Minggu, 27 April 2014

Manfaat Sahabat


Oleh Ngainun Naim
  
Tulisan ini memang bukan tulisan ilmiah yang dibungkus teori rumit. Saya sesungguhnya menyukai juga jenis tulisan semacam itu. Profesi sebagai dosen memang mengharuskan saya membuat tulisan semacam itu untuk berbagai kepentingan akademis. Tetapi tulisan semacam itu biasanya saya buat dalam bentuk artikel jurnal, makalah seminar, atau buku. Sementara untuk catatan yang saya unggah di jejaring sosial (blog atau fb), jenis tulisan sederhana dan ringan yang saya buat.

Tema tentang sahabat kembali saya tulis karena saya merasakan betul besarnya manfaat bersahabat. Bersahabat membuat saya selalu merasa ada orang yang bisa menjadi tempat untuk bertemu, saling cerita, dan sebagainya. Kehadiran mereka membuat saya merasa menjadi bagian dari persaudaraan dalam maknanya yang luas.

Kemarin sore seorang sahabat yang dulu satu kamar saat kuliah di IAIN Surabaya SMS dan juga telepon menanyakan jalan menuju Waduk Wonorejo Tulungagung. Saya berikan petunjuk sejelas mungkin dan berharap dia bisa menuju lokasi dengan lancar. Alhamdulillah, semalam dia SMS kalau perjalanan lancar dan minta maaf tidak sempat mampir ke rumahku. Bisa membantu sahabat, walaupun hanya tentang sebuah lokasi, membuatku cukup bahagia. Hal ini bermakna bahwa aku masih ”dihitung” oleh sahabat tersebut. 

Saat di Bali, selain bertemu Mas Ahmad Sholeh yang catatannya telah saya buat, saya juga bertemu sahabat lainnya menjelang pulang, yaitu Mas Adam Heru Darminto. Dia seorang sarjana hukum dari sebuah universitas di Kediri. Kami dipertemukan dalam kerja di sebuah program pemberdayaan masyarakat pada awal tahun 2000. Perjalanan nasib membuat kami berpisah dan tidak bertemu dalam jangka waktu sekitar 10 tahun. Komunikasi sesungguhnya masih berjalan lancar, khususnya via FB. Dan saat di Bali kemarin, saya inbox dia. Alhamdulillah, kami pun bisa bertemu.

Ada banyak hal yang kami perbincangkan dalam pertemuan tersebut. Tetapi hal penting yang aku ingat adalah bantuannya yang mengantarkan aku ke tempat oleh-oleh. Seandainya tidak ada Adam, mungkin aku kesulitan untuk mencari tempat mencari oleh-oleh.

Tentu ada banyak lagi kisah persahabatan yang menarik. Prinsipku sederhana saja, ”Seribu sahabat itu kurang, sementara satu musuh sudah terlalu banyak”. Prinsip ini aku pinjam dari seorang penulis di Kompasiana.com, namanya Pak De Sakimun. Salam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.