Rabu, 06 Agustus 2014

Modelling



Oleh Ngainun Naim

Saya sedang membaca sebuah buku menarik karya Dr. Sutirjo, M.Pd. Buku terbitan UM Press Malang yang saya miliki merupakan cetakan kedua tahun 2009. Melihat buku ini telah cetak sampai dua kali itu berarti buku ini cukup laris. Judul buku ini pun cukup menarik, yaitu "Menulis PTK Senikmat Minum Teh".
Saya sudah membaca buku ini sampai tamat beberapa waktu setelah membelinya. Namun karena sekadar saja, ada banyak hal yang terlewat. Hasil pembacaan secara sekilas yang saya lakukan membuat saya menyimpulkan bahwa buku ini memang wajar jika ini laris karena memang bahasanya enak, ringan, sederhana, dan mengalir. Selain itu, PTK atau Penelitian Tindakan Kelas merupakan keterampilan dasar yang harus dikuasai oleh para guru. Demi kepentingan kerja sebagai guru yang harus membuat PTK dalam menjalankan tugasnya dapat terbantu dengan membaca buku ini. Kebutuhan teoritis para guru dapat terpenuhi dengan menelaah buku ini.
Saya tidak akan menjelaskan secara mendetail mengapa membaca buku ini. Jawaban sederhananya karena memang saya ingin mengetahui secara lebih baik tentang PTK. Kepentingan yang lainnya tentu banyak, seperti sebagai tambahan pengetahuan bagi saya saat membimbing mahasiswa membuat PTK.
Membaca buku ini membuat saya merenung dalam. Ada satu hal menggelitik yang membuat saya menghubungkan dengan realitas kemampuan mahasiswa di tempat saya mengajar, yaitu kemampuan meneliti. Mahasiswa yang akan mengakhiri studinya harus melakukan penelitian untuk tugas akhir. Sebelum membuat tugas akhir, mereka telah mendapatkan matakuliah-matakuliah pendukung, di antaranya Metodologi Penelitian. Melihat berbagai prasyarat teoritis yang telah disajikan, semestinya para mahasiswa telah memiliki modal yang cukup untuk menghadilkan karya ilmiah yang baik sebagai tugas akhir.
Tetapi realitas tidak selalu sesuai harapan. Tidak jarang justru realitas itu terlalu jauh dari harapan. Tidak sedikit karya tulis tugas akhir (skripsi, tesis) yang isinya amburadul. Antara bab satu dengan bab yang lainnya tidak sinkron, desain penelitian kurang jelas, tidak menguasai topik yang diteliti, dan sebagainya.
Memang tidak mudah mengurai persoalan tradisi meneliti yang lemah tersebut. Tidak perlu mencari siapa yang salah. Cara berpikir mencari siapa yang salah hanya akan memberikan kesan kurang baik bagi si tertuduh.
Cara berpikir yang seyogyanya dikembangkan adalah saling membuka diri, membuka hati, dan bersama-sama dengan penuh kesadaran melakukan evaluasi diri. Melalui cara semacam ini diharapkan ditemukan akar masalah dan strategi jalan keluarnya.
Pendidik, termasuk saya, harus mengakui secara jujur bahwa salah satu penyebab kondisi yang semacam itu adalah kurangnya 'modelling' atau teladan dari pendidik. Dalam teori pendidikan dikatakan bahwa teladan itu sangat efektif untuk menumbuhkan kemauan meniru anak didik. Minimnya teladan membuat anak didik pun kurang memiliki keterampilan sebagaimana diharapkan, termasuk dalam hal meneliti.
Keteladanan di berbagai aspek, termasuk penelitian, memberikan dorongan yang lebih besar kepada siswa atau mahasiswa untuk melakukan hal yang sama. Mereka meneliti bukan hanya berdasar teori tetapi karena meniru apa yang dilakukan dosen/gurunya.
Buku yang menarik

Dr. Sutirjo menekankan betul kepada para guru untuk melakukan penelitian yang sesungguhnya, bukan penelitian 'abal-abal'. Penelitian 'abal-abal' itu banyak jenisnya, misalnya mengganti hasil penelitian orang lain menjadi milik sendiri, atau minta jasa orang lain untuk membuatkan penelitian.
Tujuan penelitian adalah—salah satunya—untuk meningkatkan kualitas keilmuan penelitinya. Melalui penelitian, sebuah teori diuji; melalui penelitian bisa ditemukan hal-hal baru yang tidak diduga sebelumnya; dan melalui penelitian pula kualitas keilmuan diasah. Karena itu, guru--apalagi dosen--harus melatih dirinya dengan meneliti.
Penelitian itu tidak harus sesuatu yang rumit, besar, dan spektakuler. Hal-hal biasa, sederhana, dan dekat dengan kehidupan sehari-hari pun bisa menjadi topik penelitian yang menarik. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) bisa dilakukan guru di ruang kelas yang dekat dengan aktivitasnya sehari-hari.
Semakin sering guru/dosen meneliti maka dampaknya akan terasa terhadap kemajuan pendidikan. Jika dunia pendidikan sekarang ini seperti jalan di tempat, hal itu disebabkan oleh—di antaranya—lemahnya tradisi meneliti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.