Jumat, 04 Maret 2016

Semangat Tak Terbendung Mengamati Fenomena Shalawat Jaljalut di Tengah Derasnya Hujan



Oleh Ngainun Naim
 
Suasana pengajian dalam guyuran hujan
Ternyata butuh waktu seminggu untuk merekam dan menulis pengalaman mengamati pengajian yang dilaksanakan para pemuda di desa tempat saya tinggal. Poin-poin pentingnya sesungguhnya sudah saya buat, tetapi saat akan mengeksekusi menjadi sebuah tulisan seperti ini, ternyata selalu saja ada hambatan untuk menyelesaikannya. Setelah berusaha keras, akhirnya bisa juga menyelesaikan tulisan ini.
Tulisan ini adalah renungan atas pengajian yang dilaksanakan pada tanggal 27 Februari 2016 lalu. Saya menyebut malam minggu saat itu sebagai malam yang penuh dengan nuansa religius. Tak sampai dua ratus meter dari rumah saya ada acara pengajian dan shalawat jaljalut. Penyelenggaranya adalah kelompok yasin tahlil anak-anak muda Desa Parakan Kecamatan Trenggalek.
Anak-anak muda ini memang membanggakan. Nyaris setiap tahun mereka mengadakan acara pengajian. Sudah beberapa kali saya hadir di acara mereka. Tetapi acara paling meriah adalah malam ini.
Usai magrib hujan deras mengguyur bumi. Semakin malam semakin deras. Saya bersama anak lanang menuju lokasi pengajian usai shalat isya’. Hujan kian deras. Saya terpaksa tidak menuju lokasi yang disediakan karena tempatnya tidak cukup dan hujan semakin deras. Saya pun menuju rumah tetangga yang lokasinya kebetulan persis berada di depan lokasi acara. Di teras rumah, bersama puluhan jamaah saya ikut menikmati semangat warga jamaah dalam melantunkan salawat.
Malam kian larut. Alunan shalawat menggema di tengah iringan hujan yang kian deras. Ratusan orang terus berdatangan tanpa mempedulikan hujan. Sungguh sebuah pemandangan yang menggetarkan.
Jarum jam menunjukkan pukul 21.00 lebih saat anak lanang mengajak pulang. ”Aku ngantuk, Yah,” katanya. Kami pun pulang.
Hujan mulai reda, tetapi belum berhenti sama sekali. Acara resmi sudah dimulai. Setelah sambutan panitia, lantunan shalawat kembali menggema. Suaranya masih terdengar jelas dari rumah karena jarak lokasi dengan rumah yang hanya selontaran batu.
Beberapa saat kemudian, acara pengajian dimulai. Mubaligh yang hadir adalah K.H. Mu’alim dari Tulungagung. Pada pengajian ini, beliau menyampaikan beberapa hal. Pertama, pentingnya membaca shalawat. ”Shalawat merupakan ibadah yang sangat bermanfaat,” kata beliau. Karena itu beliau menekankan kepada para jamaah untuk membaca salawat secara rutin, baik ada iringan musik atau tidak.
Kedua, pentingnya membangun sikap toleran di masyarakat yang kini semakin berwarna-warni. Dalam pandangan Kiai Mu’alim, sekarang ini berkembang begitu banyak warna Islam. Ada yang toleran, ada yang ekstrim, ada yang macam-macam. Menghadapi kelompok yang berbeda, sikap yang perlu ditekankan adalah toleransi.
Ketiga, pentingnya memantapkan iman. Ini penting ditegaskan karena godaan keimanan di zaman sekarang ini begitu beratnya. Karena itulah, khususnya buat generasi muda, Kiai Mu’alim berpesan untuk terus berusaha meningkatkan keimanan. Iman yang menjadi kunci keselamatan hidup di dunia dan akhirat.
Usai pengajian, salawat terus dibaca. Gemanya terasa hingga tengah malam. Saya baru bisa tidur setelah acara selesai. Semoga acara tersebut memberikan keberkahan kepada semua umat. Semangat mereka adalah inspirasi yang penting untuk terus digali.

Tulungagung, 4-3-2016.

2 komentar:

  1. semangat tak kenal lelah dalam syiar Islam yang perlu digaris bawahi darpara pemuda,mereka mengupayakannya lewat lantunan sholawat dan pengajian....salam

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.