Oleh
Ngainun
Naim
Anda boleh saja tidak setuju dengan judul (dan isi) tulisan ini. Ada teman
yang berpendapat bahwa menulis itu bukan obat stress tetapi penyebab stress.
Ada juga yang bilang jika menulis saat stress justru akan membuat stress
semakin parah. ”Sudah stress kok masih dipakai menulis”, mungkin begitu
komentar mereka yang kurang setuju.
Saya tidak membela diri dan memaksa Anda untuk percaya dengan yang saya
tulis ini. Tulisan ini anggap saja sebagai pendapat yang tidak harus Anda
terima jika memang Anda tidak setuju. Tetapi jika Anda setuju, bacalah tulisan
ini sampai selesai untuk kemudian Anda coba praktikkan. Ya.. siapa tahu bisa
meringankan beban yang membuat tertekan. Tertekan itu kan penyebab stress.
Jujur saja sesungguhnya menulis itu memang tidak selalu menyenangkan.
Kadang memang sangat sulit membuat sebuah tulisan. Mungkin karena temanya yang
memang sulit dibahas atau memang karena kondisi saat menulis tidak mendukung.
Pada kondisi semacam ini memang menulis itu bisa menyebabkan stress. Menulis
terasa berat dan sangat mungkin berhenti di tengah jalan.
Ide awal tulisan ini berangkat dari pengalaman saya sendiri. Ceritanya
bulan april ini merupakan bulan yang penuh kegiatan. Tidak hanya banyak, tetapi
sangat banyak. Selain aktivitas rutin mengajar, selama sebulan ini ada lima
kali akreditasi program studi di mana saya terlibat secara teknis di dalamnya.
Tentu bisa Anda bayangkan bagaimana kondisi kegiatan yang setiap minggu ada
kunjungan visitasi asesor Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT).
Kunjungan asesornya bukan persoalan yang rumit, tetapi yang sangat rumit adalah
penyiapan berkas-berkas pendukungnya. Inilah yang menyebabkan nyaris setiap
hari saya harus pulang malam. Besoknya, pagi-pagi sudah harus berangkat lagi.
Saya berusaha menikmati semua aktivitas ini. Berkali-kali saya menulis
tentang pentingnya menikmati hidup dan itu saya usahakan untuk saya praktikkan.
Saya juga berusaha untuk mensyukuri semua ini karena saya juga berkali-kali
menulis tentang bersyukur.
Tetapi saya manusia biasa yang seringkali tidak konsisten. Saya beberapa
kali mengeluh. Seorang teman yang saya ceritakan tentang kondisi ini dengan
meledek berkomentar, ”Katanya dulu sampean
mencari kerja. Giliran sekarang banyak kerjaan malah mengeluh”. Waduh, malu
rasanya terkena kritikan yang sangat menohok ini.
Walaupun berusaha menikmati dan berusaha mensyukurinya, tetapi tetap saja
ada ruang dalam batin saya yang menyuarakan berbeda. Itulah sisi manusiawi saya
yang masih jauh dari nilai-nilai mulia. Justru karena kondisi semacam inilah
yang membuat saya tertekan. Saya stress, walaupun tingkatnya (semoga) tidak
berat he he he.
Pelampiasannya ya menulis. Di sela menyiapkan borang, saya membuat catatan
ini. Sesekali saya menuju laptop yang menyala, membuat catatan satu paragraf,
terus kembali bekerja. Begitu terus selama berkali-kali. Eh tidak terasa
ternyata tulisan ini dapat sehalaman lebih. Dan ini menjadi hiburan tersendiri
di sela-sela kerja teknis yang kadang menjenuhkan.
Nah, kalau Anda baca tulisan ini dari awal sampai akhir, Anda akan tahu
bahwa tulisan ini lahir sebagai ’pelampiasan’ yang saya kerjakan berkali-kali.
Itulah sebabnya saya menyebutnya sebagai ”obat stress”.
Benar juga kata penulis kondang Hernowo bahwa menulis itu jika sudah
selesai membuat kita merasa ”plong”. Dan itu yang saya rasakan. Tidak percaya?
Coba saja. Semoga tidak membuat Anda menjadi stress he he he.
Tulungagung, 30
April 2014
Ngainun Naim
twitter: @naimmas22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.