Rabu, 30 April 2014

Menulis Sebagai Obat Stress



Oleh Ngainun Naim

Anda boleh saja tidak setuju dengan judul (dan isi) tulisan ini. Ada teman yang berpendapat bahwa menulis itu bukan obat stress tetapi penyebab stress. Ada juga yang bilang jika menulis saat stress justru akan membuat stress semakin parah. ”Sudah stress kok masih dipakai menulis”, mungkin begitu komentar mereka yang kurang setuju.
Saya tidak membela diri dan memaksa Anda untuk percaya dengan yang saya tulis ini. Tulisan ini anggap saja sebagai pendapat yang tidak harus Anda terima jika memang Anda tidak setuju. Tetapi jika Anda setuju, bacalah tulisan ini sampai selesai untuk kemudian Anda coba praktikkan. Ya.. siapa tahu bisa meringankan beban yang membuat tertekan. Tertekan itu kan penyebab stress.
Jujur saja sesungguhnya menulis itu memang tidak selalu menyenangkan. Kadang memang sangat sulit membuat sebuah tulisan. Mungkin karena temanya yang memang sulit dibahas atau memang karena kondisi saat menulis tidak mendukung. Pada kondisi semacam ini memang menulis itu bisa menyebabkan stress. Menulis terasa berat dan sangat mungkin berhenti di tengah jalan.
Ide awal tulisan ini berangkat dari pengalaman saya sendiri. Ceritanya bulan april ini merupakan bulan yang penuh kegiatan. Tidak hanya banyak, tetapi sangat banyak. Selain aktivitas rutin mengajar, selama sebulan ini ada lima kali akreditasi program studi di mana saya terlibat secara teknis di dalamnya. Tentu bisa Anda bayangkan bagaimana kondisi kegiatan yang setiap minggu ada kunjungan visitasi asesor Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Kunjungan asesornya bukan persoalan yang rumit, tetapi yang sangat rumit adalah penyiapan berkas-berkas pendukungnya. Inilah yang menyebabkan nyaris setiap hari saya harus pulang malam. Besoknya, pagi-pagi sudah harus berangkat lagi.
Saya berusaha menikmati semua aktivitas ini. Berkali-kali saya menulis tentang pentingnya menikmati hidup dan itu saya usahakan untuk saya praktikkan. Saya juga berusaha untuk mensyukuri semua ini karena saya juga berkali-kali menulis tentang bersyukur.
Tetapi saya manusia biasa yang seringkali tidak konsisten. Saya beberapa kali mengeluh. Seorang teman yang saya ceritakan tentang kondisi ini dengan meledek berkomentar, ”Katanya dulu sampean mencari kerja. Giliran sekarang banyak kerjaan malah mengeluh”. Waduh, malu rasanya terkena kritikan yang sangat menohok ini.
Walaupun berusaha menikmati dan berusaha mensyukurinya, tetapi tetap saja ada ruang dalam batin saya yang menyuarakan berbeda. Itulah sisi manusiawi saya yang masih jauh dari nilai-nilai mulia. Justru karena kondisi semacam inilah yang membuat saya tertekan. Saya stress, walaupun tingkatnya (semoga) tidak berat he he he.
Pelampiasannya ya menulis. Di sela menyiapkan borang, saya membuat catatan ini. Sesekali saya menuju laptop yang menyala, membuat catatan satu paragraf, terus kembali bekerja. Begitu terus selama berkali-kali. Eh tidak terasa ternyata tulisan ini dapat sehalaman lebih. Dan ini menjadi hiburan tersendiri di sela-sela kerja teknis yang kadang menjenuhkan.
Nah, kalau Anda baca tulisan ini dari awal sampai akhir, Anda akan tahu bahwa tulisan ini lahir sebagai ’pelampiasan’ yang saya kerjakan berkali-kali. Itulah sebabnya saya menyebutnya sebagai ”obat stress”.
Benar juga kata penulis kondang Hernowo bahwa menulis itu jika sudah selesai membuat kita merasa ”plong”. Dan itu yang saya rasakan. Tidak percaya? Coba saja. Semoga tidak membuat Anda menjadi stress he he he.

Tulungagung, 30 April 2014
Ngainun Naim
twitter: @naimmas22

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.