Selasa, 13 Mei 2014

G@leri Merenda Mimpi



Oleh Ngainun Naim

Sebuah SMS masuk ke HP bututku pada juma’at pagi pukul 08.30. Kulihat nama pengirimnya Agus Sofyan, Pemimpin Redaksi Majalah G@leri yang diterbitkan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Sunan Giri Trenggalek. “Nanti malam bisa jadi mengisi acara G@leri khan Pak?”. Begitu bunyi SMS tersebut.
Aku terdiam sejenak. Sesaat kemudian jariku segera menyentuh layar HP. Kuketik secara perlahan. ”Insyaallah Mas”, jawabku.
Beberapa hari sebelumnya Agus Sofyan datang ke rumah. Ia datang membawa majalah G@leri edisi terbaru yang berhasil diterbitkan. Terbitnya majalah ini sesungguhnya merupakan prestasi tersendiri karena memang ada begitu banyak masalah yang harus dihadapi. Perjuangan Agus dan teman-temannya mampu memupus pesimisme bahwa majalah kampus kecil di Trenggalek ini sulit untuk terbit.
Jumat malam, seperti permintaan Agus Sofyan, aku meluncur menuju rumah Zein, seorang anggota redaksi. Di Sebuah rumah yang cukup bagus ini, berkumpul para mahasiswa STIT yang berminat menekuni dunia menulis. Direncanakan juga hadir para pegiat pers mahasiswa dari kota lain, tetapi saat aku datang, mereka belum sampai di lokasi.
Topik yang aku bahas adalah hal-ikhwal menulis. Walaupun bukan seorang penulis yang baik, tetapi aku selalu berusaha membangun semangat menulis dalam berbagai kesempatan yang ada, terutama pada pelatihan menulis seperti yang diadakan Majalah G@leri. Uraian kuawali dengan dengan mengajak melakukan identifikasi potensi seluruh peserta. Masing-masing peserta kuminta untuk bercerita tentang pengalaman menulis masing-masing. Semuanya peserta ternyata telah memiliki pengalaman menulis. Ada tulisan esai, opini, puisi, cerpen, catatan harian, dan renungan.
Melihat potensi semacam ini aku lalu meyakinkan mereka bahwa mereka semua bisa menulis. Kuncinya adalah pada kemauan yang kuat. ”Kalahkan segala bentuk ketakutan, kemalasan, dan hal-hal lain yang menghambat terselesaikannya sebuah tulisan”, kataku dengan penuh semangat, padahal sesungguhnya secara fisik aku sudah sangat capek.
Setelah membahas berbagai pengalaman peserta, aku kemudian mengajak mendiskusikan berbagai hambatan yang dialami saat menulis. Terungkap ternyata ada begitu banyak persoalan yang mereka hadapi, mulai persoalan psikologis, teknis, hingga fisiologis. ”Jika hambatan itu tidak ditundukkan, mustahil sebuah tulisan akan lahir”, kataku.
Berbagai strategi membuat tulisan menjadi agenda berikutnya yang aku bahas bersama mereka. Aku lebih banyak memaparkan pengalamanku dalam menulis. Sesungguhnya aku belum terlalu banyak menulis, tetapi semangat berbagi dan semangat untuk menyebarkan virus menulis yang membuat aku tidak terlalu peduli dengan berbagai kritik terkait dunia kepenulis yang aku tekuni. Aku merasakan kepuasan dan kebahagiaan manakala ada orang tergerak menulis.
Malam sudah larut saat aku mengakhiri sesi. Terlihat bahwa masing-masing peserta, berdasarkan diskusi yang hangat, bercerita tentang harapan mereka dalam dunia menulis. Menulis diharapkan mewarnai kegiatan individu maupun kuliah mereka. Ya, seluruh peserta yang tergabung ataupun tidak dengan Majalah G@leri malam itu sedang merenda mimpi kepenulisan. Semoga mimpi tersebut mampu terealisasi dan tidak berhenti sebatas mimpi semata.

Trenggalek, 10 Mei 2014
Ngainun Naim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.