Rabu, 12 Agustus 2015

Menelusuri Jejak Anak-anak Berprestasi



Oleh Ngainun Naim

Hari sudah sore saat saya meluncur ke Desa Sumberdadi. Ini merupakan pertama kalinya saya menuju ke desa tersebut. Sebagai pendatang, rasanya wajar jika saya belum tahu beberapa (tepatnya banyak) desa yang berada di wilayah Bumi Menak Sopal Trenggalek.
Jalanan yang saya lalu sebagian besarnya rusak dan berdebu. Aspelnya mengelupas nyaris habis. Medan semacam ini membuat perjalanan yang saya lakukan menjadi penuh dengan tantangan. Saya tersenyum sendiri melihat realitas semacam ini. Desa Sumberdadi adalah desa yang masuk wilayah kecamatan kota, tetapi infrastrukturnya masih harus ditingkatkan. Padahal, jarak ke kota tidak sampai 10 kilo. Bagaimana dengan desa-desa lain yang lokasinya jauh dari pusat kota?
Jalanan menuju lokasi Bidik Misi

Saya berhenti sejenak saat mulai masuk ke Desa Sumberdadi untuk bertanya tentang lokasi yang saya tuju. Seorang bapak dengan ramah memberikan jawaban. ”Terus saja. Tidak terlalu jauh kok,” jawabnya. Saya berterima kasih. Tapi saya nyaris yakin jika kata ”tidak terlalu jauh” itu maksudnya juga ”tidak terlalu dekat”. Ini model jawaban orang desa. Sebuah optimisme untuk tidak memandang berat realitas.
Saya melaju menyusuri medan yang tidak mudah. Sesekali berhenti untuk mengambil gambar sebagai modal menulis di blog. Ya, siapa tahu ada manfaatnya.
Ternyata tidak mudah untuk menemukan alamat yang saya cari. Butuh empat kali bertanya sebelum akhirnya saya sampai di tempat yang saya cari. Sebuah rumah sederhana, jauh dari tetangga, berada di sebuah perbukitan, dekat dengan makam, dan medan menuju rumah tersebut cukup curam.
Saya mengucapkan salam. Seorang gadis ke luar dari rumah itu. Setelah dipersilahkan masuk, saya menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan. Bapaknya yang sedang pulang mencari rumput diberitahu. Maka, interview pun berjalan lancar. 
Jalanan berliku

Keluarga itu sungguh sederhana. Rumahnya yang dari batu bata belum lama berdiri. Sebelumnya dari papan. MCK? Hanya punya kamar mandi. Lainnya tidak perlu saya ceritakan. Sungguh penuh keterbatasan. Tetapi si anak punya prestasi tidak main-main. Bayangkan, ia lulusan SMA favorit Trenggalek. Padahal, SMA favorit itu terkenal sebagai sekolah anak-anak pintar dan dari keluarga kaya. Ia juga sering juara. Beberapa kali ia menjadi juara olimpiade. Saya sungguh kagum. Ini benar-benar augerah Allah. Dengan segala keterbatasan kondisi keluarga, gadis itu menoreh prestasi yang tidak main-main. Ada lagi yang membuat saya kagum, yaitu mimpi futuristik orang tuanya. ”Saya berharap nasib anak-anak saya tidak seperti saya. Karena itu saya sekolahkan, walaupun saya juga tidak tahu bagaimana mencari dana untuk biaya. Tapi saya yakin ada jalan,” kata bapak si anak saat saya tanya alasannya menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi.
Hari semakin petang. Semua data yang dibutuhkan sudah terekam. Saya pun pamit. Dan saya pun kembali menyusuri jalanan panjang untuk pulang. Minggu pagi saya akan kembali menelusuri jejak anak-anak bangsa yang sarat potensi. Semoga anak-anak berprestasi seperti yang saya kunjungi pada sabtu sore itu mendapatkan kemudahan dalam menuntut ilmu. 
Jalanan mulus

Hari minggu saya melanjutkan perburuan. Perjalanan di hari minggu lebih panjang, penuh liku-liku, dan tidak mudah. Butuh energi besar dan kesabaran dalam menjalani tugas ini.
Tepat jam 08.00 saya berangkat dari rumah. Tujuan pertamanya adalah sebuah desa di dekat stadion. Artinya, berada di wilayah kota. Saya berkeliling mencari RT dari nama calon penerima beasiswa. Berkali-kali saya keliling dan bertanya. Hasilnya nihil. Saya mencoba menghubungi nomor HP yang tertera, tetapi tidak aktif. Beruntung saya memiliki famili di desa itu. Saya pun silaturrahim ke rumah beliau. Setelah menyampaikan maksud kedatangan, beliau menjelaskan, ” Iya saya tahu. Beliau aktivis sosial keagamaan”.
Saya lega. Mulai ada titik terang. Setelah cukup, saya pun pamit. Segera saya menuju lokasi yang dimaksud. Ternyata rumahnya tutup. Saya ketuk berkali-kali. Hasilnya nihil. Saya mencoba menuju ke tetangga kanan kiri rumah, tetapi kondisinya juga tutup. Akhirnya saya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dan akan kembali setelah dua sasaran yang lainnya usai.
Sasaran berikutnya adalah sebuah desa yang saya juga belum pernah ke sana. Lokasinya pun belum tahu. Pilihan terbaik adalah bertanya. Saya mendapatkan informasi arah desa yang dimaksud. Ternyata desa yang saya tuju terbelah menjadi dua. Satu harus melewati jalanan berkelok, dan satunya harus melewati desa lain yang berbeda kecamatan. Dan untungnya, saya salah. Hal ini saya ketahui setelah saya bertanya ke beberapa orang dengan jawaban yang tidak pasti.
Terpaksa, saya telepon ke nomor calon sasaran program. Beruntung HP-nya aktif. Setelah menjelaskan segala sesuatunya, saya segera menuju ke arah yang dia tunjukkan. Betul juga, saya salah sasaran hampir 5 kilo meter. Dan jangan lupa, itu daerah pegunungan yang cukup tinggi.
Jalanan lancar dan mulus

Saya berhenti sejenak. Pemandangan begitu indah. Sayang jika tidak difoto. Tablet saya ambil. Dan gambar pegunungan yang asri terekam. Setelah cukup baru meluncur menuju lokasi.
Saya balik lagi menuju desa yang dimaksud. Sampai di sana, saya masih harus bertanya lagi dua kali sampai akhirnya bertemu dengan rumah sasaran.
Rumahnya mungil. Sederhana. Kedua orang tuanya menyambut dan menemi saya dalam survey. Dari perbincangan saya ketahui bahwa sang bapak baru operasi jantung dan ibu dalam masa perawatan setelah dua kali opname karena sakit lambung.
Keluarga sederhana ini memiliki 4 anak. Anak yang menjadi sasaran penelusuran merupakan anak ketiga. Ia cukup berprestasi. Beberapa kali juara kelas. Juga pernah juara Karya Tulis Ilmiah di sebuah perlombaan. Artinya, ia cukup berprestasi.
Kedua orang tuanya bercerita tentang berbagai hal, termasuk semangatnya dalam menyekolahkan anak-anaknya. Saya tertegun menyimaknya. Keluarga sederhana ini sungguh luar biasa. Keterbatasan ekonomi tidak menyurutkan mimpi-mimpi mereka untuk mengenyam pendidikan yang layak. ”Sesungguhnya keadaannya sangat berat. Kami berdua membutuhkan biaya berobat yang tidak sedikit. Sementara anak kami harus kuliah dan yang bungsu masuk SMA,” papar si bapak.
Begitulah, dalam kesederhanaan terkandung mimpi masa depan yang besar. Perjuangan mewujudkannya sungguh tidak mudah, tetapi sejarah mencatat bahwa makna sukses jauh lebih besar pada mereka. Mereka lebih gigih, tahan pukul, dan tidak mudah menyerah. Dan itu adalah sebagian kunci pokok untuk sukses.
Setelah cukup saya pamit. Ada satu lagi sasaran yang belum terbayangkan lokasinya.
Hari sudah siang. Terik matahari kemarau dan suasana alam pegunungan yang minim pepohonan segar cukup menguras energi. Saya meluncur dengan energi yang sudah berkurang.
Saya sampai di desa yang saya tuju, tetapi mencari RT di mana sasaran tinggal sungguh tidak mudah. Berkali-kali keliling, bertanya, dan hasil nihil. Padahal, beberapa orang tua dan tokoh masyarakat sudah ikut membantu, tapi di desa memang tidak semua familier dengan RT.
Setelah hampir satu jam, barulah saya menemukan RT yang saya maksud. Apakah sasaran ditemukan? Belum saudara. Cerita masih panjang dan masih jauh dari ending.
Seorang ibu yang rumahnya depan mushala geleng kepala tanda tidak tahu saat saya tanya tentang sasaran. Cukup lama saya di situ sampai seorang anaknya datang. Ia ikut membantu. Tiba-tiba dia langsung ingat dengan nama yang tertera. Ia pun mengantar sampai hampir lokasi.
Jauhkah? Tidak. Sama sekali tidak. Hanya selontaran batu di tangan dari tempat kami. Mengapa begitu sulit dan tidak dikenal?
Ini ceritanya. Ternyata kedua orang tuanya sejak lama bekerja di luar Jawa. Itulah yang menjadi faktor utama mengapa nama orang tua sasaran kurang begitu dikenal. Si anak ikut dengan neneknya.
Seperti di tempat lain, saya menggali data-data pokok yang diperlukan sekaligus mengambil gambar-gambar yang dibutuhkan. Saat wawancara, budhe sasaran datang. Perbincangan pun menjadi semakin renyah.
Setelah cukup, saya pamit. Matahari sudah bergeser ke Barat. Suhu sungguh panas, tetapi masih ada satu sasaran yang harus dikunjungi. Beruntung, rumahnya sudah ditemukan.
Saat saya datang, orang tua sasaran sedang di rumah. Setelah berbasa-basi, saya menyampaikan maksud kedatangan. Mereka memberikan informasi secara baik.
Tubuh saya sudah sangat lelah. Saat saya pamit, terbayang nikmatnya istirahat sore di hari minggu. Perjalanan dua hari ini memberikan hikmah luar biasa. Ternyata, ada begitu banyak jejak anak-anak berprestasi dalam keluarga-keluarga sederhana. Jika mereka mendapatkan pendidikan yang layak, Insyaallah mereka akan menjadi manusia potensial yang berperan penting di masa depan. Semoga. Tamat.

Trenggalek--Kampus IAIN Tulungagung, 9-11 Agustus 2015.

10 komentar:

  1. Desain blognya mantap, ringan tapi cukup bagus penataannya, ditunggu prof kunjungannya di kh-nizam.blogspot.com :)

    BalasHapus
  2. "untungnya saya salah" hehe...menggelitik. luar biasa sekali kondisi mereka ya pak. Beruntung mutiara itu segera ditemukan. Semoga nasib mereka semakin membaik lewat sarana Bidik misi.

    BalasHapus
  3. He he. Begitulah ceritanya. Amin atas doanya. Terima kasih berkenan singgah.

    BalasHapus
  4. Kang Naim,Tulisan ini saya baca sampai selesai.ketika baca tulisan ini,hatiku jadi trenyuh sesekali ambil tisu untuk meredakan tetesan air mata.Alhamdulillah generasi muda potensial yang punya cita cita tinggi ada jalan,menemukan jalannya untuk menuju sukses.selamat berjuang semoga lancar dan sukses.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih berkenan membaca. Amin. Semoga terkabul atas doa tulusnya.

      Hapus
  5. Mulai merambah di blog pak. Semoga semakin memberi semangat yang muda dalam menulis.
    Mungkin ke depan tinggal beli domain pak, jadi nanti lebih mudah dan bagus

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.