Jumat, 03 Januari 2014

Ngopi Sambil Mencari Inspirasi



Oleh Ngainun Naim

Sebuah undangan masuk ke dinding facebook saya. Di bagian awal undangan terdapat sebuah kalimat menarik. ”Tidak semua kopi bermutu tinggi. Hanya kopi dan buku yang sarat dengan ilmu”. Kata pembuka ini menurut saya, cukup menarik dan berenergi. 
Halaman depan Kedai Sinau
Memadukan antara kopi dengan buku sebenarnya bukan hal istimewa. Walaupun bukan peminum berat kopi, tetapi nyaris setiap hari saya mengonsumsi kopi. Rasanya enak dan memberi sensasi tersendiri. Kopi biasanya menemani saya saat membaca dan menulis.
Tetapi memadukan antara warung kopi dan dunia buku jelas merupakan hal menarik. Rasanya nggak nyambung. Warung kopi merupakan tempat orang mencari kenikmatan, santai, dan melepas kepenatan. Sementara membaca buku biasanya dimaknai sebagai aktivitas yang serius. Justru karena memadukan dua hal yang seolah tidak nyambung inilah maka kehadiran KEDAI SINAU yang beralamat di Jalan Brigjend Soetran No. 11 Trenggalek ini menjadi menarik.
Pamflet Seminar di Kedai Sinau

Selain mendapatkan undangan via facebook, seorang teman pegiat literasi Trenggalek, Nurani Soyomukti, juga memberikan informasi sekaligus memberitahukan agar saya datang. Saya pun menjawab, ”Insyaallah”.
Tahun baru 2014 ditandai dengan hujan sejak pagi hari. Undangan acara memang tanggal 1 Januari dengan rangkaian acara pada siang hari ”Khataman Al-Qur’an” dan malam harinya launching Kedai Sinau. Pagi hari tidak mungkin saya datang karena jalan-jalan menikmati tahun baru bersama dengan anak istri. Baru setelah jam 16.00 saya sampai ke Kedai Sinau.
Saat saya datang, teman-teman dan tamu undangan sedang membaca beberapa surat pendek juz 30. Saya pun langsung bergabung dengan mereka. Setelah doa, semua yang hadir diajak makan nasi lodho. Rasanya nikmat sekali. Apalagi kemudian kami disuguhi minuman khas Kedai Sinau, yaitu Jahe plus Tape. Mereka menamakannya ”Wedang Cor”. Rasanya mirip Saraba, minuman khas Makasar.
Wedang Cor, minuman kas Kedai Sinau

Saya berbincang santai dengan Nurani Soyomukti tentang berbagai hal: dunia menulis, membaca, sosial, politik, sastra, dan macam-macam. Perbincangan berlangsung seru sampai kemudian ada informasi kalau sastrawan terkenal asal Ngawi, Kusprihyanto Namma akan berkunjung ke tempat tersebut. Waduh, ini merupakan kesempatan yang sangat berharga. Saya pernah mendengar nama sastrawan ini tahun 1994-an saat saya masih duduk di bangku kuliah S1. Sore ini, saya berhasil bertemu langsung dengan beliau. Ternyata, mertua beliau berasal dari Trenggalek, tepatnya Kecamatan Munjungan. Beliau datang bersama keluarga. 
Dari kiri ke kanan: Saya, Nurani Soyomukti, Istri Kusprihyanto Namma, Kusprihyanto Namma, dan Ali

Saya berdiskusi dan bertanya banyak hal dengan sastrawan yang pernah menelurkan gagasan ”Revitalisasi Sastra Pedalaman” (RSP) tersebut. Ada banyak manfaat yang saya peroleh dari pertemuan tersebut. Intinya, ngopi pun bisa dipadukan dengan buku. Ada banyak informasi dan inspirasi yang bisa digali dari KEDAI SINAU.
 
Koleksi buku Kedai Sinau
Kehadiran Kedai Sinau sangat penting artinya untuk menumbuhkan tradisi membaca di Trenggalek. Saya berharap, akan terjadi transformasi—betapa pun kecilnya—seiring kehadiran Kedai Sinau. Semoga.
Trenggalek, 1 Januari 2013
Ngainun Naim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.