Oleh Ngainun Naim
Hari
sudah sore saat saya meluncur ke Desa Sumberdadi. Ini merupakan pertama kalinya
saya menuju ke desa tersebut. Sebagai pendatang, rasanya wajar jika saya belum
tahu beberapa (tepatnya banyak) desa yang berada di wilayah Bumi Menak Sopal
Trenggalek.
Jalanan
yang saya lalu sebagian besarnya rusak dan berdebu. Aspelnya mengelupas nyaris
habis. Medan semacam ini membuat perjalanan yang saya lakukan menjadi penuh dengan
tantangan. Saya tersenyum sendiri melihat realitas semacam ini. Desa Sumberdadi
adalah desa yang masuk wilayah kecamatan kota, tetapi infrastrukturnya masih
harus ditingkatkan. Padahal, jarak ke kota tidak sampai 10 kilo. Bagaimana
dengan desa-desa lain yang lokasinya jauh dari pusat kota?
Jalanan menuju lokasi Bidik Misi |
Saya
berhenti sejenak saat mulai masuk ke Desa Sumberdadi untuk bertanya tentang
lokasi yang saya tuju. Seorang bapak dengan ramah memberikan jawaban. ”Terus
saja. Tidak terlalu jauh kok,” jawabnya. Saya berterima kasih. Tapi saya nyaris
yakin jika kata ”tidak terlalu jauh” itu maksudnya juga ”tidak terlalu dekat”.
Ini model jawaban orang desa. Sebuah optimisme untuk tidak memandang berat
realitas.
Saya
melaju menyusuri medan yang tidak mudah. Sesekali berhenti untuk mengambil
gambar sebagai modal menulis di blog. Ya, siapa tahu ada manfaatnya.
Ternyata
tidak mudah untuk menemukan alamat yang saya cari. Butuh empat kali bertanya sebelum
akhirnya saya sampai di tempat yang saya cari. Sebuah rumah sederhana, jauh
dari tetangga, berada di sebuah perbukitan, dekat dengan makam, dan medan
menuju rumah tersebut cukup curam.
Saya
mengucapkan salam. Seorang gadis ke luar dari rumah itu. Setelah dipersilahkan
masuk, saya menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan. Bapaknya yang sedang pulang
mencari rumput diberitahu. Maka, interview pun berjalan lancar.
Jalanan berliku |
Keluarga
itu sungguh sederhana. Rumahnya yang dari batu bata belum lama berdiri.
Sebelumnya dari papan. MCK? Hanya punya kamar mandi. Lainnya tidak perlu saya
ceritakan. Sungguh penuh keterbatasan. Tetapi si anak punya prestasi tidak
main-main. Bayangkan, ia lulusan SMA favorit Trenggalek. Padahal, SMA favorit
itu terkenal sebagai sekolah anak-anak pintar dan dari keluarga kaya. Ia juga
sering juara. Beberapa kali ia menjadi juara olimpiade. Saya sungguh kagum. Ini
benar-benar augerah Allah. Dengan segala keterbatasan kondisi keluarga, gadis
itu menoreh prestasi yang tidak main-main. Ada lagi yang membuat saya kagum,
yaitu mimpi futuristik orang tuanya. ”Saya berharap nasib anak-anak saya tidak
seperti saya. Karena itu saya sekolahkan, walaupun saya juga tidak tahu
bagaimana mencari dana untuk biaya. Tapi saya yakin ada jalan,” kata bapak si
anak saat saya tanya alasannya menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi.
Hari
semakin petang. Semua data yang dibutuhkan sudah terekam. Saya pun pamit. Dan
saya pun kembali menyusuri jalanan panjang untuk pulang. Minggu pagi saya akan
kembali menelusuri jejak anak-anak bangsa yang sarat potensi. Semoga anak-anak
berprestasi seperti yang saya kunjungi pada sabtu sore itu mendapatkan
kemudahan dalam menuntut ilmu.
Jalanan mulus |
Hari
minggu saya melanjutkan perburuan. Perjalanan di hari minggu lebih panjang,
penuh liku-liku, dan tidak mudah. Butuh energi besar dan kesabaran dalam
menjalani tugas ini.
Tepat
jam 08.00 saya berangkat dari rumah. Tujuan pertamanya adalah sebuah desa di
dekat stadion. Artinya, berada di wilayah kota. Saya berkeliling mencari RT
dari nama calon penerima beasiswa. Berkali-kali saya keliling dan bertanya.
Hasilnya nihil. Saya mencoba menghubungi nomor HP yang tertera, tetapi tidak
aktif. Beruntung saya memiliki famili di desa itu. Saya pun silaturrahim ke
rumah beliau. Setelah menyampaikan maksud kedatangan, beliau menjelaskan, ” Iya
saya tahu. Beliau aktivis sosial keagamaan”.
Saya
lega. Mulai ada titik terang. Setelah cukup, saya pun pamit. Segera saya menuju lokasi yang dimaksud. Ternyata rumahnya
tutup. Saya ketuk berkali-kali. Hasilnya nihil. Saya mencoba menuju ke tetangga
kanan kiri rumah, tetapi kondisinya juga tutup. Akhirnya saya memutuskan untuk
melanjutkan perjalanan dan akan kembali setelah dua sasaran yang lainnya usai.
Sasaran
berikutnya adalah sebuah desa yang saya juga belum pernah ke sana. Lokasinya pun
belum tahu. Pilihan terbaik adalah bertanya. Saya mendapatkan informasi arah
desa yang dimaksud. Ternyata desa yang saya tuju terbelah menjadi dua. Satu harus
melewati jalanan berkelok, dan satunya harus melewati desa lain yang berbeda
kecamatan. Dan untungnya, saya salah. Hal ini saya ketahui setelah saya
bertanya ke beberapa orang dengan jawaban yang tidak pasti.
Terpaksa,
saya telepon ke nomor calon sasaran program. Beruntung HP-nya aktif. Setelah menjelaskan
segala sesuatunya, saya segera menuju ke arah yang dia tunjukkan. Betul juga,
saya salah sasaran hampir 5 kilo meter. Dan jangan lupa, itu daerah pegunungan
yang cukup tinggi.
Jalanan lancar dan mulus |
Saya
berhenti sejenak. Pemandangan begitu indah. Sayang jika tidak difoto. Tablet
saya ambil. Dan gambar pegunungan yang asri terekam. Setelah cukup baru
meluncur menuju lokasi.
Saya
balik lagi menuju desa yang dimaksud. Sampai di sana, saya masih harus bertanya
lagi dua kali sampai akhirnya bertemu dengan rumah sasaran.
Rumahnya
mungil. Sederhana. Kedua orang tuanya menyambut dan menemi saya dalam survey.
Dari perbincangan saya ketahui bahwa sang bapak baru operasi jantung dan ibu
dalam masa perawatan setelah dua kali opname karena sakit lambung.
Keluarga
sederhana ini memiliki 4 anak. Anak yang menjadi sasaran penelusuran merupakan
anak ketiga. Ia cukup berprestasi. Beberapa kali juara kelas. Juga pernah juara
Karya Tulis Ilmiah di sebuah perlombaan. Artinya, ia cukup berprestasi.
Kedua
orang tuanya bercerita tentang berbagai hal, termasuk semangatnya dalam
menyekolahkan anak-anaknya. Saya tertegun menyimaknya. Keluarga sederhana ini
sungguh luar biasa. Keterbatasan ekonomi tidak menyurutkan mimpi-mimpi mereka
untuk mengenyam pendidikan yang layak. ”Sesungguhnya keadaannya sangat berat.
Kami berdua membutuhkan biaya berobat yang tidak sedikit. Sementara anak kami
harus kuliah dan yang bungsu masuk SMA,” papar si bapak.
Begitulah,
dalam kesederhanaan terkandung mimpi masa depan yang besar. Perjuangan
mewujudkannya sungguh tidak mudah, tetapi sejarah mencatat bahwa makna sukses
jauh lebih besar pada mereka. Mereka lebih gigih, tahan pukul, dan tidak mudah
menyerah. Dan itu adalah sebagian kunci pokok untuk sukses.
Setelah
cukup saya pamit. Ada satu lagi sasaran yang belum terbayangkan lokasinya.
Hari
sudah siang. Terik matahari kemarau dan suasana alam pegunungan yang minim
pepohonan segar cukup menguras energi. Saya meluncur dengan energi yang sudah
berkurang.
Saya
sampai di desa yang saya tuju, tetapi mencari RT di mana sasaran tinggal
sungguh tidak mudah. Berkali-kali keliling, bertanya, dan hasil nihil. Padahal,
beberapa orang tua dan tokoh masyarakat sudah ikut membantu, tapi di desa
memang tidak semua familier dengan RT.
Setelah
hampir satu jam, barulah saya menemukan RT yang saya maksud. Apakah sasaran
ditemukan? Belum saudara. Cerita masih panjang dan masih jauh dari ending.
Seorang
ibu yang rumahnya depan mushala geleng kepala tanda tidak tahu saat saya tanya
tentang sasaran. Cukup lama saya di situ sampai seorang anaknya datang. Ia ikut
membantu. Tiba-tiba dia langsung ingat dengan nama yang tertera. Ia pun
mengantar sampai hampir lokasi.
Jauhkah?
Tidak. Sama sekali tidak. Hanya selontaran batu di tangan dari tempat kami.
Mengapa begitu sulit dan tidak dikenal?
Ini
ceritanya. Ternyata kedua orang tuanya sejak lama bekerja di luar Jawa. Itulah
yang menjadi faktor utama mengapa nama orang tua sasaran kurang begitu dikenal.
Si anak ikut dengan neneknya.
Seperti
di tempat lain, saya menggali data-data pokok yang diperlukan sekaligus
mengambil gambar-gambar yang dibutuhkan. Saat wawancara, budhe sasaran datang.
Perbincangan pun menjadi semakin renyah.
Setelah
cukup, saya pamit. Matahari sudah bergeser ke Barat. Suhu sungguh panas, tetapi
masih ada satu sasaran yang harus dikunjungi. Beruntung, rumahnya sudah
ditemukan.
Saat
saya datang, orang tua sasaran sedang di rumah. Setelah berbasa-basi, saya
menyampaikan maksud kedatangan. Mereka memberikan informasi secara baik.
Tubuh
saya sudah sangat lelah. Saat saya pamit, terbayang nikmatnya istirahat sore di
hari minggu. Perjalanan dua hari ini memberikan hikmah luar biasa. Ternyata,
ada begitu banyak jejak anak-anak berprestasi dalam keluarga-keluarga
sederhana. Jika mereka mendapatkan pendidikan yang layak, Insyaallah mereka
akan menjadi manusia potensial yang berperan penting di masa depan. Semoga.
Tamat.
Trenggalek--Kampus
IAIN Tulungagung, 9-11 Agustus 2015.
Desain blognya mantap, ringan tapi cukup bagus penataannya, ditunggu prof kunjungannya di kh-nizam.blogspot.com :)
BalasHapusSuwun mas nizam. Segera kukunjungi blogmu.
Hapus"untungnya saya salah" hehe...menggelitik. luar biasa sekali kondisi mereka ya pak. Beruntung mutiara itu segera ditemukan. Semoga nasib mereka semakin membaik lewat sarana Bidik misi.
BalasHapusHe he. Begitulah ceritanya. Amin atas doanya. Terima kasih berkenan singgah.
BalasHapusKang Naim,Tulisan ini saya baca sampai selesai.ketika baca tulisan ini,hatiku jadi trenyuh sesekali ambil tisu untuk meredakan tetesan air mata.Alhamdulillah generasi muda potensial yang punya cita cita tinggi ada jalan,menemukan jalannya untuk menuju sukses.selamat berjuang semoga lancar dan sukses.
BalasHapusTerima kasih berkenan membaca. Amin. Semoga terkabul atas doa tulusnya.
HapusPanggah gurih ulasane ..
BalasHapusMatur suwun.
HapusMulai merambah di blog pak. Semoga semakin memberi semangat yang muda dalam menulis.
BalasHapusMungkin ke depan tinggal beli domain pak, jadi nanti lebih mudah dan bagus
Mengikuti jejak Mas Sitam he he. Insyaallah.
Hapus