Oleh Ngainun Naim
Ternyata
butuh waktu seminggu untuk merekam dan menulis pengalaman mengamati pengajian
yang dilaksanakan para pemuda di desa tempat saya tinggal. Poin-poin pentingnya
sesungguhnya sudah saya buat, tetapi saat akan mengeksekusi menjadi sebuah
tulisan seperti ini, ternyata selalu saja ada hambatan untuk menyelesaikannya.
Setelah berusaha keras, akhirnya bisa juga menyelesaikan tulisan ini.
Tulisan
ini adalah renungan atas pengajian yang dilaksanakan pada tanggal 27 Februari
2016 lalu. Saya menyebut malam minggu saat itu sebagai malam yang penuh dengan
nuansa religius. Tak sampai dua ratus meter dari rumah saya ada acara pengajian
dan shalawat jaljalut. Penyelenggaranya adalah kelompok yasin tahlil anak-anak
muda Desa Parakan Kecamatan Trenggalek.
Anak-anak
muda ini memang membanggakan. Nyaris setiap tahun mereka mengadakan acara
pengajian. Sudah beberapa kali saya hadir di acara mereka. Tetapi acara paling
meriah adalah malam ini.
Usai
magrib hujan deras mengguyur bumi. Semakin malam semakin deras. Saya bersama
anak lanang menuju lokasi pengajian usai shalat isya’. Hujan kian deras. Saya
terpaksa tidak menuju lokasi yang disediakan karena tempatnya tidak cukup dan
hujan semakin deras. Saya pun menuju rumah tetangga yang lokasinya kebetulan
persis berada di depan lokasi acara. Di teras rumah, bersama puluhan jamaah
saya ikut menikmati semangat warga jamaah dalam melantunkan salawat.
Malam
kian larut. Alunan shalawat menggema di tengah iringan hujan yang kian deras.
Ratusan orang terus berdatangan tanpa mempedulikan hujan. Sungguh sebuah
pemandangan yang menggetarkan.
Jarum
jam menunjukkan pukul 21.00 lebih saat anak lanang mengajak pulang. ”Aku
ngantuk, Yah,” katanya. Kami pun pulang.
Hujan
mulai reda, tetapi belum berhenti sama sekali. Acara resmi sudah dimulai.
Setelah sambutan panitia, lantunan shalawat kembali menggema. Suaranya masih
terdengar jelas dari rumah karena jarak lokasi dengan rumah yang hanya
selontaran batu.
Beberapa
saat kemudian, acara pengajian dimulai. Mubaligh yang hadir adalah K.H. Mu’alim
dari Tulungagung. Pada pengajian ini, beliau menyampaikan beberapa hal. Pertama,
pentingnya membaca shalawat. ”Shalawat merupakan ibadah yang sangat
bermanfaat,” kata beliau. Karena itu beliau menekankan kepada para jamaah untuk
membaca salawat secara rutin, baik ada iringan musik atau tidak.
Kedua, pentingnya
membangun sikap toleran di masyarakat yang kini semakin berwarna-warni. Dalam
pandangan Kiai Mu’alim, sekarang ini berkembang begitu banyak warna Islam. Ada yang
toleran, ada yang ekstrim, ada yang macam-macam. Menghadapi kelompok yang
berbeda, sikap yang perlu ditekankan adalah toleransi.
Ketiga, pentingnya
memantapkan iman. Ini penting ditegaskan karena godaan keimanan di zaman
sekarang ini begitu beratnya. Karena itulah, khususnya buat generasi muda, Kiai
Mu’alim berpesan untuk terus berusaha meningkatkan keimanan. Iman yang menjadi
kunci keselamatan hidup di dunia dan akhirat.
Usai
pengajian, salawat terus dibaca. Gemanya terasa hingga tengah malam. Saya baru
bisa tidur setelah acara selesai. Semoga acara tersebut memberikan keberkahan
kepada semua umat. Semangat mereka adalah inspirasi yang penting untuk terus
digali.
Tulungagung, 4-3-2016.
semangat tak kenal lelah dalam syiar Islam yang perlu digaris bawahi darpara pemuda,mereka mengupayakannya lewat lantunan sholawat dan pengajian....salam
BalasHapusAmin. Suwun suntikan semangatnya.
Hapus