Jumat, 08 Agustus 2014

Dari Nasi Pecel, Lalu Nasi Gegok, dan Kembali ke Nasi Pecel Lagi



Oleh Ngainun Naim

Tiba-tiba saya ingin membuat catatan dengan tema berbeda, yaitu kuliner. Sekali-kali rasanya penting juga membuat tulisan tentang kuliner, walaupun saya bukan orang yang hobi wisata kuliner. Buktinya ya badan saya yang kurus sejak dulu sampai kini he he he ...
Hari kamis tanggal 7 Agustus kemarin saya berangkat ke kantor lebih pagi. Berdasarkan kesepakatan sehari sebelumnya, agenda hari kamis teman-teman kantor adalah survey lokasi KKN sekaligus bertemu Pak Camat. Karena berangkat pagi sekali, otomatis sarapan di rumah belum siap. Agenda utama sebelum sampai kantor adalah mencari sarapan.
Pikiran terus mencari-cari tempat sarapan yang tepat saat saya turun dari bus dan mengendarai sepeda menuju kantor. Setelah mempertimbangkan secara singkat pilihan saya jatuh ke nasi pecel.
Nasi pecel merupakan nasi dengan sambal kacang pedas plus sayur dan gorengan tempe serta 'ento-ento'. Saya tidak bisa mendefinisikan secara baik tentang apa itu 'ento-ento'. Pokoknya gorengan dari tepung bentuknya bulat. Jika Anda mencari sarapan di Tulungagung maka mayoritas warung menyajikan nasi pecel. Sekarang nasi pecel bahkan juga laris manis di malam hari. Kuliner di malam hari juga didominasi oleh menu nasi pecel.
Nasi pecel khas Tulungagung

Warung pecel yang saya pilih terletak seratus meter utara Perempatan Bus Ngguling Jepun Tulungagung. Warung sederhana timur jalan ini saya pilih karena lokasinya searah ke kantor. Selain itu rasanya juga lumayan nikmat. Nasi pecel sepiring plus air kemasan segelas cukup lima ribu rupiah.
Usai sarapan saya meluncur ke kantor. Setelah semua urusan selesai, saya bersama tiga rekan sekantor meluncur ke Kecamatan Bendungan Trenggalek. Perjalanan Tulungagung menuju Trenggalek lumayan lancar. Jalan raya beraspal mulus dan tidak terlalu padat membuat perjalanan berlangsung lancar. Perjalanan menjadi penuh ketegangan saat kendaraan mulai berbelok ke arah Kecamatan Bendungan.
Kecamatan Bendungan terletak di utara Kota Trenggalek. Semua desa yang masuk wilayah ini berada di pegunungan. Jalan menuju kantor kecamatan sesungguhnya cukup bagus, tetapi karena sempit, penuh tanjakan dan kelokan tajam, seluruh teman dalam mobil sering menghela nafas. Beberapa kali kendaraan harus berjuang keras karena gigi dua pun tidak sanggup.
Sampai di kecamatan terasa sangat lega. Dua rekan anggota tim yang kebetulan perempuan terlihat pusing. Beratnya perjalanan membuat keduanya harus istirahat sejenak sebelum menuju kantor kecamatan.
Kami harus menunggu beberapa saat karena pak camat sedang rapat. Pegawai kecamatan dengan ramah menyambut kami dan menyuguhkan minuman khas, yaitu susu sapi. Teman-teman awalnya enggan mencicipi, tetapi setelah saya sampaikan bahwa susu yang disajikan sangat nikmat, teman-teman pun mencobanya. Dan mereka pun setuju dengan apa yang saya sampaikan. "Susu itu obat awet muda", kata pak camat sesaat kemudian. Rupanya beliau meninggalkan rapat untuk menemui kami.
Sesuai dengan tujuan awal, pak camat sangat senang dengan rencana KKN di lokasi yang beliau pimpin. Kami pun kemudian terlibat diskusi serius. Saat menjelaskan peta wilayah, pak camat sampai mengambil peta dari ruangan lain.
Satu jam lebih kami diskusi. Saat pulang kami makan siang di Warung Mak Tumirah yang menyediakan menu khas Bendungan, yaitu Nasi Gegok. Nasi Gegok adalah nasi putih diberi tambahan ikan teri, sambal, dan serondeng yang di bungkus dauh pisang. Sebelum disajikan, nasi dikukus dan dipanaskan. Saat kami nikmati, nasi ini sangat enak. Dengan lauk tempe dan tahu panas, nasi gegok pun segera lenyap dari hadapan kami.
Warung nasi gegok Mbok Tumiran di Desa Srabah Kecamatan Bendungan Kabupaten Trenggalek

Perjalanan masih jauh. Jam 15.00 kami sampai kantor. Itu artinya kami masih harus menunggu sejam lagi karena jam pulang adalah jam 16.00.
Magrib berkumandang saat saya sampai di rumah. Usai magrib istri menawarkan nasi bungkus. Saat saya tanya isinya apa, dia jawab nasi pecel. Berarti menuku hari kamis adalah; Dari nasi pecel, lalu nasi gegok, dan diakhiri nasi pecel lagi. Mengakhiri catatan ini, saya ingin meminjam istilah Cak Lontong, "Salam Pecel".

Trenggalek, 7-8 Agustus 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.