Selasa, 29 Maret 2016

Bersua Sahabat-sahabat Lama



Oleh Ngainun Naim
 
Grup FB Iket Sinambung Pidra
Tahun 2001-2003 saya terlibat dalam sebuah program pendampingan masyarakat di Trenggalek. Program itu bernama PIDRA, singkatan dari Participatory Integrated Development in Rainfed Areas. Intinya program ini adalah mendampingi masyarakat miskin yang tinggal di lahan kering agar kesejahteraan mereka bisa meningkat. Dalam usaha pendampingan, mereka diajak untuk berkelompok, mendapatkan pelatihan, dan merintis berbagai usaha yang bisa memberikan kontribusi positif pada peningkatan kesejahteraan mereka.

Program PIDRA sesungguhnya berlangsung dari tahun 2001-2009. Namun saya tidak mengikutinya sampai tuntas. Tahun 2003 saya mengundurkan diri karena nasib membawa saya mengabdi di IAIN Tulungagung. Di tempat baru, saya nyaris tidak mengetahui perkembangan program PIDRA selanjutnya. Tempat kerja saya sekarang memang dunia yang berbeda dengan PIDRA. Dunia saya sekarang adalah dunia akademik, walaupun dalam beberapa waktu terakhir saya kembali bersentuhan secara langsung dengan masyarakat karena berada di Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) IAIN Tulungagung.
Dari kiri ke kanan: Herwidi, Solekhan, dan Romlawati


Tanggal 22 Agustus 2015, Herwidi Bastugito membuat grup WA Iket Sinambung Pidra. Herwidi Bastugito yang dulu Tenaga Ahli PRA Pidra Blitar dan sekarang Komisioner KPUD Blitar juga menjadikan saya admin grup ini. Beberapa teman yang dulu aktif di PIDRA Trenggalek saya masukkan ke grup. Sejak ada grup WA, ingatan terhadap program PIDRA kembali muncul. Ya, inilah program yang mengajarkan saya banyak hal. Juga memberikan banyak hal dalam hidup saya. Saya menyebut program ini “Barakah dan Mbarakahi”. 
Foto bersama


Diskusi soal rencana reuni pada aktivis PIDRA membangkitkan semangat saya untuk bisa datang. Saya ingin berdiskusi dan berjumpa kembali dengan sahabat-sahabat yang dulu pernah terlibat dalam program yang penuh tantangan tersebut. Di grup WA saya memang jarang komentar, tetapi sebisa mungkin saya baca perkembangannya. Secara umum grup WA Iket Sinambung PIDRA sangat produktif. Diskusi, pemikiran, dan berbagai gagasan berlangsung sangat intensif. 

Ketika diputuskan reuni akan dilaksanakan tanggal 26 Maret 2016, saya menjadi apatis untuk bisa datang. Hal ini disebabkan karena tepat pada tanggal itu saya ada undangan seminar di Unmuh Ponorogo. Rasanya mustahil bisa hadir di dua tempat dalam waktu bersamaan. Saat itu saya putuskan untuk tetap pesan kaos walaupun tidak bisa hadir di reuni. 
 
Sebagian peserta reuni

Ternyata Allah menakdirkan saya untuk bisa datang ke reuni. Tanggal 19 Maret 2016 panitia Seminar Pascasarjana Unmuh Ponorogo menghubungi bahwa seminar diundur karena satu dan lain hal. Saya sungguh bersyukur. Karena itu ketika esoknya Herwidi Bastugito japri tentang reuni, saya pun segera mengiyakan. Selain reuni, saya bisa mengajak keluarga untuk berlibur di Kota Batu.

Hadir di reuni yang ada di Hotel Pitaloka Batu sungguh menyenangkan. Saya bisa bersua lagi dengan sahabat-sahabat yang dulu pernah bersama di PIDRA. Itu artinya hampir 13 tahun sudah tidak bertemu lagi. Memang beberapa orang pernah bertemu, seperti Herwidi Bastugito, Imam Suhadi, dan Rodi Hanan Wibowo. Tetapi sebagian besarnya tidak bersua karena berbagai faktor.
Dua pembawa acara: Mbak Diah dan Mas Rodi


Saat saya datang di Hotel Pitaloka yang lokasinya hanya selemparan batu dari Jawa Timur Park 1 tersebut, ada Mas Budi Blitar bersama Mas Syafii. Lalu ada Herwidi dan Mbak Diah. Juga beberapa teman yang saya belum begitu kenal karena mungkin beda fase. Begitulah, jumat 25 Maret 2016 menandai bertemunya kawan-kawan lama setelah berpisah bertahun-tahun.

Malam hari tanggal 25 Maret 2016 seakan menjadi puncak reuni. Saya bertemu Mas Rodi yang tetap sumringah. Guyonan kasarnya tetap tidak berubah. Sungguh, ini pertemuan luar biasa. 

Mas Rodi yang didaulat menjadi pembawa acara tiba-tiba membisiki sesuatu. Intinya nanti akan ngerjain Herwidi yang sedang ulang tahun. Dia minta saya untuk testimoni tentang peta hotel yang membingungkan dengan nada marah. Saya ketawa. Saya bilang bahwa saya tidak punya modal untuk marah-marah. Lalu bersama Pak Karmaji dari eks Sekpid Tulungagung ditunjuk Pak Edi. 
 
Perkenalan Tim Tulungagung

Pak Edi dengan kumisnya yang seperti Gatot Kaca memiliki peluang yang meyakinkan untuk marah-marah. Kata Mas Rodi, di tengah edisi marah, Mbak Diah akan datang membawa kue ulang tahun. Skenario berjalan lancar. Dan malam itu, Herwidi mendapatkan kado terindah. Dia ulang tahun ke 49 di tengah para sahabat-sahabatnya. Sungguh ulang tahun yang indah.

Usai kejutan ulang tahun Herwidi Bastugito, acara dilanjutkan. Pak Jamal maju memberikan sambutan dengan penuh semangat. Saya merasa Pak Jamal tidak banyak berubah dibandingkan dengan dulu saat saya aktif di PIDRA. Semangatnya tetap menyala. Bersama Pak Joko, beliau berdua adalah sosok yang sangat menentukan perjalanan PIDRA Jawa Timur. Tiba-tiba saya teringat Pak Totok Timbul yang kini sedang sakit. Semoga Allah mengangkat penyakit beliau dan beliau bisa sembuh seperti sedia kala. 

Dalam sambutannya Pak Jamal mengapresiasi terhadap semangat dan kehadiran teman-teman semua. Bahkan dari NTB pun hadir, yakni Pak Zaenal dan Pak Makmun. Karena itu, semangat ini harus dirawat. Berbagai keberhasilan PIDRA perlu ditumbuhkembangkan agar bisa memberikan manfaat secara luas. 
 
Pak Jamal dan Pak Joko
Usai sambutan Pak Jamal dan Pak Joko, acara dilanjutkan dengan perkenalan tim. Perkenalan pertama Tim Pacitan dengan jumlah peserta di atas sepuluh orang. Acara perkenalan dilakukan secara berurutan sampai ke Lumajang. Di tengah-tengah acara, Pak Drh. Budi dari Lumajang datang. Alhamdulillah, beliau yang sudah purna masih begitu bersemangat hadir. Tentu ini merupakan kebahagiaan bagi kami semua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.