Jumat, 21 Februari 2014

Rak Buku



Oleh Ngainun Naim

Rabo kemarin (19/2/2014) aku menemukan dua status dari dua orang teman yang hampir sama. Keduanya sama-sama bercerita tentang rak buku.

Bagiku, kedua status tersebut menarik. Keduanya sama-sama pembaca buku yang baik. Aku sendiri belum pernah melihat secara langsung mereka membaca buku. Tetapi dari status yang ditulis (plus fotonya), aku meyakini keduanya adalah penyuka buku.

Apa pentingnya rak buku kok sampai aku tulis? Bagiku, status tentang rak buku itu penting, bahkan penting sekali. Rak buku bukan hanya sebuah tempat untuk menata dan menyimpan buku, tetapi juga sebuah simbol peradaban. Adanya rak buku dalam sebuah ruang adalah simbol bahwa pemiliknya memiliki kesadaran literasi. Kesadaran literasi (membaca-menulis) merupakan salah satu prasyarat untuk kemajuan.

Coba Anda cermati film2 tentang orang Barat. Aku sering menemukan rak buku penuh sesak di ruang tamu. Betapa indahnya sebuah rumah yg di dalamnya buku-buku berjajar memenuhi seisi ruangan.

Rak buku mengingatkanku pada kisah hidup Prof. Dr. T.M. Hasbie Ash-Shidieqy. Bagi Anda yg kuliah di IAIN, nama ini tentu tidak asing lagi sebab karya beliau memang sangat banyak yg digunakan sebagai referensi. Konon, hal pertama yg beliau lakukan saat pulang ke rumah adalah menyambangi rak bukunya, bukannya mencopot sepatu atau ganti baju. Tentu bukan hanya raknya saja yg dilihat, tetapi isi raknya, yaitu buku. Prof. Hasbie bagiku adalah teladan karena rajinnya membaca dan menulis beliau diakui keilmuannya. Gelar doktor dan profesor pun diperoleh dari berbagai tempat. Padahal sekolah formalnya hanya setingkat MTs.

Jadi, rak buku itu penting. Memiliki rak buku menjadi daya dorong untuk mengisinya. Karena itu, mari miliki rak buku seperti Muhammad Choirur Rokhim dan Aris Thofira agar kita terdorong memiliki buku (dan membacanya).
Salam.

Trenggalek, 20/2/2014
Ngainun Naim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.