Kamis, 02 Januari 2014

Membangun Mimpi di Awal Tahun



Oleh Ngainun Naim

Tahun baru adalah momentum membangun harapan. Harapan agar kehidupan di tahun ini lebih baik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Harapan agar berbagai hal yang kurang sesuai harapan agar tidak terulang kembali.
Harapan sesungguhnya menjadi penanda kedinamisan hidup. Kita bisa menjalani hidup secara baik dan penuh semangat karena memiliki harapan. Jika tidak ada harapan, maka hidup ini menjadi tidak ada artinya lagi. Semuanya terasa hambar dan tidak ada makna.
Sebagai seorang pengajar, saya memiliki harapan agar anak didik saya sukses. Saya akan merasakan kebahagiaan saat melihat mereka sukses studi, sukses menapaki kehidupan setelah studi, dan sukses dalam kariernya. Bahkan saya akan sangat berbahagia manakala kesuksesan mereka sangat hebat dan jauh melampaui apa yang sekarang ini saya capai. Karena harapan inilah, saya berusaha untuk memberikan yang terbaik sesuai dengan kemampuan saya.
Seorang teman menulis di wall FB-nya tentang resolusi di tahun 2014 ini. Kira-kira begini bunyinya, ”Resolusi hidup di tahun 2014: membeli mobil baru, daftar haji, dan memiliki rumah yang mandiri dari mertua”. Resolusi hidup teman ini, tentu menarik. Itu merupakan harapan mulia. Saya turut mendoakan agar doanya terkabul.
Saya sendiri juga memiliki mimpi di tahun baru ini. Tetapi tidak sehebat dan sebesar resolusi teman tersebut. Salah satu revolusi yang saya buat—mohon maaf jika ini tidak istimewa—saya ingin menulis artikel ringan untuk blog, seperti jenis tulisan ini, sebanyak jumlah hari dalam setahun. Artinya, saya ingin menulis 365 judul artikel dalam setahun. Tidak harus setiap hari membuatnya atau menayangkannya di internet karena kondisi kadang memang tidak memungkinkan. Tetapi saat tidak bisa, saya akan menggantinya di waktu yang lain.
Itu salah satu resolusi sederhana dalam hidup saya di tahun 2014. Tentu ada juga yang lainnya. Tetapi hal yang jauh lebih prinsip kemudian adalah bagaimana saya memperjuangkan mimpi itu. Mimpi itu penting, tetapi jika dibiarkan dan tidak diwujudkan menjadi tidak ada artinya.
Berkaitan dengan mimpi ini, saya teringat sebuah buku kecil yang cukup menggelitik. Penulisnya adalah Ahimsa Riyadi. Adapun judul bukunya Quranic Quotient for a Lasting Success, Panduan Menggunakan Kecerdasan Al-Quran untuk Kesuksesan Dunia Akhirat (Jakarta: Pustaka IMaN, 2005). Di ditulis di buku tersebut bahwa mimpi merupakan pesan-pesan simbolis yang datang dari pengetahuan yang tersembunyi dalam inti eksistensi. Tidak semua mimpi merupakan ”mimpi yang benar”; kebanyakan mimpi terjadi karena kebutuhan diri yang rendah, atau karena pikiran yang menggerakkan berbagai kejadian.
Lebih jauh Ahimsa Riyadi menulis bahwa yang jauh lebih penting adalah mimpi saat kita terjaga. Mimpi semacam itu adalah benih yang telah kita taburkan di atas lahan yang kita miliki. Tugas kita selanjutnya adalah menjaga agar benih itu tetap hidup, memberinya pupuk yang menyegarkan dan mengoptimalkan pertumbuhannya, menyiraminya dengan air setiap saat ia memerlukan, menyianginya dari rumput-rumput liar yang akan mengganggu pertumbuhannya, lalu kelak ketika memetik dan memanennya  kita mendapatkan hasil yang memuaskan. Mungkin kita sendirian yang memetiknya, tapi mungkin juga beramai-ramai bersama anak-anak, istri, saudara, tetangga, kerabat, dan orang-orang yang di dekat kita sehingga akhirnya benih yang telah kita tanam memberikan manfaat berlimpah. Tidak hanya buat kita, tetapi juga buat banyak orang (hlm. 55-56).
Mimpi, sebagaimana ditulis Ahimsa Riyadi, memang penting. Walaupun ada juga orang sukses yang—katanya—tidak punya mimpi. Tetapi sesungguhnya ia memilikinya, namun ia tidak menyebutnya sebagai mimpi. Karena itulah, marilah kita membangun mimpi yang baik agar di tahun 2014 ini kehidupan kita menjadi lebih baik, lebih berkah, dan memberikan kemanfaatan buat diri, keluarga, dan sesama. Semoga.
Trenggalek, 1 Januari 2014
Ngainun Naim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.