Oleh Ngainun Naim
Jika Anda membaca teori-teori sosial, kata 'social
capital biasanya berhubungan erat dengan pemikir Prancis Pierre Bourdieu.
Selain 'social capital', kata kunci lain yang juga dipopulerkan Bourdieu adalah
'habitus'.
Saya mulai mengenal tokoh ini saat kuliah di UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta tahun 2007-2008. Waktu itu ada matamuliah Penelitian
Filsafat yang diajar oleh Dr. Haryatmoko. Dr. Haryatmoko yang lulusan Prancis
memang dosen yang memiliki wawasan keilmuan filsafat sangat luas. Penjelasan
yang gamblang beserta contoh kasus membuat saya mulai mengerti beberapa hal
terkait tokoh dan pemikirannya.
Kini, sekitar tujuh tahun setelah diajar Dr. Haryatmoko,
saya menemukan lagi kata yang hampir sama, yaitu 'modal sosial'. Konteksnya memang
tidak secara langsung berkaitan dengan nama Pierre Bourdieu. Saya menemukan
kata ini dibuku karya Prof. Hamdan Juhannis, Ph.D. Judul buku Prof. Hamdan
Juhannis cukup provokatif, yaitu Berhentilah
Menjadi Orang Biasa! (Yogyakarta: Ladang Kata, 2014). Profesor muda dari
UIN Makasar ini menyatakan bahwa modal sosial itu penting artinya agar kita
mendapatkan apresiasi dalam kehidupan. Setiap orang yang ingin sukses dalam
hidup seyogyanya memupuk modal sosial ini. Bagi mahasiswa, misalnya, modal
sosial ini bisa diperoleh dengan rajin belajar.
Rajin belajar memberi peluang untuk menjadi manusia
berkualitas. Manusia semacam ini memiliki peluang untuk masuk ke berbagai ruang
sosial. Modal semacam ini seyogyanya diketahui dan diusahakan oleh kaum muda
yang sedang menuntut ilmu. Modal wajah saja tidak cukup. Tampan atau cantik saja
bukan jaminan sukses dalam hidup. Idealnya memang perpaduan keduanya. Ya tampan
atau cantik sekaligus pintar. Jika tidak terlalu tampan atau cantik, pinter itu
menjadi alternatif yang semestinya diusahakan. Caranya ya rajin belajar.
Rajin belajar bukan hanya membuat kita memiliki modal
sosial, tetapi juga membuat kita menjadi manusia yang bijaksana. Prof.
Nadirsyah Hosen melalui buku terbarunya, Dari Hukum Makanan Tanpa Label hingga
Memilih Madzab yang Cocok (2015: xxxi) menasehati, "Ayo kita terus
belajar! Jangan pernah berhenti belajar agar tidak gampang protes dan
menyalah-nyalahkan orang lain terus".
Tentu ada banyak lagi manfaat yang bisa digali dari
belajar. Intinya adalah mari terus belajar agar kita tidak sombong. Orang yang
mau belajar akan tahu bahwa ilmunya sedikit. Karena itu tidak mungkin sombong.
Jika ada yang sombong berarti dia tidak tahu kalau ilmunya masih sedikit.
Salam.
Trenggalek-Tulungagung, 23-24 Juli 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.