
Kata success story beberapa kali saya dengar disampaikan
oleh Pak Jamal saat reuni tanggal 25-26 Maret di Batu. Saya kira, kata ini
menjadi kata kunci penting yang harus terus disosialisasikan secara lebih luas.
Melalui cara ini, Program Pidra yang pernah berlangsung dari tahun 2001-2009 akan
menorehkan sejarah penting dalam konteks pemberdayaan masyarakat.
Sabtu pagi 26 Maret 2016 menandai kelanjutan kisah reuni
setelah malamnya para peserta larut dalam kebersamaan. Pidra menjadi memori
kolektif yang mempersatukan dan mempertemukan para sahabat yang kini terpencar
dalam banyak lini kehidupan. Dan, semua berharap agar Pidra bisa berlanjut.
Salah satu modalnya adalah success story.
Sarapan |
Sarapan pagi menjadi media diskusi yang lebih intensif.
Beberapa teman, karena satu dan lain hal, sudah meninggalkan hotel. Tapi ada
juga yang baru datang menyusul. Salah satunya adalah Mbak Lulu Wardhani.
Foto bersama |
Usai sarapan, seluruh peserta dikondisikan memakai kaos
Iket Sinambung Pidra. Terasa sekali kita semua satu dalam kebersamaan. Apalagi
kemudian kebersamaan ini diabadikan dengan foto bersama di samping kolam
renang. Sungguh sebuah momentum yang sangat berharga. Tentu, reuni yang bisa terselenggara
kemarin sudah merupakan success story tersendiri. Tidak terbayangkan jika
program yang sudah usai tujuh tahun lalu masih memberikan ikatan kuat.
Pada titik inilah harus kita berikan apresiasi kepada
para penggerak reuni yang bekerja sangat luar biasa. Semangat memberdayakan
masyarakat lewat Pidra terungkat secara jelas dalam sesi diskusi yang dipandu
Cak Solekhan. Koordinator LSM Pidra Blitar periode pertama tersebut sekarang
jauh lebih gemuk. Dulu masih langsing. "Sekarang langsung", katanya dengan
terbahak.
Menyimak gaya Cak Sholekan memfasilitasi, angan melayang
ke tahun 2001 saat pertama kali berjumpa beliau. Tidak banyak yang berubah pada
beliau, selain semakin matang ilmu dan pengalamannya. Di tangannya, diskusi
berlangsung begitu bergairah. Ada banyak kesepakatan yang berhasil dibuat, di
antaranya tentang rencana reuni selanjutnya di Trenggalek. Soal berapa tahun
sekali diadakan reuni, sempat terjadi perdebatan yang hangat. Ada yang usul
setahun sekali. Pak Budi Lumajang kurang sepakat karena menurut beliau terlalu
cepat. Tetapi juga jangan lima tahun sekali. "Nanti populasi kita sudah
berkurang", kata Pak Budi.
Kesepakatan untuk melakukan reuni dua tahun sekali gagal
disepakati. Atas masukan Pak Jamal, reuni dilaksanakan setahun sekali. Opsi
lokasi yang dipilih adalah Trenggalek. Sunaryo yang menjadi Koordinator Pidra
Trenggalek pun menyatakan siap menjadi penyelenggara reuni tahun 2017. Dia usul
agar reuni dilaksanakan di bulan april atau mei. "Saat itu duren sedang
musim panen", kata Sunaryo. Peserta pun mengiyakan dengan penuh semangat.
Tampaknya kuliner menjadi salah satu daya tarik reuni di
Trenggalek. Lodo Ayam Pak Yusuf menjadi tempat kuliner yang diposting
berkali-kali. Dan itu membuat teman-teman yang belum pernah mengunjungi menjadi
terdorong untuk mencoba mencicipi. Success story yang dimiliki oleh
masing-masing kelompok di setiap kabupaten seyogyanya ditulis dan dikumpulkan
menjadi satu buku tersendiri. Saya membayangkan jika ini bisa terwujud, Pidra
memiliki daya tawar untuk direplikasi. Semoga ke depan cita-cita dan
kesepakatan yang dirumuskan di Batu bisa terwujud. Amin.
Mantap
BalasHapusTerima kasih Mas Khaliq atas kunjungan dan komentarnya.
HapusKebersamaan memang sangat indah dan menyenangkan, apalagi dibarengi reuni. Tentu akan menambah suasana membahagiakan.
BalasHapusKebersamaan memang sangat indah dan menyenangkan, apalagi dibarengi reuni. Tentu akan menambah suasana membahagiakan.
BalasHapus